抖阴社区

Part 23 - Sebuah Paket

450 75 53
                                        

Suara pena yang beradu dengan kertas kini mengisi kesunyian kamar Kirana, ia sedang belajar keras untuk hari terakhir ujian nasional. Berharap mendapatkan nilai yang memuaskan, serta menunjukkan pada orang tuanya bahwa menari ballet tidak akan mempengaruhi belajarnya. Ada kalanya Kirana merasa jenuh dengan hidupnya, kadang ia juga menertawakan orang-orang yang iri dengannya. Padahal, hidup Kirana tidak lah seindah yang mereka pikirkan.

Ketika ia asik menghapal materi, Yurika datang tanpa permisi. Padahal biasanya wanita itu akan mengetuk pintu atau memanggilnya. Kirana cukup aneh saat melihat Yurika tersenyum padanya.

"Ada apa, Ibu?"

Yurika menggeleng. "Tak apa, hanya ingin melihat putri Ibu. Masih sibuk belajar?"

"Sudah selesai, Ibu kenapa kemari?" Tidak ada angin, tidak ada hujan. Yurika merengkuh tubuh Kirana dalam dekapan.

"Kiran janji gak bakal ninggalin Ibu, kan?"

"Memangnya Kiran mau pergi kemana? Kiran masih di sini, Bu." Kirana melepas pelukan sang Ibu, kenapa Yurika mendadak mellow seperti ini? Ini adalah kali kedua sejak sepuluh tahun lalu Yurika memeluknya.

Yang pertama, ketika Kirana berumur delapan tahun, ia menghilang di supermarket karena terpisah dengan Yurika. Kedua, kali ini ... Ketika ia sedang sibuk belajar untuk ujiannya.

Yurika tak menjawab pertanyaan Kiran, wanita itu mengelus surai anaknya lembut, sebelum mengucapkan selamat malam dan pergi dari kamar. Sejak ia pulang dari rumah sakit waktu itu, memang ada yang aneh dari keluarganya. Karena tidak ingin berpikir lebih jauh lagi, Kirana berakhir memutuskan untuk tidur saja. Setelah dirinya benar-benar berbering dan ingin memejamkan matanya, sebuah notifikasi pesan masuk.

"Derran?" Untuk apa mengirim pesan malam-malam?

Kirana membuka roomchat mereka, saat ia membaca pesan Derran. Wajahnya tiba-tiba memerah, entah merah karena malu, atau merah karena ia marah.

Derandra ♡
Tidur! Udah malem.
Sweet dream.

***

Esok harinya,  para siswa bersorak bahagia ketika berhasil melewati ujian nasional dengan lancar. Tak berbeda dengan suasana kelas Kirana, seisi kelas bersorak-sorai kecuali Kirana dan Derandra.

Kirana merasa akhir-akhir ini ada yang aneh dengan tubuhnya, makan tak lahap, suasana hatinya mudah berubah, serta ia merasa mual tiap pagi. Sedangkan Derran, cowok itu tak melepas pandang dari gerak-gerik Kirana.

"Ell, gue mau ke toilet bentar, ya!" pamit Kirana, Ellena yang sedang meminum sodanya hanya memberikan jari jempolnya sebagai tanda 'iya.'

"Mau gue anter?"

Kirana menggeleng. "Gak perlu, gue bisa sendiri."

Setelah kepergian Kirana, Derran diam-diam mengikuti Kirana pergi. Saat Derran melihat Kirana masuk ke toilet, ia hanya menunggu dari luar. Namun ada yang aneh, sudah hampir lima belas menit Kirana belum keluar. Mungkin di menit ke tujuh belas, Kirana keluar dengan wajah berantakan. Apa yang terjadi padanya?

***

"Gue harus mastiin ini bukan hal buruk," tekatnya. Setelah pulang dari sekolah Kirana datang ke apotek untuk membeli alat tes kehamilan, ia tak lupa memakai masker serta menutup wajah dengan poni.

Setelah itu, ia pulang dengan tergesa-gesa. Menyembunyikan barang yang tadi ia beli di tas, hatinya merasa gelisah sekarang. Namun, kegelisahan itu mereda saat melihat sebuah kotak berwana biru muda di meja tamu.

"Bi? Ini dari mana? Ayah sama Ibu?" tanya Kirana, sang Bibi menggeleng pelan, berkata tidak tahu siapa yang mengirimkan paket tersebut, sedangkan Ayah dan Ibunya oergi dinas untuk yang ke sekian kali.

Kirana membaca alamat penerima di box, memang semuanya benar atas nama dirinya. Tapi, ia rasa ia tak memesan barang secara online. Terlampau penasaran, Kirana mulai membuka kado tersebut.

"Eh?" Kirana menutup mulutnya dengan tangan, tak menyangka saat melihat isinya. Di sana ada sepasang sepatu ballet, Kirana yakin harganya sangat mahal, melihat dari tampilannya saja terlihat mewah.

Di bagian bawah, ada sebuah catatan kecil di sana. Kirana membaca satu persatu kata yang tertulis dalam note tersebut.

Maaf, gue cuma bisa ngasih lo itu.
Semoga suka ya, Ran.
Jangan lupa dipakai, dan gue juga berterimakasih buat yang di UKS waktu itu.

Satu yang Kirana tahu, kiriman sepatu ini adalah dari Derandra. Kirana pikir, tidak ada salahnya untuk menerima hadiah Derran, kan? Apalagi sepatu lamanya sudah rusak, masih ingat bahwa sepatu yang baru sudah dibuang oleh Rendy. Beruntung sepatu lamanya masih ada waktu itu.

Kirana mengambil ponselnya, mengetik beberapa kalimat di sana.

Makasih sepatunya, bakal gue pakai, kok.

Entahlah, Kirana pikir ia harus berusaha melawan rasa takutnya sendiri. Karena tidak mungkin, seumur bidupnya akan dipenuhi perasaan traumatis. Ia pasti akan berjuang untuk sembuh.

I'm Sorry | Completed [?]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang