抖阴社区

21st

6.9K 913 36
                                        


"Aku tidak bisa mengantarkanmu sampai ke dalam istana, para prajurit akan membunuhku sampai mereka melihatku. Aku senang bisa menghabiskan banyak waktu denganmu. Lain kali kita lakukan lagi. Masih terdapat banyak sekali tempat yang ingin aku perlihatkan kepadamu."

"Em, terima kasih Lucas. Aku sempat mengira kau ini seorang penjahat seperti kebanyakan para penjahat pada umumnya. Namun rupanya masih memiliki kebaikan. Aku tidak tahu bagaimana caraku membalasmu, tapi aku hanya ingin kau berhenti menjadi penjahat dan mengganggu orang-orang. Lakukan pekerjaan yang baik, karena jika terus bertahan pada pekerjaan burukmu, kau akan dibenci banyak orang."

"Iya, aku tahu. Terima kasih atas nasehatnya."

Renjun mengangguk ringan. "Kalau begitu aku akan pergi. Sampai jumpa lain waktu, Lucas Wong." Dirinya berbalik meninggalkan Lucas yang memandangnya dalam diam.

Hari yang melelahkan namun juga mengasyikkan. Lucas memutuskan untuk pergi dirasa Renjun sudah tak perlu lagi diawasi.

Kini Renjun sudah ada di depan pintu kamarnya. Ia sempat ditanyai Taeyong di aula kerajaan, lelaki manis sebagai ibu suri itu mencemaskan Renjun karena pulang disaat hari sudah gelap. Renjun sempat pamit kepada Taeyong sebelum pergi meninggalkan istana, yang katanya ingin mencari udara segar sebentar.

Namun kata 'sebentar' itu justru sampai sang surya menggelap. Renjun yang merasa bersalah hanya menyerukan kalimat maaf hingga Taeyong menyuruhnya untuk membersihkan diri lalu turun guna makan bersama di bawah.

Renjun agak ragu untuk masuk. Tangannya telah menyentuh gagang pintu itu, namun hanya diam tanpa ada niatan membuka pintu. Renjun menghela napasnya pelan, mendorong pintu secara perlahan di mana pandangan pertamanya terpaku pada Jaemin yang tengah berdiri menghadap jendela.

Menyadari adanya orang lain selain dirinya, Jaemin lekas memutar tubuhnya menghadap Renjun. Senyum pria itu langsung mengembang saat melihat Renjun.

"Renjun, maafkan sikapku tadi sore, akㅡ"

"Yang Mulia, bisakah kau tidak membahas itu lagi? Aku sudah mengatakannya bukan, anggap saja itu sebagai guyonan," sela Renjun sembari memandang sinis Jaemin.

Jaemin diam membeku di tempat. Benar dugaannya jikalau Renjun akan kembali sinis dan menjauh padanya.

"Renㅡ"

"Apakah ada kamar lain? Aku ingin kita pisah kamar. Kita bukan suami istri dan aku tidak mau satu kamar denganmu."

"Renㅡ"

"Aku ingin mulai sekarang kita menjaga jarak. Berhenti bersikap 'sok peduli' padaku. Aku akan menganggapmu sebatas Raja yang dihormati, karena di sini kastaku sama dengan para dayang. Ya, aku tak memiliki kekuasaan, aku hanya menempati tubuh Injoon yang notabenenya seorang ratu."

"...."

"Aku harap kau bisa menghargai keputusanku, karena akuㅡ"

"Jung Renjun, berhenti berbicara!"

Bruk

Jaemin menghempas kasar badan Renjun di atas kasur. Pria itu lantas mengukung Renjun yang mana membuat empunya memandang Jaemin dalam keterkejutan. Untuk sejenak sepertinya Jaemin memang benar-benar marah, terlihat dari mimik wajahnya yang menakutkan.

"Aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu, Renjun!"

Renjun tersenyum remeh. Meski kini ia takut dengan perilaku Jaemin, dia berusaha untuk mendominasi Jaemin. Mengapa? Dia lelaki, dia bukan seorang pengecut yang mudah takut walau dalam lubuk hatinya, Jaemin terlihat mengerikan saat ini.

"Kau hanya mencintaiku karena aku mengingatkanmu pada Injoon. Di hadapanmu sekarang adalah tubuh Injoon dan kau menganggapku sebagai dia, benar bukan perkataanku?"

"Kau tidak percaya padaku, kau ingin aku membuktikannya?"

Renjun mendecih. "Enyahlah sebelum aku menghajarmu sampai babak-belur!"

Namun tak diindahkan Jaemin begitu saja. Pria itu menahan kedua tangan Renjun di sisi kepala. Renjun langsung memberontak tatkala Jaemin mendekatkan wajahnya.

Renjun semakin panik saat merasakan embusan napas hangat Jaemin menerpa permukaan bibirnya. Sedetik kemudian Renjun merasakan suati benda lunak menjilat bibir merah muda itu bak tengah menjilati sebuah permen. Renjun terdiam, dia merasa aneh pada tubuhnya. Seperti ada sesuatu menggelitik di perutnya.

Jaemin meraup habis bibir Renjun. Menghisap dengan kuat tanpa melepas tangan Renjun yang mungkin akan menganggunya. Renjun berusaha melepas ciuman ini, namun Jaemin menahan tangannya sehingga Renjun tak dapat berkutik selain menerima perlakuan Jaemin kepada bibirnya.

Lidah Jaemin menyusup ketika Renjun membuka mulut. Benda tak bertulang tersebut seakan ingin mengobrak-abrik isi mulut Renjun dengan ganas. Renjun terbuai, dia tidak lagi memberontak, tapi justru melenguh saat dengan sengaja Jaemin menggigit gemas bibir bawahnya.

Jaemin menjauhkan kepala agar Renjun dapat bernapas dengan baik. Pria itu tersenyum bangga melihat bibir tipis Renjun agak bengkak karenanya. Tatapan Renjun menyayu dan itu sangat cantik di mata Jaemin. Ia mengecupi bibir Renjun beberapa kali lalu beralih menciumi pipi dan rahang si manis.

"Jangan memberontak atau aku akan berbuat kasar."

Jaemin melepas tangannya yang menahan tangan Renjun. Pria itu membuka kancing pakaian kerajaan Renjun dengan perlahan. Renjun hanya diam sesuai instruksi Jaemin tadi. Entahlah, Renjun juga merasa aneh. Ciuman Jaemin begitu memabukkan, tak bisa membuat Renjun untuk sekedar menolak.

Hingga pakaian itu terlepas pun Renjun masih diam tak berkutik. Hanya menyisakan celana panjang yang terbuat dari kain dengan tekstur halus masih belum tertanggal semua. Renjun hanya bertelanjang dada.

Jaemin ikut melepas pakaiannya. Renjun termangu menyaksikan perut berotot beserta dada berbidang Jaemin. Pria itu sangat menjaga tubuhnya dengan baik.

"Siap?" tanyanya seduktif. Renjun hanya bisa mengangguk patuh.

MIDDLE AGESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang