? ? ? ? ?"Riki, besok Sabtu. Ayo kita pacaran!" ?
Ini semua bermula dari Karen Febiana yang mengusili Riki hampir setiap sore Jumat. Kapan kira-kira Riki akan luluh? ? ?
#1 Rei 17032022
#2 Liz 17062022
#4 Ive 10122022
#5 Nishimurariki 23052022
...
Riki bersiap pergi, ia mengenakan pakaian santai yang lebih berwarna, tak lupa jaket hitam yang sering menemaninya di jalan. Tak ada alasan kenapa sore ini ia senang, ia akan jalan dengan Karen. Mungkin menikmati suasana kota di sore hari tidak buruk, ikut bermain di taman bersama anak kecil pun Riki oke-oke saja. Namun, Karen lebih memilih opsi duduk santai di kafe sembari mengobrol. Apa yang harus Riki rangkai sebagai obrolan nantinya?
"Riki, mau kemana rapi begitu?"
"Main," Balas Riki singkat. Ia melihat tiga kunci motor yang menggantung di atas laci, Riki menyimpulkan kakaknya sudah pulang kuliah.
"Kak, Riki pinjem motor kakak boleh ngga?" Riki sedikit berteriak, ia meminta izin menggunakan motor Scoopy hitam milik kakaknya.
"Mau kemana?"
"Ngapel," Balas Riki pelan, ia menghampiri kakaknya yang duduk santai di meja makan.
"Idih, bocil gegayaan. Eh... Tapi serius?" Perempuan dengan surai hitam sesiku itu tidak percaya. Masa sih adiknya sudah punya pacar? Sejak kapan?
"Serius, masa boongan. Boleh atau gak nih? Lama lu tinggal jawab iya aja susah banget." Riki jadi kesal sendiri karena ulah kakaknya. Banyak tanya, bawel sama seperti Karen.
"Ya udah gih bawa, motor gue jangan sampe lecet."
Begitu mendapat persetujuan, Riki langsung cabut, ia mengabaikan tatapan tajam sang nenek. Mungkin beliau curiga pada Riki, mana mungkin ia main ke rumah teman se-rapi itu. Neneknya pasti akan bertanya pada kakak Riki, tapi kakaknya pasti lebih berpihak pada Riki.
⑅
Tidak ada pelangi di langit, tapi agaknya hari ini orang rumah punya suasana hati yang sangat baik. Untuk pertama kalinya, Riki datang ke rumah di saat kedua orang tua Karen sudah pulang kerja. Riki pribadi yang sopan, bisa jadi kedua orang tua Karen luluh karena sifat Riki yang luarannya begitu hangat.
"Pulang jam berapa?" Tanya ibu Karen pada Riki.
"Magrib udah sampe kok, Tante." Riki mencium punggung tangan ibu Karen, aura tegas menguar menimbulkan nyali Riki menciut sedikit.
"Hati-hati ya kalian, jangan di tempat yang sepi." Itu pesan ayah Karen sebelum Karen naik ke belakang jok motor Riki.
Kedua orangtua Karen masih ada di teras, melihat setiap gerak-gerik Riki dan Karen. Jelas Karen risi, terlebih atas perlakuan ibunya selama ini.
Meninggalkan pekarangan rumah, Karen mengembuskan napas lega. Dari awal ia takut ibunya marah dan tidak akan pernah mengizinkan Riki mengajaknya jalan-jalan. Satu inci pergi dari rumah ini, bagi Karen sama seperti satu meter berjalan kabur dari penjara. Akan di awasi terus menerus.
"Riki, maaf yaa kalau risi sama ibuku." Karen tidak bisa berkata-kata selain menghaturkan kata maaf. Ia takut Riki risi, ia pasti tidak biasa mendapatkan perlakuan seperti tadi kan?
"It's okay, by. Nenekku juga kayak gitu, jadi santai aja. Aku udah biasa."
Ini pertama kalinya Riki menyebutkan anggota keluarganya pada Karen, pertama kalinya membuka cerita yang mangatas namakan keluarga. Kadang, Karen berharap bisa mengenal semua anggota keluarga Riki, seperti Kiara dan Setara yang sudah mengenal keluarganya masing-masing.
