抖阴社区

10. BINVS : HARI LIBUR

11.7K 1.3K 409
                                    

Jangan lupa vote dulu sebelum baca.
VOTE dalam mode offline masih bisa
gratis!

Terima kasih supportnya yang sudah mau vote, komen, dan share cerita ini.

HAPPY READING!

10. BINVS : HARI LIBUR

  
Wira yang sedang berjalan berdampingan bersama Dai, Alip dan Angkasa di koridor asrama sontak menghentikan langkahnya saat melihat dua perempuan yang sedang berinteraksi di depan sana. Mereka adalah si cewek tomboi bernama Tsana dengan topi hitam serta kalung silver yang melilit di lehernya, sedang mengobrol santai bersama Yaya. Beberapa kali Tsana meledeknya dan itu membuat Yaya tersipu malu.
   
“Gawat!” pekik Wira.
   
“Bahaya!” sahut Dai ikut berseru.
   
Sedangkan Alip dan Angkasa saling tatap kebingungan ketika Wira dan Dai berlari untuk memisahkan dua gadis itu.
   
“Jangan terlalu dekat kalau interaksi,” ucap Dai dan Wira kompak.
   
Wira yang memegang lengan Tsana, serta Dai yang menjauhkan Yaya pun ikut kebingungan dengan apa yang mereka ucapkan. Kenapa bisa sekompak ini? Terutama Wira, heran mengapa Dai dengan gesit menjauhkan Yaya seolah-olah tak mau gadis polos itu berhubungan dengan Tsana. Wira sendiri memang bermaksud untuk mengurangi komunikasi intens antara Tsana dan Yaya. Sebab di kehidupan sebelumnya, dua gadis itu telah melenceng terlalu jauh dari norma yang ditetapkan. Wira tak bisa membiarkan teman perempuannya itu kembali melakukan hal yang sama di kehidupan kali ini. Ia harus bisa mencegahnya dan membuat Tsana tetap normal seperti gadis pada umumnya.
   
“Nggak jelas banget lo berdua,” gerutu Tsana. Sedangkan Yaya hanya menunduk ketakutan. Gadis berkepang dua itu mungkin merasa bersalah.
   
“Lo nggak ingat? Di kehidupan sebelumnya lo nggak normal. Sekarang jangan di ulangi lagi,” bisik Wira pelan, supaya tak didengar oleh teman-temannya.
   
Tsana mendelik dan langsung menabok pipi Wira. “Gue masih normal, anjir,” tegasnya.

***
   
Seperti biasa mengikuti jadwal Mingguan yang ditetapkan di Magnesium High School sejak dulu, bahwa setiap hari Sabtu sore sampai Minggu, para murid dan staf guru serta para penjaga di sekolah ini, diperbolehkan untuk menikmati hari libur di rumah masing-masing.
   
Tsana yang baru saja pulang ke rumah malam ini, langsung mendapat makian keras dari ibu serta ayah sambungnya. Anak tomboi yang mengenakan jaket kulit warna hitam serta celana jeans yang bagian lututnya sobek, terduduk di lantai dengan kepala menunduk untuk menerima cambukan gesper dari sang Mama. Dia seperti sudah terbiasa mendapatkan perlakuan seperti ini.
   
“Tau kesalahan kamu ada di mana?!” tanya Emma—ibu kandung Tsana.
   
“Tau, Ma,” jawab Tsana tak bertenaga.
   
“Satu cambukan untuk satu kesalahan. Bilang di mana saja kesalahan kamu!”
   
“Tsana pulang malam,” jawab Tsana lagi.
   
Cetar

Satu cambukan gesper itu berhasil mendarat di punggung Tsana setelah menyebutkan kesalahan yang diperbuatnya.
   
“Tsana turun masuk kelas Stupid,” ungkap Tsana, dan lagi-lagi mendapatkan cambukan.
   
“Tsana salah. Gara-gara Tsana, Jack jadi ikut masuk kelas Stupid.”
  
Rintihan sakit akhirnya keluar dari mulut Tsana saat cambukan terakhir begitu kuat menggempur punggungnya. Ia mendengar kalau ayah sambungnya itu menegur Emma  supaya berhenti menghukumnya. Pria tua yang sedang minum kopi sambil membaca koran di sofa hanya menatap datar Tsana tanpa mau membantunya berdiri.
   
