Warning ⚠
Di harapkan kepada para Riders untuk bersiap dengan plot twist yang tidak terduga pada chapter ini. Jangan lupa tinggalkan Vote, komentar, dan kencangkan celana dalam kalian semua!
Selamat membaca...
By : Author new 🍁
Dengan langkah yang penuh percaya diri, bahkan cenderung angkuh, Adel memasuki kediaman Shani seorang diri. Tak ada bodyguard yang biasa mengiringinya, tak pula ada siapa pun yang menemani. Ia datang hanya membawa tekad, amarah yang terkontrol, dan dendam yang sudah lama ia pendam.
Penjaga gerbang mansion Shani memberinya izin dengan mudah. Bukan karena mereka tak waspada, melainkan karena ini bukan kali pertama Adel datang ke sini. Hubungan darah mereka-meski ternoda oleh kebencian dan dendam-masih cukup menjadi alasan untuk menghindari kecurigaan.
Shani merupakan anak dari seorang Ayana, adik kandung almarhum sang ayah. Ia merupakan sosok kakak kandung David, pria yang dulu terobsesi secara tidak sehat dengan Gracia, saat masih SMA. Sifat obsesif yang sama mengalir dalam darah keluarga itu, dan Shani adalah wujud yang lebih licik dan berbahaya.
Langkah-langkah Adel terdengar mantap di koridor mansion itu. Di setiap langkah, ia berusaha menahan emosi yang hampir meluap-luap. Bayangan ancaman Shani terhadapnya dan Gracia terus menghantui pikirannya. Sebuah ancaman yang, jika ia lengah, bisa menjadi kenyataan.
Namun ada satu rahasia besar yang hanya Adel ketahui. Gracia tak pernah tahu bahwa Shani adalah bagian dari keluarganya. Wanita itu menyembunyikan silsilah keluarganya rapat-rapat dari publik, terutama sejak tragedi besar yang melibatkan keluarganya. Adel membunuh ayahnya sendiri demi melindungi Gracia, dan sejak itu keluarga besar Nantanio mencapnya sebagai pengkhianat. Termasuk Shani, yang sudah sejak lama iri pada kesuksesan Adel.
---
Ketika tiba di dalam mansion, Adel menyapa salah satu pelayan dengan suara sopan namun penuh wibawa. "Di mana Shani?" tanyanya singkat.
Pelayan wanita itu membungkuk hormat dan segera berlalu untuk memberitahu tuannya. Shani, yang sedang berada di kamarnya, tersenyum sinis mendengar kabar tersebut. Ia memandang bayangannya sendiri di cermin, menyeringai penuh kemenangan. "Akhirnya kau datang juga, Adel" gumamnya, sebelum memberikan instruksi tegas kepada pelayannya. "Bawa dia ke ruang tamu. Aku akan menunggunya di sana."
Shani melangkah ke ruang tamu dengan santai, sikapnya seperti seorang ratu yang siap menerima audiensi.
Saat pelayan kembali untuk mengantar Adel, Shani sudah duduk di sofa panjang yang empuk, matanya berbinar penuh rasa puas.
Adel memasuki ruangan itu dengan tatapan dingin, penuh perhitungan. Langkahnya mantap, menciptakan suara lembut sepatunya di lantai marmer yang mengkilap.
Di tengah ruangan, Shani duduk dengan santai di sofa besar berlapis kulit hitam, senyumnya hangat, tapi matanya memancarkan sesuatu yang lebih dalam-rasa puas bercampur sinisme. Seolah-olah kedatangan Adel adalah bagian dari skenario yang sudah lama ia nantikan.
Adel berhenti sejenak di ambang pintu, memperhatikan sekeliling ruangan itu. Desain interiornya mengesankan. kemewahan yang dingin-dinding dihiasi lukisan-lukisan klasik, sementara di setiap sudut ruangan berdiri meja kecil. Di atas meja-meja itu, terlihat senjata api berbagai jenis yang dipamerkan dengan kaca pelindung, seperti trofi perang. Pandangannya terhenti pada satu senjata revolver antik yang terlihat paling mencolok, sebelum ia kembali memfokuskan diri pada Shani.

KAMU SEDANG MEMBACA
????????? [ ?????? ]
FanfictionAdel tidak pernah mengira hidupnya akan berubah dalam sekejap. Terperangkap dalam pusaran waktu yang terus berulang, ia mendapati dunia yang ia kenal perlahan runtuh. Masa lalu, kini, dan masa depan bertabrakan dalam cara yang mustahil, memaksanya m...