抖阴社区

Bab 1

58.9K 4.1K 54
                                        

Bulir-bulir keringat membasahi dahinya, juga terdapat kerutan kecil di sana. Tak lama, anak itu terbangun, nafasnya tersengal dengan wajah memerah.

Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Ini kamarnya sendiri tapi nuansa dan warna dindingnya berbeda. Seingatnya dinding kamar ini berwarna biru, kenapa warnanya kembali putih seperti dulu?

Raka menyibak selimutnya, ia bangkit dari kasur. Terdiam sejenak saat merasakan ada yang aneh pada badannya. Raka berjalan ke arah cermin, detik itu juga dia mematung, badannya menyusut layaknya anak tiga belas tahunan.

Raka kembali berlari. Ia membuka handphonenya yang berada di atas nakas, matanya membelalak saat melihat tahun yang tertera di sana. Itu tahun saat Raka berumur tiga belasan. Jelas, dia masih ingat, Umurnya sebelum dia bangun dari tidur tadi 16 tahun. Artinya ... Raka mengulang waktu tiga tahun.

Dia menutup mulutnya, kemudian tergesa-gesa membuka pintu kamar dan keluar dari sana. Kakinya melangkah cepat melewati satu persatu anak tangga. Namun, di anak tangga yang terakhir Raka terjatuh karena kakinya terkilir hingga menimbulkan bunyi keras.

Orang-orang yang kebetulan berada di bawah menoleh serentak kepada si penyebab suara. Salah satu dari mereka lantas menghampiri Raka yang tertunduk dengan bahu bergetar.

"Hey, kenapa?"

Merasakan suara dan sentuhan pada kedua bahunya Raka mendongak. Ia mematung melihat tatapan teduh tanpa hina itu. Raka menutup matanya sejenak, berpikir kalau ini semua hanyalah mimpi semata. Namun, pipinya kembali disentuh. Ditepuk-tepuk pelan guna menyadarkan anak itu bahwa ini semua nyata, bukan fatamorgana.

Detik berikutnya, Raka menangis kencang. Ini bukan mimpi maupun halusinasi. Ia benar-benar kembali, kembali pada harapan yang dulu tak sempat dia dapatkan.

Namun, sebisa mungkin Raka akan mengubur dalam-dalam harapan itu. Ia tidak ingin semuanya hancur dan terulang seperti dahulu.

Selagi masih diberi kesempatan, Raka akan berubah. Memanfaatkan waktu-waktu yang sudah ia buang sia-sia menjadi berguna. Raka akan mengubah semuanya, terutama sikapnya.

Tidak ada lagi Raka yang iri, tidak ada Raka yang bersikap kekanak-kanakan tanpa mengerti situasi, tidak ada dia yang mencoba menarik perhatian keluarganya, dan tidak ada Raka yang selalu mencoba mencelakai adik kandungnya.

Terimakasih telah memberinya kesempatan.

Terimakasih sudah membuatnya sadar.

Raka benar-benar bersyukur pada Tuhan.

•••

"Raka, kenapa?" Pertanyaan itu terulang kembali. Ivan—Kakak keduanya, mengernyitkan dahi bingung. Pasalnya Raka menangis tiba-tiba, bahkan tangisannya sangat kencang. Membuat semua penghuni rumah menghampiri mereka dengan ekspresi bingung dan khawatir.

Raka menggeleng, ia menghapus air matanya. "G-gak papa. Tadi cuma mimpi buruk."

Ivan menghela napas pelan, dia mengajak adiknya untuk berdiri. Tangan Ivan terulur untuk merapikan rambut Raka yang sangat berantakan hingga menutupi sebagian matanya.

"Tadi sampe jatuh, loh. Sakit gak?" tanya Ivan. Dia memang yang paling menyayangi Raka. Namun di masa depan dia juga berangsur-angsur membenci Raka sama seperti yang lainnya.

Di masa sekarang, keluarganya masih memperlakukan Raka dengan cukup baik. Mereka tidak terlalu membenci anak itu, meski Raka membuat kesalahan palingan hanya ditegur dan dinasehati.

Puncaknya saat Raka berumur lima belas tahun, mereka terang-terangan menghina dan membencinya karena sudah terlalu jengkel dengan sikap anak itu. Bahkan, ulang tahun Raka yang ke-16 tak mereka pedulikan.

Raka menggeleng, kemudian menarik ingusnya yang keluar karena menangis tadi. Dia menatap semua keluarganya yang juga tengah menatap Raka dengan pandangan berbeda-beda. Raka malu, wajahnya tidak jelek kan? "Jangan lihat!"

"Kak Raka lucu, haha!" batin seorang yang lebih muda dari Raka, dia Kay. Dia hanya berbicara dalam hati, tidak berani mengatakan langsung karena cukup takut dengan Kakaknya itu yang selalu berwajah sinis pada dirinya.

"Kay, kenapa senyum-senyum, hm?" Evan—anak ketiga—kembaran dari Ivan. Dia mengelus rambut adik bungsunya, kemudian menggendongnya dan berlalu dari sana.

Samar-samar terdengar perbincangan mereka berdua, kemudian menghilang saat sudah terlalu jauh.

Dulu, saat Raka melihatnya dia akan kebakaran jenggot. Namun sekarang berbeda, Raka tidak akan bersikap seperti itu lagi. Ia hanya ingin hidup tenang meskipun tanpa kasih sayang dari keluarga. Lagi pula, hidup tenang dan kaya raya sudah cukup, bukan?

"Biarin aja gak dapet kasih sayang, daripada jadi gelandangan di masa depan."

Ivan menatap adik ketiganya itu. Sekarang hanya tinggal mereka berdua. Biasanya saat melihat Kay diperlakukan manis, maka Raka seakan tidak terima dan selalu menampilkan ekspresi malas ataupun benci. Tapi sekarang tidak ada ekspresi itu, yang ada hanya wajah biasa saja.

Ivan tersenyum tipis, dia sedikit berjongkok untuk menyamai tinggi orang yang tiga tahun lebih muda darinya ini. "Raka, mandi gih. Nanti turun buat makan malem, ya."

Raka mengerjab beberapa kali guna kembali pada kesadaran sebelum dia melamun singkat tadi. "Ah, iya." Dia menggaruk pipinya, dan tak kunjung beranjak dari sana.

Ivan sedikit tergelak. Kenapa si nakal ini sangat lucu?  "Mandi, Raka. Nanti turun buat makan malem," ulangnya, dia juga tidak tahu adiknya melamunkan apa hingga tak mendengar dia berbicara tadi.

Raka langsung membelakangi Ivan, terdiam sejenak kemudian melangkah pelan naik ke atas tangga. Beberapa kali menoleh ke bawah memastikan Kakaknya masih ada di sana atau tidak. Saat melihat bahwa Ivan masih ada Raka buru-buru menolehkan kepalanya ke depan. Hal itu terjadi berulang kali.

Ivan mendengus geli, adiknya itu seperti orang linglung.

Raka Alandra (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang