抖阴社区

Bab 12

39.5K 3.8K 106
                                        


Tiga hari tidak keluar rumah? Cih, bukan masalah besar. Sekarang, Raka tarik kata-kata itu. Nyatanya dia sangat kebosanan terus-terusan di rumah. Bahkan yang anak itu lakukan hanya nonton televisi, rebahan, dan bermain dengan Kay.

Untuk sekolah? Raka tetap sekolah, tapi dia selalu diantar jemput oleh supir yang dimana Raka benci itu. Ia tidak suka diantar, lebih enak berjalan kaki katanya. Atau pake skateboard punya Galaksi, xixi.

"Kak, bukan di sana. Tapi di sini." Kay memberitahu kalau Raka meletakkan potongan lego pada tempat yang salah.

Raka saat ini sedang menemani Kay bermain lego di ruang tengah, karena adiknya itu bilang kalau dia kesepian. Dan berakhir mengajak Raka untuk bermain.

Di rumah juga sepi, Gisel dan Bastian ada pekerjaan di luar sebentar. Untuk Ivan dan Evan mereka sekolah.

Kenapa Raka dan Kay tidak sekolah?  Raka bilang, dirinya ingin libur satu hari dulu. Untuk Kay anak itu memang jarang sekolah.

Raka menghela napas. Dia kembali mengambil satu potongan lego warna merah dan hendak disusunnya untuk membangun rumah yang setengah jadi itu. Namun, Kay lagi-lagi menahan tangannya.

"Kak, salah, harusnya di sini." Kay menunjuk mana yang menurutnya benar. "Kakak nih, salah mulu," dumel anak itu sembari terus menyusun permainan kesukaannya itu.

Raka menyenderkan kepalanya di atas sofa dengan dia yang duduk di lantai, anak itu memejamkan mata dan menggembungkan pipinya.

"Kay, capek," keluhnya.

Kay melirik Kakaknya yang masih betah dengan posisi seperti itu. Terkekeh kecil sebelum menjawab. "Yaudah, Kakak stop aja, biar aku yang nyusunnya."

"Kay gak capek?"

Kay terdiam sejenak. "Enggak."

"Tapi Kay pucat."

Kay hanya menanggapi dengan tersenyum tenang.

"Kay, obat itu enak?"

Kay mematung. Dia mengulum bibirnya, bingung mau menjawab apa. "Entahlah."

"Pasti gak enak kalo dimakan tiap hari," lanjut Raka. "Obat itu pait, lebih enak permen."

Kay mengangguk sembari tersenyum tipis. "Kalo boleh, aku juga gak mau nelen obat tiap hari, Kak."

Tiba-tiba Raka duduk tegak, dia memegang kedua bahu adiknya membuat si empu sedikit tersentak. "Oke, nanti kamu aku kasih obat rasa permen."

Kay memiringkan kepala. Obat rasa permen? Kay tidak pernah tahu kalau ada rasa seperti itu. Yang pastinya obat itu pait bukan manis. "Emang ada?"

Raka mengangkat bahu, dia juga tidak tahu. "Nanti Ipan yang carinya."

Kay tertawa cukup keras. Terlampau lucu dan gemas dengan sang Kakak yang blak-blakan ini. Tanpa sadar, dia mencium pipi kanan Raka dengan singkat, membuat si empu melongo.

Raka memegang pipinya dengan tatapan tak percaya yang ia tujukan pada sang adik. "Kay, gak boleh cium-cium sembarangan!"

Sementara Kay hanya cengengesan. Selanjutnya dia mencubit pipi Raka, yang dihadiahi tatapan tajam dan tepisan dari sang Kakak.

"Kay, jangan sentuh pipi!"

"Haha, iya-iya."

Raka diam. Dia memperhatikan wajah adiknya lama, meskipun sang adik masih sesekali tertawa. Namun, wajahnya begitu pucat dan bibirnya yang pecah-pecah, terlihat menyedihkan dengan dia yang tertawa seperti itu.

Kay mengernyit, kenapa Kakaknya terus menatapnya? "Kak–" Raka terbelalak saat melihat darah mengalir dari hidung sang adik, hingga anak itu tak sempat menyelesaikan ucapannya.

Raka Alandra (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang