****
Gemercik air hujan mulai membasahi tanah namun hal itu tak membuat kegiatan di ibu kota terhenti, jalan-jalan Masi di padati pengendara yang berlalu lalang menghindari macetnya ibu kota.
Jam Masi menunjukkan pukul setengah enam pagi namun cuaca pagi ini nampak tak mendukung, rasanya mata yang kantuk suntuk saat mengawali pagi dengan gerimis hujan.
Derrt..derr...
Aaaa, suara ciri khas orang bangun pagi menggemah di dalam rumah sederhana.
"Ada apa ris?" Tanya Damar, menyender di bahu rosban sembari mengumpulkan nyawa matanya Masi terasa kantuk, sekarang saja ia belum membuka matanya.
"Sebel ahhh, masa gue di panggil Ris!" Rajuk si penelpon.
"Sorry dek, biasanya Riselda yang suka bawel pagi-pagi," tutur Damar.
"Sore ini temanin gue ke anak-anak yah, gue mau ajarin mereka berhitung tapi lo tahu kan gue goblok hehe," terdengar suara tawa Maya di sebrang sana.
"Apa si yang nggak, buat Ade gue." ucap Damar lalu mulai merapihkan seprai di rosban kayu sederhana yang ada di kosannya.
"bye anak goblok," ejek Damar sebelum mematikan panggilan, karna tentu Maya sudah mengomel di sebrang sana.
***
"Akhirnya ketemu juga, sama si anak haram!" Radit beserta kedua temanya mulai mengitari Damar.
"Lo kangen?!" Damar tersenyum kearah Radit.
"Yes, Gue kangen, kangen nyiksa lo." Radit tersenyum smirk.
Damar mulai melangkah mendekat lalu memeluk tubuh Radit.
BRUK
Tubuh Damar terpelanting ke lantai marmer yang dingin.
Seolah menghapus jejak noda di bajunya, Radit membersikan pakaiannya setelah menghempaskan Damar.
"Gak Sudi gue di sentuh anak haram! kaya lo." Kedua teman Radit mulai mencoreti wajah Damar.
Hemmm...
Hemmm...
Mmmmm
Damar mulai meronta namun tak bisa mengeluarkan suara karna Radit yang mencengkram mulut Damar hingga tak bisa mengeluarkan suara lagi.
"Siksa Dit, kalau ini buat loh puas! gue gak bakal pernah benci sama lo." Benak Damar, sungguh baginya tak ada sedikitpun tersirat rasa benci apalagi dendam untuk Radit.
Setelah kepergian Radit CS, Damar mulai membilas wajahnya dari tinta spidol yang di coret kan Radit.
Di depan sana Damar mengamati wajahnya yang telah bersih dari semua coretan.
"Gak papa Amar lo Kuat, Hehe." Tawa yang di keluarkan Damar membuat dirinya nampak menyedihkan.
****

KAMU SEDANG MEMBACA
DAMAR GRALINO [END]
Teen FictionDamar selalu tahu bagaimana membuat orang lain tersenyum, tapi tidak semua senyuman berasal dari kebahagiaan. Hidup membawanya melewati banyak tempat-panti asuhan, jalanan yang tak pernah benar-benar ramah, hingga gerbang sekolah yang menjanjikan ma...