Interior mobil hitam yang membawa Margaret melaju cepat menembus kepadatan jalan pagi itu terasa lebih sesak dari biasanya. Langit di luar masih mendung, seolah tahu ada badai yang jauh lebih besar dari sekadar awan kelabu yang menggantung. Di dalam mobil, Margaret duduk di kursi tengah dengan tubuh kaku, matanya masih merah dan lelah—sisa dari malam yang membakar dan pagi yang mengguncang segalanya.
Rambut panjangnya masih berantakan, sebagian menutupi wajah, dan baju yang dikenakannya adalah gaun santai seadanya yang sempat ia kenakan tadi malam. Ia belum sempat mandi. Belum sempat menata diri. Belum sempat memikirkan apa pun... selain kekacauan yang membuncah di dadanya sejak Ethan menariknya paksa dari kamar dan membawanya masuk ke mobil ini.
"Ethan... apa-apaan ini?" suara Margaret pecah, nadanya tinggi, penuh kebingungan dan sisa emosi. "Kau menyeretku keluar dari rumahku sendiri! Dan aku bahkan—aku bahkan belum paham apa yang terjadi!"
Ethan yang duduk di sebelahnya tetap diam. Fokusnya tertuju pada layar ponsel di tangannya, jari-jarinya bergerak cepat mencari siaran tertentu. Margaret memandangnya dengan marah, matanya hampir berair.
"Ethan, jawab aku!" serunya lagi, kali ini lebih tegas. "Setidaknya jelaskan kenapa kita kabur seperti penjahat!"
Dengan napas panjang, akhirnya Ethan menyerahkan ponselnya ke Margaret—tanpa berkata sepatah kata pun. "Lihat sendiri," gumamnya datar.
Margaret meraih ponsel itu dengan gerakan kasar, dan begitu matanya menatap layar, jantungnya langsung seakan berhenti berdetak.
Sebuah siaran langsung dari kanal berita besar terpampang jelas. Dalam layar itu, tampak mansion miliknya sendiri—terlihat dari luar pagar besar berwarna hitam itu. Puluhan, bahkan mungkin ratusan orang, berdesakan. Ada kamera berita, wartawan dengan mikrofon, warga sipil yang mengangkat ponsel ke arah balkon. Beberapa bahkan berteriak-teriak, menyebut nama Gabriel Ruston dan dirinya.
Margaret membeku. Video siaran itu menunjukkan zoom-in langsung ke arah balkon kamar pribadinya. Balkon tempat...
Tempat ia dan Gabriel...Tidak mungkin...
Tangan Margaret langsung gemetar, wajahnya memucat. Napasnya tercekat di tenggorokan. Ia hampir tak mampu berkata apa-apa.
"Skandal kalian menyebar lebih cepat dari badai," akhirnya Ethan angkat bicara, nadanya pelan tapi mengandung kemarahan terpendam. "Dan seseorang memotret kalian dari bawah. Entah siapa. Tapi fotonya... tidak main-main, Nona Margaret."
Margaret masih terpaku. Telinganya mendengarkan, tapi otaknya menolak untuk mencerna.
"Foto saat kalian bercumbu. Jelas. Dari segala sudut," Ethan melanjutkan, lebih pelan. "Dan sekarang rumahmu jadi spot wisata dadakan. Semua orang ingin tahu 'di mana Gabriel Ruston meniduri Margaret Brooklyn'. Semua."
Margaret menutup mulutnya dengan tangan. Wajahnya seperti tidak memiliki warna lagi. "Tapi... ini tidak masuk akal... bagaimana bisa?"
"Karena seseorang memang mengatur semuanya agar kalian terlihat seperti sepasang kekasih yang tak peduli dunia," Ethan menatap Margaret lurus. "Kau sedang dijebak. Kita sedang dijebak."
Suara ban mobil melindas genangan air di luar, tapi di dalam kendaraan itu, hening menyelimuti seperti kabut tak kasatmata. Margaret masih menatap layar, tak sanggup berkata. Dunia yang ia tahu sedang runtuh... satu per satu. Reputasi, nama, dan semua yang telah ia bangun dengan susah payah kini digerogoti hanya karena satu malam brutal yang tak semestinya terjadi.
Dan bagian terburuknya?
Ia tak tahu... apakah dirinya lebih ketakutan oleh skandal ini—atau oleh kenikmatan yang diam-diam masih menghantui tubuh dan pikirannya dari malam kelam itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
BRUTAL SCANDAL
Romance| 21+ | MATURE, DARK ROMANCE, VULGAR, VIOLANCE, HARSH WORDS! ????? ??? ??????? ??? ?????? ???? ????.? Gabriel Ruston dan Margaret Brooklyn adalah dua CEO yang dikenal ambisius, dingin, dan tak terkalahkan dalam dunia b...