“Kamu tau kalau Jack mentalnya terganggu, tapi kamu malah bawa dia masuk kelas Stupid. Jack pasti semakin di-bully di sekolah. Kamu harusnya mikir buat jaga dia!” bentak Emma, membuat Tsana memejamkan matanya sebab kaget. “Kamu juga pergaulannya terlalu bebas. Coba kamu contoh Jack jadi murid teladan. Jangan bisanya cuma keluyuran tiap malam!”
   
“Sebenarnya anak Mama itu Tsana atau Jack?!”
   
Brak.
   
Terdengarlah suara gebrakan meja dari tangan Nichol—ayah sambung Tsana. Pria paruh baya tersebut menatap tajam pada Tsana setelah anak tomboi itu membentak Emma. Tak berani menambah keributan, Tsana pun berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya.
   
Sebelum membuka pintu kamar, Tsana melirik sekilas ke arah kamar Jack yang berada di sebelahnya. Terlihatlah laki-laki culun berkacamata bening yang sedang berdiri di ambang pintu sambil memainkan kukunya. Jack seperti ingin mengatakan sesuatu, namun tak berani menyapa.
   
“Papa lo nikah sama mama gue cuma buat memenuhi keinginan lo yang butuh seorang ibu. Sedangkan gue sebagai anak kandung mama nggak dapat keuntungan apa pun selain kekerasan,” ucap Tsana pada Jack.
   
Mendengar kalimat tersebut, Jack semakin menunduk merasa bersalah. Namun, laki-laki berkacamata itu tak mampu mengatakan sepatah kata. Tsana hanya tersenyum tipis melihat kondisi Jack yang sangat sulit bersosialisasi. Dia masuk kamarnya tanpa pamit pada Jack.
   
Sekitar sembilan menit setelahnya, Tsana kembali membuka pintu kamar dan melongok ke arah kamar Jack. Dia kaget melihat laki-laki itu sudah mengubah tampilannya menjadi sangat maskulin. Kacamatanya di lepas, kepalanya lurus menatap ke depan dengan dagu yang  sedikit terangkat, sehingga tubuhnya terlihat tinggi nan tegap sebab tak lagi menunduk seperti tadi. Sudut bibirnya terangkat melemparkan smirknya ke arah Tsana.
   
Merasa kepergok sebab mengintip, Tsana bergegas kembali ke kamarnya. Namun, pergerakannya kalah cepat dengan Jack yang sudah mencekal bahu Tsana.
   
“Jangan karena Jack merasa bersalah, lo jadi bebas ngobrol sama Jack, apalagi nyindir dia,” ucap Jack dingin. Ah tidak, dia bukan Jack. Melainkan kepribadian Jack yang lain yang sering disebut dengan panggilan Rem.
   
“Lo yang tadi siang retas komputer Wira, kan, Rem?” tanya Tsana memberanikan diri.
   
“Pintar juga tebakan lo.”
   
“Lo ngapain neror dia?”
   
Rem tidak menjawab. Laki-laki itu lantas pergi keluar lewat jendela kamarnya agar tidak ketahuan oleh orang tua mereka. Tsana bergidik ngeri membayangkan betapa berbahayanya Jack jika tubuhnya diambil alih oleh Rem, si laki-laki misterius yang sulit dideteksi perilakunya. Setiap malam Minggu selalu keluar secara misterius entah ke mana. Wataknya sangat berbanding terbalik dengan Jack yang terlihat culun. Beberapa kali Tsana pernah dicekik oleh Rem sebab rasa benci yang laki-laki itu simpan terhadapnya. Hal itu membuat Tsana tak berani sembarangan mendekati Jack maupun Rem. Rem pernah mengancam Tsana untuk tidak memamerkan hubungan saudara tiri mereka di depan publik. Tsana hanya menurut tanpa berani membantah, meski ia harus menerima hukuman dari orang tua dengan alibi tidak becus menjaga Jack di sekolah.

BUT I'M NOT VERY SMART! || [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang