Happy Reading...
***
Begitu pintu kamar tertutup, Nicola langsung berjalan ke arah tempat tidurnya dan duduk di pinggir kasur. Kepalanya tertunduk, tangannya mengepal erat hingga kukunya menekan telapak tangannya sendiri. Rasa sakit di dadanya terasa begitu nyata, seperti tusukan yang tak henti-henti.Ia menekan dadanya dengan telapak tangan, seolah berharap tekanan itu bisa meredakan perasaan yang mengganjal. Tapi percuma. Air mata mulai mengalir perlahan, membasahi pipinya tanpa bisa ia tahan.
“Kenapa dia harus muncul sekarang?” bisiknya pelan, suara itu penuh kebencian. “Setelah semua yang dia lakukan, dia masih punya muka untuk datang ke sini?”
Nicola menunduk lebih dalam, bibirnya bergetar. Air matanya mengalir semakin deras, dan Nicola tidak lagi mencoba menahannya. Ia merutuk dalam hati, mengutuk ayahnya yang telah menghancurkan keluarganya. Sosok pria yang seharusnya menjadi pelindung, malah menjadi sumber dari semua luka yang ia alami.
Tiba-tiba, suara ketukan pelan terdengar di pintu. Nicola terkejut dan buru-buru menghapus air matanya dengan punggung tangan. Dalam hati, ia merutuk keras karena lupa mengunci pintu tadi.
Pintu terbuka perlahan, dan sosok Addam muncul di ambang pintu. Nicola langsung mengalihkan pandangan, berusaha menyembunyikan bekas air matanya. Tapi Addam sudah melihat semuanya.
Dengan langkah tenang, Addam mendekatinya. Ia berlutut di depan Nicola, mempersempit jarak di antara mereka. Tangannya terulur, dengan lembut menyentuh tangan Nicola yang dingin dan gemetar.
“Nicola,” panggilnya dengan suara lembut. “Tidak apa-apa untuk menangis. Kau tidak perlu menyembunyikannya dariku.”
Nicola menggigit bibirnya, menunduk lebih dalam. Tapi saat jemari Addam yang hangat mulai mengelus punggung tangannya, ia tak bisa lagi menahan perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Tatapannya jatuh pada tangan Addam yang menggenggam tangannya dengan lembut, seolah berusaha menguatkannya. Sentuhan itu terasa begitu nyata, begitu menenangkan.
“Kenapa kau begitu baik?” bisik Nicola, suaranya hampir tak terdengar. Air matanya kembali mengalir, membasahi pipinya yang sudah sembap.
Addam tidak menjawab. Sebagai gantinya, ia menarik Nicola perlahan ke dalam pelukannya. Lengan kuatnya melingkari tubuh Nicola dengan hati-hati, seperti memeluk sesuatu yang rapuh.
Pada akhirnya, Nicola membalas pelukan itu. Tubuhnya gemetar saat ia menyandarkan wajahnya di bahu Addam. Tangisnya pecah, keras dan penuh rasa sakit. Semua emosi yang selama ini ia tahan akhirnya meluap.
“Dia menghancurkan semuanya, Addam,” isak Nicola di sela-sela tangisnya. “Dia menghancurkan hidupku dan Ibu... dan sekarang dia datang lagi seolah-olah semua baik-baik saja. Aku benci dia. Aku benci dia!”
“Sstt... aku tahu,” bisik Addam sambil mengusap punggung Nicola dengan gerakan lembut. “Aku tahu ini menyakitkan, Nicola. Tapi aku di sini. Kau tidak sendiri lagi. Kau tidak harus menghadapi ini sendirian.”
Nicola semakin tenggelam dalam pelukan Addam, merasakan kenyamanan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Pelukan itu adalah satu-satunya hal yang membuatnya merasa aman di tengah kekacauan yang melanda hatinya.
***
Nicola membuka matanya perlahan. Ia mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan pandangannya dengan redupnya cahaya kamar. Detak jam menunjukkan pukul 01.00. Dalam diam, ia mendapati dirinya masih bersandar pada Addam, yang sedang tidur dengan tenang. Wajah pria itu terlihat damai, kontras dengan malam penuh emosi yang baru saja mereka lewati.Nicola baru menyadari bahwa ia ketiduran setelah tangisnya mereda. Pelukan Addam yang hangat masih melingkupinya, seolah melindunginya dari dunia luar. Nicola mengamati wajah Addam yang tertidur, matanya perlahan menjelajahi setiap lekukan wajah pria itu. Dengan perlahan, tangannya terulur, membetulkan rambut Addam yang sedikit menutupi matanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Let The Light In
Short StoryNicola Gracelle Archie sudah lama kehilangan kepercayaan pada laki-laki. Trauma ditinggalkan ayahnya di usia 10 tahun, ditambah dengan pengkhianatan pahit dari mantan kekasihnya yang berselingkuh dua kali, membuat Nicola bersumpah untuk menjaga jara...