"Asalamu'alaikum, ya ahli ubur." Sandi mengucapkan salam pada batu nisan.
Sekarang mereka sedang berada di tempat pemakaman. Wiliam berdiri di sebelah Sandi.
"Ibu apa kabar? Rumahnya jadi kotor, ya Buk. Karna nggak ada aku," ucap Sandi sembari membersihkan gudukan tanah kuburan. Ada banyak sampah daun, serta rumput liar yang tumbuh diatasnya.
Wilian ikut berjongkok. "Ibu Fatma, apa kabar? Perkenalkankan, nama saya Wilian teman kuliah Sandi."
Seketika Sandi langsung menoleh, sebelah alis terangkat, menatap Wilian penuh selidik.
"Why?" Wilian terlihat bingung, apa ia salah berucap? Tolong maklumi Sandi, ini pertama kali ia mengujungi pemakaman.
"Tahu dari mana nama ibuku?"
Oh Good!
"Aku tahu dari kartu keluargamu. Saat kita diminta untuk mengumpulkannya, waktu itu hehehe." Wilian tertawa cangung sambil mengaruk rambut padahal tidak gatal sama sekali.
Sandi hanya menganguk pelan. Setelah membersihkan makam, ia berlanjut membacakan do'a agar Ibu tenang di sana.
Mereka kembali ke hotel saat adzan magrib tiba. Wilian langsung merebahkan diri di atas ranjang, wajah tampak lesu.
Mendengar suara adzan, Sandi bergegas ke kamar mandi untuk berwudhu. Setelah itu, ia menggelar sajadah melaksanakan ibadah shalat magrib.
Wilian merubah posisi tidur menjadi duduk, ketika mendengar suara ponsel di dalam kantung celana yang berdering sebentar. Kontak bernama Father mengirimkan foto seseorang lengkap berserta identitasnya.
"Hah, kasus apa lagi ini?" gumam Wilian sambil menaruh ponsel di atas meja dekat lampu tidur. Ia menatap Sandi yang tampak khusyuk beribadah.
"The perfect boy!" celetuknya kagum.
Andaikan Wilian seorang gadis, pasti ia sudah menjadikan Sandi sebagai suami. Bagaimana tidak kagum?
Sandi nyaris seperti laki-laki yang sempurna. Sikapnya dewasa. Memang sedikit pendiam. Namun dia juga bisa banyak bicara disaat tertentu.
Taat pada agama, memiliki otak yang cerdas. Penyayang, tampan pula, harus Wilian akui bahwa Sandi sekarang jauh lebih tampan dari dia.
Wilian terseyum sendiri, membayangkan jika ia berada di posisi Sandi. Gadis mana yang akan menolak? Hahaha.
"ASTAQFRILLAH, WILIAN!" teriak Sandi histeris sambil menguncangkan pundak Wilian hingga sang empu berjingit kaget. Detak jantungnya seperti orang maraton.
"Shit! Aku kaget tahu!" Wilian menatap kesal. Tetapi malah dibalas senyuman lega oleh sang lawan bicara.
"Alhamdulillah. Akhirnya kamu sadar juga. Aku kira tadi kamu kesurupan setan." Ucapan itu lolos begitu saja dari bibir Sandi.
Ia khawatir melihat Wilian yang tadi senyum sendiri seperti orang gila.
Satu alis Wilian terangkat, raut wajah menjadi penuh tanda tanya. "Apa itu kesurupan, Sandi? Istilah dari mana?"
Sandi menghela napas gusar seraya mengacak rambut frustasi. Ia lupa kalau mereka beda agama mana paham kesurupan.
Kini berganti Wilian yang menjadi khawatir melihat ekspresi Sandi. Ia meraih lengan berotot Sandi yang terbalut baju koko putih."Apa sejenis hantu?" tanya Wilian dengan suara pelan. Ia lantas terseyum melihat Sandi yang mengangguk.
"Kamu tenang saja. Aku tidak takut dengan ... apa itu, ah ya! Aku tidak takut dengan kesurupan!" ucap Wilian percaya diri.
Helaaan napas lelah terdengar begitu jelas dari bibir Sandi, ia ikut berbaring di samping Wilian menatap langit-langit kamar.
"Sabar aja sabar. Orang sabar makin ganteng," gumam Sandi menjadi ngawur.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Boy
Teen FictionSingkat saja, hanya impian kecil seorang remaja laki-laki yang berusaha merubah hidupnya diabang kehancuran mental. Entah sampai kapan, dia mampu bertahan. "Mau tahu, kenapa gue benci sama lo? Karna muka lo itu menjijikan sialan!" Satu tamparan men...