抖阴社区

13 : Overthinking

Mulai dari awal
                                        

"Asal lo tau... Dulu gue benci sama dia, tapi kenapa disaat gue udah mulai nerima Rea, dia malah pergi?!"

Reyhan menunjuk Mahendra dengan jari telunjuknya, "Dan lo... udah hancurin hidup dia, sialan!" Ucapnya lalu sedetik kemudian menampar pipi kanan Mahendra hingga pipi mulus itu berwarna merah dan sedikit mengeluarkan darah saking kerasnya tamparan yang diberikan.

Tak sampai disitu, Reyhan kembali membabi buta memberikan tinjuan bak orang kesetanan pada Mahendra hingga tubuh itu terkulai lemas dilantai. 

Flashback off.

"Siapa?"

"Gak tahu,"

"Siapa, Mahendra?!"

"Gak tahu, Ayah,"

Begitulah perdebatan antara ayah dan anak sedari Mahendra pulang sekolah sekitar pukul lima sore tadi.

Jaffas marah besar melihat keadaan putranya sekarang. Bagaimana tidak? Toh, anak sulungnya itu pulang sekolah seperti sesudah pulang perang.

Baju yang basah, lusuh dan kotor, serta banyak bercak darah yang menempel diseragamnya itu. Jangan lupakan wajah dan kedua lengannya dipenuhi dengan lebam, dan yang lebih membuat Jaffas geram yaitu Mahendra tak menjawab pertanyaannya sama sekali.

"Ayah harus tau, son..." Jaffas sedikit merendahkan nada bicaranya yang sedari tadi tak bisa ia kontrol.

"T-tap—"

"Jangan terlalu tertutup sama ayah, ini masalah penting." Ujar pria paruh baya itu lalu menepuk pundak putranya.

"Pasti orang yang ngelakuin ini orang yang sama kan?" Jaffas menanyakan sesuatu yang belakangan ini selalu menghantui pikirannya.

Mahendra dibuat bungkam seribu bahasa. Sebenarnya ia ingin sekali menceritakan masalah dan keluh kesahnya, namun disisi lain ia juga berpikir bagaimana nantinya jika semua masalah menyatu begitu saja tanpa bisa ia susun lagi.

"Leon, Jion, kalian tahu sesuatu?" Tanya Jaffas pada putra kedua dan bungsunya yang sedari tadi menyimak pembicaraan.

Sontak kedua insan itu yang merasa dipanggil menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Tak ada sepatah katapun yang mereka ucapkan, sungguh.

Jion menggerutuki dirinya sendiri dalam hati. Padahal bibirnya ingin sekali ia buka untuk membicarakan firasatnya tentang siapa yang membuat kakak sulungnya itu menjadi seperti ini, tapi ia takut ada kesalah pahaman lagi.

Jaffas hanya bisa menghela nafas panjang lalu memijit pelipisnya, "Mahendra, nanti jam delapan malam keruangan kerja ayah oke?" Perintahnya yang dibalas anggukan lemah oleh si empu.

Jaffas hanya bisa menghela nafas panjang lalu memijit pelipisnya, "Mahendra, nanti jam delapan malam keruangan kerja ayah oke?" Perintahnya yang dibalas anggukan lemah oleh si empu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam didinding menunjukan pukul delapan malam pas, dan sesuai perintah Jaffas tadi, Mahendra segera pergi keruangan kerja ayahnya itu.

PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang