抖阴社区

28 : dragged in

5.9K 284 30
                                        

Udara malam semakin dipenuhi aroma bensin yang menyengat, bercampur dengan asap tipis dari knalpot yang masih panas. Suara mesin mulai mereda, digantikan oleh sorakan dari penonton yang masih terpukau oleh hasil balapan.

Lampu-lampu neon yang redup memantulkan cahaya di atas aspal yang hangat, dan di garis akhir, Kai turun dari motornya dengan santai.

Lelaki itu baru saja mengalahkan tiga orang dalam satu putaran, dan salah satunya adalah Asher—–sesuatu yang jarang terjadi.

Namun, euforia kemenangan itu tidak bertahan lama.

Salah satu dari mereka, seorang lelaki bertubuh besar dengan jaket kulit hitam yang terlihat lusuh.

Dante.

Lelaki itu membanting visor helmnya ke tanah dengan kasar. Napasnya memburu, dadanya naik turun dengan geram. Di sampingnya, rekannya—Jeffery—juga menatap tajam ke arah pemenang balapan dengan ekspresi tidak senang.

"Ini kecurangan," desis Dante, suaranya rendah tapi penuh dengan amarah yang ditahan, cukup tajam untuk menembus kebisingan di sekitar mereka.

Kai, yang baru saja turun dari motornya, mengibaskan rambutnya ke belakang dengan santai. Ia masih melepas sarung tangannya, menoleh dengan ekspresi santai, menaikkan sebelah alis, seakan belum benar-benar menangkap kemarahan di depan matanya.

Ekspresinya seakan mengatakan serius, ini lagi?

"Oh? Kecurangan bagaimana?" tanyanya, nada suaranya ringan, nyaris main-main..

Dante melangkah mendekat, rahangnya mengeras. "Tidak mungkin kau bisa menang secepat itu. Pasti ada trik kotor. Kau pikir aku tidak tahu, kalian selalu melakukan itu?" desisnya tajam.

Kai tertawa kecil. "Atau," katanya dengan nada penuh ejekan, "aku hanya lebih baik dari kalian."

Sorakan dari beberapa penonton masih terdengar, memperburuk suasana. Lelaki itu merengut, tinjunya mengepal di sisi tubuhnya.

Jeff melangkah maju, suaranya tajam. "Jangan sok suci, Kai. Aku melihatnya sendiri. Kau menutup jalur kami dengan sengaja. Itu licik."

Kai mendengus, lalu melirik sekilas ke samping, ke arah seseorang yang belum berbicara sejak tadi.

Asher.

Lelaki itu turun motornya, tangannya dimasukkan ke dalam saku jaket, wajahnya tidak menunjukkan emosi sedikit pun. Tapi ada sesuatu dalam tatapannya. Sesuatu yang dingin, dan menusuk lebih tajam daripada kata-kata yang akan keluar dari mulutnya.

Dan saat Asher akhirnya berbicara, suaranya tenang.

"Kau masih selalu seperti ini, ya? Suka menangis karena kalah?"

Dante menegang, rahangnya mengatup keras.

Asher menatapnya dengan ekspresi datar, tapi ada kejengahan yang jelas dalam nada suaranya. Ia sudah terlalu sering melihat ini—–setiap kali Dante kalah, selalu ada alasan, selalu ada tuduhan kecurangan, selalu ada kemarahan yang meledak tanpa dasar.

Dan jujur saja, Asher sudah muak.

Lelaki itu melangkah maju, matanya menatap lurus ke arah pria itu. "Dari dulu pun selalu seperti ini. Kalau menang, kau sombong setengah mati. Tapi kalau kalah?" Asher memiringkan kepalanya sedikit, tatapannya seperti menilai sesuatu yang menjijikkan. "Kau selalu merengek, mencari alasan."

Dante membuka mulutnya untuk membalas, tapi Asher tidak memberi kesempatan.

"Padahal masalahnya sederhana," lanjutnya, suaranya tetap datar, tapi tajam seperti pisau yang menusuk tepat di titik lemah. "Kau tidak cukup cepat."

Burning Boundaries Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang