Warning ⚠
Malam yang tak termaafkan. Follow, Tinggalkan Vote dan komentar untuk support author dan cerita ini. Terimakasih.
Selamat membaca...
By : Author new 🍁
Gracia perlahan berdiri dari duduknya, tangannya gemetar ketika menyibak selimut yang menutupi pahanya. Ia merapikan kasur dengan gerakan yang nyaris mekanis, seperti mencoba menata kembali sesuatu yang telah berantakan dalam dirinya. Setelah itu, ia berjalan pelan menuju nakas, membuka laci, dan mengeluarkan sebuah buku kecil. Buku itu penuh dengan coretan—cerita tentang hidupnya, kekacauan yang ia ciptakan, dan momen kebahagiaan singkat bersama Adel. Tangannya membelai sampulnya, seolah-olah mencoba menemukan ketenangan di antara lembaran itu.
Setelah memastikan semuanya rapi, Gracia meraih piyamanya yang tergeletak di pinggiran kasur. Dengan gerakan pelan, ia kembali mengenakannya, menutupi tubuhnya yang terasa begitu rapuh malam itu. Tapi perih di sisi tubuhnya tak tertahankan. Ia menemukan sapu tangan di atas nakas, melipatnya dengan cepat, dan menekannya pada luka yang terus mengalirkan darah. Tak ada pilihan lain.
Langkahnya membawa ia ke depan cermin besar di kamar itu. Ia menatap pantulan dirinya, sosok yang terlihat begitu lemah dan kacau. Mata sembab, rambut berantakan, dan luka yang terus mengingatkannya pada semua kesalahan yang telah ia buat. Di pantulan itu, Gracia berbicara kepada dirinya sendiri dengan suara lirih, penuh penyesalan. "Aku adalah kehancuran," katanya pada pantulan dirinya sendiri. Suaranya rendah, bergetar, penuh dengan kebencian terhadap dirinya sendiri. Namun, bayangan di cermin berubah. ia melihat Adel berdiri di belakangnya, menatapnya dengan mata penuh luka. Tatapan itu seperti pisau yang menembus jantungnya. Gracia membalikkan badan, berharap itu hanya bayangan pikirannya yang bermain. Namun, yang ia temui adalah sosok Oniel, berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang sulit diterjemahkan.
Oniel melangkah masuk ke dalam kamar, ekspresinya dingin namun menyimpan kepedihan. Gracia mundur perlahan, hingga punggungnya menyentuh dinginnya cermin.
"Kamu sudah mengatakan yang sebenarnya pada Adel?" tanya Oniel dingin, suaranya rendah, ada kekecewaan yang terpancarkan.
Gracia hanya diam, bibirnya bergetar, tetapi tak ada suara yang keluar. Air mata mulai mengalir, tetapi ia tak berani mengangkat wajah.
"Jawab aku, Gracia!" Suaranya meninggi, tetapi bukan karena amarah semata—ada kekecewaan yang mendalam, ada luka yang ikut berbicara. "Aku telah mempercayaimu. Kita sepakat untuk mengubur kebodohanmu, untuk melindungi Adel dari semua ini. Aku berada di sisimu, mendukungmu, memastikan dia tetap kuat untukmu. Tapi sekarang, semua itu sia-sia, Gracia! Kenapa kamu menghancurkan semuanya?!"
Gracia menggeleng lemah, air mata mengalir deras di pipinya. Ia telah mengecewakan Oniel yang memiliki perjuangan atas hubungannya bersama Adel. sahabat Adel, sekaligus adik tirinya itu pun sudah jelas sangat kecewa dan merasakan sakit. "Maafkan aku... Oniel, maaf..." suaranya lemah.
Oniel menatapnya kecewa, Kakinya terasa lemas hingga membuatnya berlutut, ia menyembunyikan wajahnya di kedua telapak tangannya. Ia juga menangis. Tangisan itu menggambarkan rasa sakit yang sudah lama ia pendam.
Bayangan-bayangan masa lalu memenuhi pikiran Oniel. Ia teringat saat melihat Gracia di klub malam itu, tampak begitu sangat menjijikkan, melayani pria yang sama sekali tak menghargainya, yaitu Fardan. Perasaan campur aduk menghantamnya. Sejak itu, ia berusaha menjadi perisai bagi Gracia, mencoba melindungi saudara tirinya itu dari kehancuran yang ia tahu akan datang.

KAMU SEDANG MEMBACA
????????? [ ?????? ]
FanfictionAdel tidak pernah mengira hidupnya akan berubah dalam sekejap. Terperangkap dalam pusaran waktu yang terus berulang, ia mendapati dunia yang ia kenal perlahan runtuh. Masa lalu, kini, dan masa depan bertabrakan dalam cara yang mustahil, memaksanya m...