Petang ini jalanan kota Bandung sedang diguyur oleh hujan, hawa dingin terasa begitu menusuk tubuh. Namun, seorang pria berjalan dengan santainya dijalanan yang panjang itu sembari bersenandung kecil.
Menyenangkan rasanya bisa berdiri dibawah guyuran hujan yang membasahi tubuh.
Seharusnya sore ini Mahendra pulang sekolah dijemput oleh ayahnya, akan tetapi tadi Jaffas menghubungi bahwa hari ini dia tak bisa menjemputnya terlebih dahulu karena ada meeting mendadak.
Disisi lain Mahendra juga mencoba menghiraukan beberapa bagian anggota tubuhnya yang terasa perih karena tertimpa air hujan, luka itu ia dapatkan karena suatu kejadian beberapa jam yang lalu.
Flashback on:
Bel pulang sekolah yang menggema berbunyi beberapa menit lalu, semua siswa dan siswi sudah berhamburan keluar kelas. Kecuali satu orang, yaitu Mahendra.
Kesialan hari ini tertimpa pada pria itu, baru saja ia akan menginjakan kakinya keluar kelas tetapi sudah ditahan oleh seorang murid kelas sebelah yang seringkali membuat onar.
"A-ada apa Reyhan?" Tanya Mahendra dengan raut wajah terkejut.
"Gue benci!" Ucap pria itu dengan lantangnya.
"Benci apa?" Dengan bodohnya Mahendra menanyakan hal itu.
"Benci waktu lihat orang sialan kaya lo bahagia dihadapan mata gue!" Bentak Reyhan dengan tatapan tajamnya. Pria itu menjeda ucapannya sebentar, "Menurut gue, cowok yang udah hancurin cewek itu gak pantes bahagia!"
"Tapi aku gak pernah hancurin Rea," Lirih Mahendra dengan kepala menunduk.
"Jangan sebut namanya. Lo yang udah bikin dia gak ada lagi di dunia ini!" Bentak Reyhan dengan nada tinggi yang membuat Mahendra sangat terkejut.
"Kamu bertingkah seolah-olah jadi manusia yang paling menyedihkan dimuka bumi ini sampai buta bahwa diluaran sana ada banyak yang lebih menderita daripada kamu!"
Bugh!
Tanpa memerlukan hitungan detik dan aba-aba, kepalan tangan Reyhan berhasil mendarat di wajah yang masih terdapat beberapa lebam itu.
Mahendra menampilkan seringai saat menyadari bahwa Reyhan selalu termpramental seperti anak kecil, jujur saja ia sudah tak terlalu takut pada pemuda itu.
"TERUS AKU HARUS APA?! Tanya Mahendra dengan nada tak kalah tinggi dengan pria yang berada dihadapannya.
Mahendra mencoba mengontrol pernafasannya yang terasa tak karuan, "Aku gak ngerti, Rey..." Lirihnya.
"Gue tahu lo bodoh dalam pelajaran, tapi lo gak mungkin bodoh soal hal dewasa!" Ucap Reyhan lalu sedetik kemudian mendorong tubuh Mahendra hingga sang empu jatuh kelantai.
Bugh!
Satu tinjuan kembali berhasil mendarat diperut Mahendra. Pria itu hanya bisa meringis pelan dan mencengkram perutnya yang kini terasa sakit nan mual.
Sedetik kemudian Mahendra dibuat bingung oleh Reyhan karena pria itu tak dapat lagi membendung air matanya, dia mengeluarkan air mata dengan wajah yang berwarna merah padam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pertama
FanfictionMasalah dan kesulitan seakan menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya, sebuah beban yang harus dipikul tanpa suara, meski sering kali tak terlihat oleh yang lain. Sebagai anak pertama, ia merasa bertanggung jawab atas segalanya, mengutamakan ke...