"Mas pacar, kamu punya kakak atau adik?" Tanya Karen penasaran. Keduanya tengah berhenti sebab lampu lalu lintas berubah merah. Riki sempat kelabakan, mendengar panggilan tersebut langsung dari Karen, itu sanggup mengantarkan debarkan jantungnya dua kali lebih cepat. Riki salah tingkah di tempat.
"Punya kakak sama punya adik, perempuan semua, bawel kayak kamu. Tapi gak apa-apa sih aku sayang mereka." Riki melihat Karen lewat spion.
"Sayang aku juga? Soalnya tadi aku sempet diseret di kalimat kamu sebelumnya." Karen ikut menatap Riki lewat kaca spion kiri motor yang Riki kendarai.
"Iya," Jawab Riki lugas. Ia mulai melajukan motornya lagi dengan kecepatan normal, ralat motor kakaknya yang ia pinjam. Di sisi lain, Karen lebih menikmati suasana jalan sore hari yang lebih ramai dari biasanya. Mungkin ada beberapa pasar malam yang buka di sini. Namun, Riki sudah janji akan membawanya ke kafe yang selalu ia kunjungi.
Tempat favorit Riki menjadi destinasi favorit juga untuk Karen, apa pun yang ia suka, pasti akan Karen masukkan dalam daftar. Karen gede rasa, bahkan kasarnya narsis jika diajak Riki ke tempat favoritnya, Setara pernah bilang Riki tidak pernah mengajak pergi cewek mana pun ke tempat favoritnya. Kesimpulannya, Karen spesial bagi Riki.
"What do you like about this cafe?" Karen turun sekaligus melepaskan helm, kali ini helmnya lebih muat di kepala Karen.
"I thought the cafe's concept was quite amazing, the colors matched, and the concept was really cool." Riki menjawab dengan santai. Setiap kalimat yang keluar membuat Karen makin merasa bangga Riki pacarnya.
"Nice explanation, let's go! Aku jadi kepo gimana suasana di dalam," Ungkap Karen menarik ujung telunjuk jari Riki. Ini bagian menggemaskan Karen menurut kaca mata pandang Riki. Ia jadi teringat pada perlakuan adiknya yang menggemaskan.
"Konsep kafenya go green gitu, by. Jadi gak ada AC, kalau kamu kepanasan bilang ya. Kita pindah duduk di luar," Ucap Riki menuntun Karen masuk, ia membuka pintu mempersilakan Karen masuk lebih dulu.
Kedua bola mata Karen bagai di penuhi kilauan bening saking antusiasnya. Ini lebih sempurna dari pada yang Karen asumsikan dalam kepala. Sebagian cahaya ruangan terbuat dari pencahayaan alami, beberapa tanaman menghias inci kafe, dan penggunaan barang bekas yang masih layak pakai menambah kesan unik kafe.
"Do you like it?" Riki tak sadar melingkarkan tangannya pada pinggang Karen. Dalam hitungan detik, Riki berdeham, ia lebih suka melingkarkan tangan di bahu Karen.
"I do like it?" Karen menjawab dipenuhi keheranan, setengah tawa ringan. Semoga ia benar-benar suka konsep ini karena dirinya sendiri, bukan atas dorongan Riki.
"So, ini nggak akan lama ngantrenya kan?" Karen skeptis, kalau di sini ramai, di jalanan macet bisa-bisa mereka pulang telat.
"Masih ada waktu dua jam lagi, by." Riki membuka buku menu untuk Karen. Dua sejoli itu berusaha mengimbangi satu sama lain, Riki berjuang supaya ia tak mengacaukan hari Karen. Ia tidak mau senyum Karen pudar, ia tidak mau Karen kecewa padanya hari ini. Tapi, tidak tahu alur kisah mereka nantinya akan berlayar kemana.
ˏˋ°•⁀➷
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Taraaaaa jangan nangis yaa ;)))
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.