抖阴社区

BAB 53 | Dark Memories

1K 126 26
                                        

Dinginnya udara malam tetap berhasil menembus tubuh kokohnya meski ia sudah mengenakan jaket kulit hitam. Zein berdiri diam di tepi dermaga, tubuhnya tegap menyatu dengan bayang-bayang malam. Lampu kuning temaram memantulkan kilauan di atas genangan air jalanan. Sedangkan matanya yang tajam memindai setiap kontainer yang diangkat satu per satu oleh derek besar, bunyi logam beradu menggema di udara dingin yang berbau asin dan oli.

Hembusan napas panjang menguar. Asap tipis dari gulungan putih berisi nikotin di tangannya mengepul perlahan, menyatu dengan kabut malam, sementara gelombang kecil di bawahnya memecah dalam ritme pelan. Ada sesuatu di sini, pikirannya dipenuhi sesuatu yang lebih berat dari sekadar peti logam yang menggantung di udara.

Zein menatap wilayah laut yang gelap, kesadarannya semakin kabur, kembali ke masa lalu yang tak pernah benar-benar pergi dari ingatan.

Malam itu, langit sama gelapnya, dengan deru helikopter yang memekakkan telinga menggantikan suara logam kontainer di depannya sekarang. 

Tubuhnya yang lebih muda saat itu dipaksa berlutut di dek, tangan terikat disertai wajahnya yang lebam, keringat dingin bercucuran membasahi pelipis wajah serta punggung kekarnya. Sedangkan cucuran darah dari dadanya karena peluru yang masih menacap terus merembes dari sela-sela, menciptakan rasa nyeri yang teramat sangat menyiksa.

Tiga pria bersenjata berdiri mengelilinginya, setengah wajah mereka tertutup slayer, sedangkan sorot mata mereka dingin, tak memberi ruang bagi tawar-menawar. Bilah pisau dingin sempat menyentuh lehernya, mengancam jika ia melawan. Kemudian helikopter di atasnya mulai melayang rendah, kipasnya mencambuk angin laut hingga air memercik ke wajahnya sesaat.

Zein meronta, tapi tangan yang kuat mencengkeram lengannya seperti baja, menyeretnya tanpa ampun untuk masuk ke dalam helikopter. Ia tidak melakukan perlawanan karena tubuhnya dibuat tak berdaya hingga botnya menyeret di atas dek yang basah dengan merah darah, menciptakan derit tajam sebelum tubuhnya dilemparkan ke lantai logam dingin helikopter. Sampai akhirnya angin kipas berputar makin keras, membawa aroma garam laut dan oli yang menusuk hidung.

Di dalam helikopter, suasana tidak lebih baik, gelap, sesak, dan penuh dengan bayangan pria-pria berslayer hitam yang mengawasinya. Seseorang menekan punggungnya dengan sepatu, memaksa Zein untuk tetap tiarap, sementara lainnya mengikat kakinya dengan tali yang kasar.

"Aarrghh.." rintih Zein menutup mata erat menahan nyeri.

Helikopter mulai terangkat perlahan, membawa mereka menjauh dari dek kapal, menjauh dari harapan apa pun.

"Shut up, or you'll die sooner than you think." (Diam, atau lo akan mati lebih cepat dari yang lo pikir.) Salah satu pria itu menggeram, suaranya berat, hampir tenggelam dalam gemuruh rotor helikopter.

Zein tidak menjawab. Tubuhnya gemetar bukan karena ketakutan, tetapi karena marah—kemarahan yang dingin, membara di bawah lapisan keputusasaan. Ia menatap keluar pintu helikopter yang terbuka, menyaksikan ombak gelap di bawah yang semakin liar, seperti mulut raksasa yang siap menelannya hidup-hidup.

Kemudian salah satu dari ketiga pria itu mendekat, wajahnya hanya setengah terlihat di bawah cahaya merah dari lampu darurat helikopter. Ia berlutut, mencengkeram rambut Zein dengan kasar dan memiringkan kepalanya, memaksa Zein menatapnya. "You know, a heroic person like you won't last long," (Lo tahu, orang sok pahlawan seperti lo gak akan bertahan lama,) katanya dengan senyum dingin di balik slayer hitam itu. "All your struggles, all your morals, they're all in vain." (Semua perjuangan lo, semua moral itu, sia-sia.)

Dengan tatapan yang mulai kabur, Zein menatap mata elang itu dengan sorot yang begitu tajam, tekadnya untuk membalaskan semuanya semakin besar. Persetan dengan kata maaf dan rasa kemanusiaan. Mata itu adalah mata yang tidak akan ia lupakan seumur hidupnya.

ZERO BASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang