Happy reading!
***
"Zevesh, aku mau pulang!"
Entah sudah berapa kali Cesha mengatakan hal yang sama. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, gadis itu ingin segera pulang tapi Zevesh tidak mau mengantarnya.
Pemuda itu berjanji akan mengantar setelah hujan reda, tapi kenyataannya sudah terhitung satu jam setelah hujan reda tapi tetap saja dia tidak mau mengantar.
Mereka berdua kini tengah menonton di ruang keluarga, Zevesh duduk bak raja dengan merangkul pundak Cesha mesra. Tangannya sedari tadi tidak tinggal diam, melakukan hobinya-memainkan surai halus Cesha.
Seakan tidak mendengar permintaan Cesha, laki-laki itu berpura-pura fokus pada film yang ada di depannya.
Dia hanya ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi dengan Cesha, tapi nampaknya gadisnya itu tidak peka!
"Zevesh!"
"Apa sayang?" Zevesh menunduk, memperhatikan wajah Cesha yang tengah menatap kesal.
"Mau pulang,"
"Kenapa nggak suka banget kalo lagi sama aku, hm?"
"Bukan gitu ih!"
"Terus kenapa?"
Cesha tak menjawab, tiba-tiba ingatannya terlempar waktu ia menjawab telepon Nes. Berbagai pertanyaan hinggap di otak cantiknya, apa sebenarnya yang ingin Nes katakan pada kekasihnya?
Selama ini dia diam saja karena mengira Nes tidak benar-benar menyukai Zevesh. Akan tetapi setelah memperhatikan gerak-gerik Nes beberapa hari ini dia mulai curiga jika Nes memang benar-benar menyukai Zevesh.
Bagaimana jika Nes berhasil menarik perhatian Zevesh?
Bagaimana jika nanti Zevesh luluh akan rayuan Nes?
Dering ponsel menyadarkan Cesha, ia memperhatikan Zevesh yang akan menjawab telepon itu.
Dalam hati Cesha bertanya-tanya. Siapa yang menelepon Zevesh? Dan apa yang orang itu katakan padanya sehingga membuat Zevesh menyeringai?
"Hm," dehem Zevesh sebelum mematikan ponselnya.
"Siapa?" Cesha bertanya cepat.
Zevesh mengelus pipi Cesha lalu berujar, "aku antar kamu pulang."
"Siapa Zevesh?!" tuntut Cesha.
"Klien sayang,"
"Kamu mau pergi ke mana?"
"Bukannya tadi kamu mau pulang?" Zevesh menghembuskan napasnya, "ayo aku antar."
Cesha berdecak kesal, sedari tadi Zevesh tidak menjawab pertanyaannya. Walaupun begitu, ketika Zevesh menuntunnya keluar ia tidak protes, masa bodoh dengan siapa tadi Zevesh bicara. Dia hanya ingin segera pulang dan mengistirahatkan tubuhnya yang terasa begitu lelah hari ini.
Perjalanan keduanya diisi keheningan. Cesha tertidur tidak lama setelah Zevesh mengemudikan mobilnya. Sedari tadi tangan Zevesh tidak berhenti mengelus lutut Cesha, memberikan kenyamanan agar gadis itu tidak terbangun.
"Astaga Zevesh! Kapan kamu di sini?" itu adalah teriakan Cinthya. Wanita yang tengah menonton di ruang keluarga itu terkejut bukan main saat Zevesh tiba-tiba saja berjalan melewatinya.
Zevesh melirik Cinthya tajam, "diam!" gertaknya. Akibat wanita itu berteriak terlalu keras Cesha yang berada di dalam gendongannya menjadi terusik.
Cinthya yang baru saja ingin melihat keadaan Cesha menghentikan langkahnya ketika Zevesh lebih dulu berjalan ke atas. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku pemuda itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
LUMINESCENCE
Teen FictionZevesh tegaskan gadisnya itu LUMINESCENCE untuknya. Zevesh percaya bahwa poros hidupnya hanya berpusat pada gadisnya. Zevesh berani bersumpah bahwa tak ada yang lebih berharga daripada gadisnya di dunia yang fana ini. Gadis Zevesh segala-galanya un...