Jalanan utama kota New York dipenuhi hiruk-pikuk yang belum pernah terjadi sebelumnya. Suara klakson kendaraan terdengar bertubi-tubi, bergema bercampur dengan teriakan orang-orang yang memenuhi trotoar. Barisan polisi membentuk pagar manusia, mencoba mengendalikan massa yang terus mendesak maju, mengangkat ponsel tinggi-tinggi untuk merekam kejadian bersejarah itu—momen kehancuran seorang taipan yang dulu pernah dipuja.
Di tengah keramaian itu, barisan mobil polisi bergerak perlahan, membuka jalan melalui kerumunan warga yang penuh kemarahan. Kendaraan-kendaraan itu melaju mengawal satu mobil tahanan berlapis baja, di dalamnya duduk seorang pria yang kini namanya lebih dikenal sebagai pengkhianat kelas kakap: Vincent Reynard.
Wajah Vincent menunduk dalam diam, mengenakan pakaian tahanan berwarna abu kusam dengan borgol di tangannya. Tak ada lagi jas mahal yang melekat, tak ada lagi senyum percaya diri atau sorot mata penuh strategi. Semua telah runtuh. Di sepanjang jalan, warga yang berdiri di trotoar memekikkan hujatan tanpa henti, melemparkan botol plastik, kertas, bahkan sepatu ke arah mobil yang mengangkutnya. Beberapa ada yang menangis karena merasa tertipu, sebagian besar lainnya hanya merasa puas melihat keadilan akhirnya turun tangan.
Sementara itu, siaran langsung dari berbagai stasiun televisi nasional tengah menyorot langsung lokasi kejadian. Kamera fokus pada ketua polisi—seorang pria paruh baya berseragam lengkap, berdiri di atas podium kecil yang disiapkan terburu-buru di depan gedung pemerintahan. Mikrofon dari berbagai media mengarah padanya ketika ia membuka pernyataan resmi kepada publik.
"Setelah penyelidikan mendalam, kami bisa mengonfirmasi bahwa skandal yang melibatkan dua tokoh penting negeri ini—Tuan Gabriel Ruston dan Nona Margaret Brooklyn—bukanlah hasil dari kesalahan pribadi, melainkan konspirasi busuk yang dirancang dengan cermat oleh Vincent Reynard," katanya dengan nada tegas. "Termasuk skandal yang mencemarkan nama sekretaris mereka, Joanna Nathalia. Semuanya adalah manipulasi keji sebagai aksi balas dendam pribadi dari Vincent."
Sorakan emosi dan teriakan kembali menggema dari kerumunan.
Ketika kamera berpindah, tampak Vincent berdiri di belakang barisan polisi, masih menunduk tanpa sepatah kata. Pipinya sudah merah akibat lemparan sebelumnya. Sekujur wajahnya menggambarkan campuran antara rasa malu, takut, dan kebencian yang belum pupus.
Namun kejadian belum berhenti di situ. Polisi juga mengumumkan bahwa Velvet Ashes, milik Reith Edgar—yang selama ini dikenal sebagai tempat hiburan mewah para elit—telah disegel dan akan segera ditutup untuk waktu yang tidak ditentukan. Hasil investigasi mengungkap bahwa di dalam bar tersebut, ditemukan bukti praktik kriminal terorganisir, termasuk rekaman CCTV ilegal, peralatan penyadapan, dan dokumen pencurian informasi rahasia.
"Tempat yang seharusnya untuk bersenang-senang dijadikan markas kejahatan," lanjut kepala polisi. "Reith Edgar bersama para pelayannya akan menghadapi dakwaan atas kerja sama kriminal dengan terdakwa utama."
Kerumunan menjadi semakin liar. Namun, dalam kepadatan dan kekacauan itu, suara orang-orang yang mencaci Vincent perlahan mulai meredup ketika suara mesin mobil terdengar mendekat dari kejauhan—lembut namun penuh wibawa. Dua mobil mewah meluncur pelan di antara kendaraan polisi, dan tanpa perlu pengumuman, semua orang di sana tahu siapa pemiliknya.
Gabriel Ruston dan Margaret Brooklyn.
Mobil pertama—sebuah Rolls-Royce hitam mengilap—berhenti perlahan, disusul oleh satu lagi di belakangnya, mobil sport berwarna midnight blue yang tak kalah mencolok. Seolah waktu berhenti sejenak. Kamera televisi segera mengalihkan sorotan ke arah dua kendaraan itu, sementara warga sekitar terdiam, seakan menyadari bahwa pertunjukan belum selesai—dan dua tokoh utama akhirnya tiba untuk menutup tirai babak terakhir.

KAMU SEDANG MEMBACA
BRUTAL SCANDAL
Romance| 21+ | MATURE, DARK ROMANCE, VULGAR, VIOLANCE, HARSH WORDS! ????? ??? ??????? ??? ?????? ???? ????.? Gabriel Ruston dan Margaret Brooklyn adalah dua CEO yang dikenal ambisius, dingin, dan tak terkalahkan dalam dunia b...