Maudy.
Maudy.
Maudy.
Secuil nama yang sampai hari ini masih mengusik benak Sashi. Sebenarnya ada hubungan apa antara Papa dengan Tante Maudy? Apa mereka berpacaran? Atau malah ... Papa ingin menikahi perempuan itu? Karena akhir-akhir ini Papa sering menghubungi dan dihubungi perempuan bernama Maudy tersebut.
Sashi menghela napas berat, kakinya diayun gontai menuju kantin. Pagi ini perutnya terasa lapar dan tadi dia tidak sempat-oh, sengaja tidak sarapan di rumah karena masih dilanda bete kuadrat!
"Sas!" Suara Clairine menyadarkan Sashi dari kegalauan. Ia tolehkan kepala dan mendapati Clairine berlari kecil mendekati meja yang ia tempati lalu duduk di sebelahnya. "Aku punya tiga tiket Theater nih. Mau nggak? Free for you."
"Aku lagi nggak mood." Sashi merebahkan kepala ke atas meja.
Buat Clairine kontan mengernyit sambil memiringkan kepala, menatap Sashi.
Yang ditatap tampak mengerucutkan bibir. "Kayaknya papaku punya pacar deh."
"Hm? Memangnya kamu liat langsung papamu bawa pacar?" tanya Clairine.
Sashi menegakkan tubuh kemudian menggeleng. "Nggak sih. Tapi kemaren pas aku, Papa, sama Mbahbuk lagi di lapangan, liat lomba, tiba-tiba Papa ditelepon Tante Maudy," ungkapnya. "Terus besokannya, setelah Mbahbuk nanyain semalem Papa jadi ketemu Tante Maudy atau nggak, Papa bilang iya, dan saat itu-pas ditanya Mbahbuk-Papa lagi nunggu kabar dari Tante Maudy."
"Ha?" Clairine menunjukkan ekspresi kaget.
"Yang aku tahu, orang pacaran tuh suka berkabar gitu. Jadi kemungkinan Papa nunggu kabar Tante Maudy karena ..." Menjeda kalimat, napas Sashi terhela berat. Ingin rasanya ia mengelak bahwa cinta Papa untuk Mama sudah digantikan dengan sosok lain, tapi mengingat apa yang ia dengar dan liat kemarin, membuatnya lagi-lagi hanya mampu menarik napas. "Aku nggak mau punya ibu tiri, Clai. Aku nggak suka Papa deket perempuan lain. Aku penginnya liat Papa sama Mama. Tapi mamaku udah nggak ada."
"Sas, I don't know how you're feeling right now, but I hope what you're thinking isn't true," ujar Clairine, mencoba menenangkan.
Kepala Sashi mengangguk pelan. "I hope so too, but I'm not sure." Menghela napas panjang dan berat. "Can you reassure me that this is just my feeling?" pintanya, menatap Clairine dengan putus asa.
Clairine melipat kedua tangannya diatas meja sembari mencondongkan tubuh ke depan, membalas tatapan Sashi. "What you feel is what you think. So the only one who can ease it is yourself."
Bahu Sashi merosot lesu. Ia rebahkan lagi kepalanya ke atas meja.
"Mending kamu tanyain dulu ke papamu, apa bener Tante Maudy itu pacar papamu. Takutnya kamu udah overthinking kayak gini, eh, ternyata Tante Maudy bukan pacar papamu," usul Clairine yang tak disepakati Sashi.
Sashi mendongak menatap temannya itu. "Kalau mereka nggak pacaran, kenapa sering teleponan? Terus, ngapain kemaren papaku nunggu kabar dari Tante Maudy?"
"Ya juga sih." Clairine manggut-manggut, berubah pikiran.
"Iya, 'kan?" timpal Sashi sebal. Napasnya terhela panjang. "Seandainya mamaku masih ada, pasti aku usahain biar Mama dan Papa balikan," gumamnya muram. "Kira-kira kalau aku cerita ke Om Aryo, Om Aryo bakal marah nggak ya sama papaku?"
"I don't know, Sas," geleng Clairine, mengedikkan bahu. "Because adults are hard to predict."
"And they get emotional easily. Even though sometimes we just asking," sambung Sashi yang disetujui Clairine melalui anggukkan. "So, apa aku harus ngobrol sama Papa soal ... Tante Maudy?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditional Love [Completed]
RandomJennaira Sashikirana baru saja kehilangan ibunya-satu-satunya tempat berpulang. Lalu, di tengah duka, datang seorang pria bertato dengan sorot mata asing. Aditya Putra Prasojo, katanya. Mantan suami ibunya. Ayah yang tak pernah Sashi kenal. Ia datan...