Di tempat lain, pria dewasa mengendarai sepeda berhenti mengayuh dan melihat sekitar, satu per satu manusia yang tumpah ruah di taman diperhatikannya, bahkan mereka ada di area food court pun dilihatnya secara detail. Tak puas memeriksa dari sisi ini pun memarkirkan sepeda dan berjalan, manusia berbagai usia berseliweran, ada yang berkelompok ataupun sendiri-sendiri. Pula tetap berolahraga senam ataupun yoga, belum lagi anak-anak dari usia balita hingga remaja mengobrol sambil duduk ataupun bermain bola.
Ia sudah memutari bangunan di tengah taman dan tak menemukan sosok dicarinya, pun mendesah sembari mengutuk diri sendiri. Seharusnya, sebelum datang kemari, ia memeriksa GPS di mana posisi orang dicarinya? Ia mengumpat ketika titik merah itu berada jauh dari taman dan tak bergerak. Ia mulai bergerak ke arah sepeda yang diparkir bersama sepeda-sepeda lain, mengayuhnya keluar area dan kembali ada di jalur khusus jalan raya. Sepanjang jalan matanya tetap memperhatikan satu demi satu pengendara yang dijumpainya, mau beroda empat ataupun dua bahkan secara manual seperti ini. Namun, hingga sepedanya sampai di halaman rumah masih terus mengusir pikiran yang disangkalnya ada perasaan pada wanita cantik itu. Pintu garasi terbuka dari dalam, Pak Zay menyambutnya di pintu dalam garasi saat ia memasukkan sepeda dan aroma lezat masakan tak kalah membuatnya-Ahlf-menjadi kelaparan.
"Aku mandi dulu, Pak Zay rapi sekali."
"Tentu saja, hari ini akan pulang kampung," ujar Pak Zay mengenakan kemeja warna hijau Sage dilapisi sweater bercorak mozaik warna abu-abu tua.
Ahlf berhenti melangkah dan berbalik, tampak berpikir dan menghela napas kemudian. "Hari ini Pak Zay akan berangkat pulang kampung, ya? Kukira masih lama."
Pak Zay hanya tersenyum menanggapi ucapan Ahlf yang sebenarnya terdengar sedih di telinganya. Pak Zay memeriksa garasi sudah terkunci dengan benar atau tidak, kemudian masuk ke dalam rumah melewati ke ruang makan dan membuka kulkas, mengeluarkan dua butir buah apel merah lalu dikupasnya. Saat apel-apel sudah teriris di piring kecil Ahlf muncul dengan pakaian tak kalah rapi, tetapi non formal. Ahlf menatap beberapa menu yang disajikan Pak Zay di meja makan dengan liur hampir menetes. Ia bergumam saat mengunyah makanan pertanda Ahlf mensyukuri nikmat makanan yang ada di hadapannya. Apakah Pak Zay ikut makan? Tentu saja.
"Bapak makanlah yang banyak, nanti di sana akan merindukanku," puji Ahlf untuk dirinya sendiri.
Pak Zay terkekeh. "Anda pun makanlah yang banyak meski tidak ada saya di sini untuk waktu cukup lama."
"Resepnya sudah ada 'kan? Kalau mengikuti resep Pak Zay, pengganti itu akan menghasilkan masakan tak jauh beda. Aku tidak serewel itu soal makanan." Ahlf berkata di sela makannya.
"Anda berbaik hatilah nanti pada pengganti sementara saya, agar saya tenang berlibur." Pak Zay berpesan.
Ahlf mengangguk tanda ia mendengar dan menyetujui usul Pak Zay meski tak menjamin akan dengan baik melakukannya. Peralatan makan untuk sarapan selesai dicuci ada di rak atas bak cuci piring masih meneteskan air, Pak Zay melepas sarung tangan karet dan menjemurnya di tepian bak cuci piring, kemudian berbalik sudah menemukan Ahlf menarik koper dan tas jinjing milik Pak Zay dari kamar kedua. Pak Zay tersenyum dan memeriksa barang penting yang akan diberikan kepada petugas bandara ada di tas jinjing. Setelahnya, Ahlf dan Pak Zay pergi bersamaan menggunakan roda empat. Di jalan, Pak Zay mengatakan jika pengganti sementara dirinya datang hanya untuk membuatkan makanan dan membersihkan rumah tanpa berkewajiban menginap. Ahlf mulanya menolak hal itu, meminta penggantinya tinggal di rumah saja sesuai jadwal kerja Pak Zay. Namun, keputusan sang pengganti tidak bisa ditawar oleh Ahlf pyn terpaksa menyetujui.
Setibanya di bandara, Ahlf sebenarnya ingin sekali menunggu hingga Pak Zay naik pesawat, tetapi urusan pekerjaannya sudah menanti dan tak bisa ditinggal, pun akhirnya meninggalkan Pak Zay yang menunggu hingga pesawatnya siap. Pak Zay duduk di ruang tunggu sembari melihat sekitar belum ada tanda-tanda seorang pengganti dirinya bekerja di rumah Ahlf nanti datang. Bangku kosong di samping kiri Pak Zay diisi oleh seorang wanita berambut sepunggung mengenakan dress kotak-kotak berkerah persegi, berlengan panjang dan ada di atas lutut.
"Mr. Zayyan?"
Pak Zay menoleh ke samping. "Ya?"
"Perkenalkan saya Ashly, Anda benar mengajukan ini?" tanya wanita di samping Pak Zay menyodorkan satu bendel kertas tak begitu tebal.
"Ya, ini benar. Nona yang akan melakukannya?" tanya Pak Zay memastikan.
"Ya. Silakan bubukan stempel dan tanda tangan di atas materai setelah membaca semua isi peraturan di perjanjian ini. Anda tidak sedang buru-buru 'kan?" tanya wanita berambut sepunggung di samping Pak Zay.
Pak Zay membaca secara seksama data dirinya yang tertera di kertas sampai peraturan-peraturan hingga berujung membubuhkan stempel dan tanda tangan. Ashly menjabat tangan Pak Zay bersamaan dengan petugas bandara mengumumkan jika penumpang pesawat tujuan negri seberang sudah bisa naik. Pak Zay berpisah dengan wanita cantik bernama Ashly itu di sana.
To be continued.

YOU ARE READING
Recluse [The End]
Romance21+ || Don't Copy My Story! || On Going Biarpun burung kecil yang sayapnya patah itu istirahat untuk terbang, bukan berarti dia tak bisa terbang lagi. Dia hanya istirahat untuk bersiap terbang menembus awan lagi. ? Ashly RosenVqist? Bisakah aku eg...
Bab 10 | Fosil
Start from the beginning