抖阴社区

9. Kangen Mama

1.1K 101 16
                                        

Mari kita kembali ke beberapa minggu yang lalu, tepatnya saat si kembar tiga kehilangan salah satu barang milik mereka.

Saat si kembar tiga pergi ke kantin. Sam masuk ke kelas mereka. Pertama, ia membuka tas milik Halilintar lalu mengambil botol minumnya, berikutnya tas Taufan, mengambil sepasang baju olahraga, terakhir tas Gempa, mengambil tempat pensilnya.

Tentu saja, sebelum melakukan aksinya itu, Sam lebih dulu pergi ke lab.komputer untuk memutus sambungan CCTV di kelas X.4. Ia juga mengancam murid-murid di sana supaya tutup mulut. Dengan apa? Tentu saja dengan uang.

Setelah memastikan semuanya aman terkendali. Sam pergi ke lab.kimia. Perlu kalian tahu jika lab.kimia adalah ruangan milik Sam pribadi. Sebab dia pernah menyumbang untuk sekolah ini dalam jumlah yang tidak sedikit, kepala sekolah pun membolehkannya untuk menempati lab.kimia sebagai ruangan pribadinya.

Sam tersenyum puas begitu sampai di lab.kimia, dengan buru-buru ia mengeluarkan barang curiannya. Baju olahraga milik Taufan diambil lebih dulu, lalu ia mengendus-endus baju itu seraya mendesah.

Keinginannya untuk mendapatkan putra dari sahabat karibnya–Amato pun semakin besar.

“Ahh.. Keenan. Aku sangat merindukanmu,” ujarnya lirih.

“Keenan.. aku kesepian tanpamu.. sialan, kenapa aku membunuhnya..”

Sam meletakkan baju olahraga itu di dalam tas. Ia lalu mengambil buku berukuran kecil dan sebuah pena. Ia merogoh tas miliknya, mengambil kamera kesayangannya.

Ratusan– bahkan ribuan foto-foto yang ia ambil dalam beberapa tahun ini pun dibuka. Ia mulai mencatat sesuatu di buku kecil itu.

“Halilintar, pernah mendapat juara satu pencak silat tingkat internasional. Ini akan susah, aku yakin sekali,” gumam Sam sembari terus menulis. “Taufan, aku tak pernah lihat anak itu berlatih atau menguasai bela diri. Hmm, mungkin ini bisa. Gempa, dia pernah menghentikan tawuran.. bahkan bisa menjatuhkan preman. Aku rasa ini sedikit susah.”

Tak! Sam melempar pena itu ke meja, ia membaca dengan teliti apa yang ia tulis barusan. Setelah itu senyum mengerikan mengembang di bibirnya.

“Hmm, yang mana, ya..?”

Netra hitam Sam melirik pada beberapa foto yang telah dicetak. Ia mengambil tiga buah. Menatapnya satu persatu dengan perasaan yang amat gembira.

“Merah, biru, cokelat. Semuanya sangat indah, aku tak bisa memilih salah satu dari mereka,” ucapnya dengan nada sedih. “Tapi tak apa, satu saja sudah cukup.”

Sam tertawa keras. Ia tak perlu khawatir suaranya akan terdengar sampai di luar, karena ruangan ini kedap suara jadi ia bisa sepuasnya tertawa atau berteriak keras.

“Amato.. kau memang sahabatku, tapi kau telah merebut cinta pertama dan terakhirku. Kau benar-benar bajingan tua, tunggu saja pembalasanku.”

Lagi-lagi suatu hal terlintas di benaknya, membuatnya semakin bersemangat untuk mendapatkan salah satu dari tiga putra Amato.

“Bahkan Tuhan pun langsung memberiku sebuah rencana yang menyenangkan,” gumam Sam. Ia segera membereskan barang-barang miliknya ke dalam tas.

“Maafkan aku, Solar. Tapi aku harus menggunakanmu supaya rencanaku berjalan lancar.”

.

.

.

Satu hari kemudian.

Sam menatap tak suka pada remaja bernetra hijau yang tengah memohon pada salah satu polisi di sana. Ia memutar otaknya untuk mencari sesuatu yang bisa dilakukannya nanti.

Bittersweet [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang