抖阴社区

Lebih parah

2.1K 271 52
                                        

~Happy reading!~
.
.
.

~°°~

"Ibu!! Ibu!! Buka bu! Ibu!!"

Gedoran tidak santai berhasil membangunkan seluruh penghuni rumah. Manaf berteriak memanggil ibu secara terus-menerus guna membangunkannya dari tidur lelap.

Nafas Manaf sedikit berantakan karena ia berlari dengan cepatnya dari lantai bawah menuju atas. Anak itu terlihat sangat panik karena satu hal yang pagi ini sukses membuatnya kalang kabut.

Pintu kamar bercat coklat itu akhirnya terbuka. Menampilkan wajah ibu dan ayah yang sama paniknya karena mendengar teriakan si sulung.

"Kenapa? Ada apa, bang? Kenapa kamu teriak-teriak?" Pertanyaan bertubi-tubi ibu layangkan pada Manaf. Cukup terkejut ketika tengah tidur lelap tiba-tiba ada yang membangunkannya secara mendadak.

"Hasbi, bu. Hasbi!!" Manaf langsung menarik lengan ibu dan ayah, membawanya ke lantai bawah.

Nizar yang ikut terbangun karena suara bising pun mengikuti dari belakang dengan langkah pelan. Begitu pun dengan Renaldi dan Jagad. Mereka sama-sama turun untuk melihat apa yang sedang terjadi. Sementara dua bungsu masih tertidur lelap. Beruntung mereka tidak ikut terbangun, karena jika mereka terganggu maka hanya akan menangis dan membuat suasana semakin tak karuan.

"HASBI!!!"

Teriakan ibu menggema di seluruh ruangan ketika melihat tubuh kecil Hasbi yang mengejang hebat. Tubuh Hasbi gemetar dan bergerak tanpa bisa dikendalikan, matanya mendelik kebagian atas tanpa sadar, mulutnya mengerang, dan ia tidak merespon saat ibu mencoba untuk menyadarkannya.

Tidak ingin tejadi hal buruk yang menimpa putranya, dengan sigap ayah segera menyingkirkan selimut yang membalut tubuh kecil itu dan memiringkan tubuh Hasbi supaya tidak tersedak. Di dalam kondisi seperti ini, ayah tidak boleh panik. Ia harus tetap tenang karena bagaimanapun juga ini demi kebaikan putranya.

Sekitar 10 menit Hasbi mengalami kejang, hingga akhirnya tubuh itu melemas dan Hasbi langsung tidak sadarkan diri.

Ayah tidak membuang-buang waktu lagi, dengan cepat ia gendong tubuh yang terkulai lemas itu untuk dibawa ke rumah sakit.

"Nizar ikut, bu!!" Nizar berlari mengejar ibu dan ayah yang sudah akan masuk mobil.

"Iya ayo. Bang Manaf, bang Ren, bang Jagad kalian tunggu di rumah ya. Ibu titip Cana sama Jilan dulu ya. Nanti kalau kondisi Hasbi sudah membaik ibu pasti pulang." Ujar ibu.

"Iya bu gak pa-pa. Ibu sama ayah hati-hati. Nanti telepon Ren ya bu. Kasih tahu kondisi Hasbi." Sahur Renaldi.

"Iya sayang. Ya udah ibu berangkat ya. Kalian hati-hati di rumah. Hari ini gak pa-pa izin dulu gak sekolah ya."

"Iya bu."

Mobil ayah pun melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Hasbi harus segera mendapat pertolongan dari tim medis supaya kondisinya bisa kembali stabil.

~°°~

Pukul 10 pagi Hasbi masih berada di ruang IGD. Anak itu belum mendapat kamar rawat inap karena kondisinya yang cukup mengkhawatirkan pasca kejang pagi tadi. Suhu tubuhnya pun masih cukup tinggi, yaitu 40 derajat celcius. Sehingga pantas saja Hasbi sampai kejang-kejang.

Mata bulat itu pun masih setia terpejam. Di wajahnya yang pias terdapat sebuah nassal canulla yang membantu anak itu bernafas. Akibat dari kejang tadi, membuat pernafasan Hasbi sedikit terganggu, sehingga diperlukan tindakan khusus untuk kembali menyetabilkan kondisinya.

Dan selama 4 jam berada di rumah sakit, Hasbi sudah menghabiskan 2 kantong infus. Dokter bilang, Hasbi mengalami dehidrasi yang cukup parah sehingga membuat tubuhnya lemas bukan main. Untuk tingkat kesadarannya pun dokter mengatakan jika untuk saat ini masih dalam persentase yang rendah. Selain dari efek kejang, demam tinggi yang dibiarkan tanpa ada pertolongan dini pun menjadi faktor utama. Maka dari itu, untuk beberapa waktu Hasbi akan berada dalam kondisi tidak sadar. Namun beruntungnya dokter selalu sigap dalam menangani pasiennya sehingga dalam kondisi ini pihak keluarga tidak perlu terlalu khawatir.

Ibu tidak beranjak sedikitpun dari samping Hasbi. Ia masih belum tenang setelah melihat bagaimana tubuh kecil itu mengejang dengan hebatnya.

Sementara itu ayah tengah berada di salah satu ruang perawatan. Disana Nizar juga terbaring dengan selang infus yang menusuk punggung tangan kirinya. Demam Nizar yang sempat mereda subuh tadi, mendadak kembali tinggi akibat syok yang dialaminya. Sehingga ayah memutuskan untuk sekalian saja Nizar dirawat agar mendapat pertolongan yang lebih efektif.

"Hasbi, kenapa gak bilang ibu kalau kamu juga sakit? Kenapa malah pindah tidurnya, Bi? Harusnya kamu bangunin ibu aja semalam biar ibu juga rawat kamu sama kaya Nizar."

Setetes air mata terjatuh begitu saja membasahi wajah ibu. Rasanya tak tega melihat anak seceria Hasbi harus jatuh sakit seperti ini. Namun yang membuat ibu merasa sesak adalah ketika menyadari jika Hasbi sengaja berpindah tempat tidur supaya tidak mengganggu istirahatnya. Sumpah demi Tuhan ibu sakit hati membayangkannya.

Mungkin malam itu Hasbi menahan sakitnya seorang diri tanpa ada siapapun yang mau membantunya. Dengan bermodalkan selimut tipis, Hasbi membungkus tubuh menggigilnya untuk menghalangi rasa dingin. Namun nyatanya itu tidak membuat Hasbi menjadi lebih baik. Dengan demam yang sangat tinggi, tentu membuat tubuh itu melemah dan menyerah. Anak sekecil itu kenapa harus mengalami hal tidak mengenakan seperti ini. Seharusnya Hasbi juga mendapatkan perhatian yang setara dengan saudara-saudaranya yang lain. Bukan malah membuat anak itu merasa diasingkan di keluarganya sendiri.

"Ibu minta maaf ya sebab gak perhatikan Hasbi semalam. Harusnya ibu juga cek keadaan kamu, tapi ibu malah fokus ke Nizar aja. Ibu minta maaf ya Hasbi. Hasbi harus sembuh. Jangan buat ibu semakin menyesal."

Sesaat ibu mengucapkan kalimat itu, Hasbi sempat membuka mata. Namun tatapan mata itu begitu kosong dan tidak fokus. Dan tidak lama dari itu, mata yang terbuka dengan sayu itu kembali terpejam.

Hasbi seperti tengah dipermainkan oleh alam bawah sadarnya. Anak itu begitu nyaman dalam pejamnya yang cukup lama.

Karena takut terjadi sesuatu pada putranya, ibu segera memanggil dokter. Beruntung dokter jaga tidak terlalu sibuk saat ini, sehingga Hasbi bisa segera ditangani.

"Gimana dok? Anak saya gak pa-pa kan? Tadi sempat buka mata tapi tidur lagi. Apa dia sudah sadar?" Pertanyaan bertubi-tubi ibu lontarkan pada dokter muda itu. Sumpah Demi apapun ibu sangat khawatir.

"Begini bu, untuk pasien yang mengalami demam tinggi seperti yang dialami putra ibu merupakan hal yang cukup umum terjadi seperti itu. Walau matanya terbuka, tapi sebenarnya kesadarannya masih belum penuh. Ia masih memerlukan beberapa waktu untuk bisa kembali sadar sepenuhnya dan memulihkan kondisinya." Jelas dokter itu.

"Tapi anak saya gak pa-pa kan? Dia pasti baik-baik aja kan dok?"

"Ibu tidak perlu khawatir. Setelah saya periksa lagi ternyata kondisinya sudah mulai stabil. Suhu tubuhnya pun sudah mulai turun tidak tinggi seperti sebelumnya. Bahkan sekarang putra ibu sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat inap ya."

Ibu akhirnya bisa bernafas dengan lega. Kabar seperti ini yang sedari tadi ibu tunggu-tunggu. Akhirnya Hasbi bisa pindah ruangan juga.

"Dok maaf, kalau boleh anak saya di satu kamarkan dengan saudaranya. Kebetulan adiknya juga di rawat disini." Ujar ibu.

Dokter itu tersenyum dan mengangguk. "Boleh. Nanti saya satukan ruangannya."

"Terima kasih banyak dokter."

"Sama-sama Bu. Kalau begitu saya pamit dulu untuk mengurus pemindahan ruangan untuk putra ibu ya."

"Iya dok silahkan."

Setelah kepergian dokter itu, ibu kembali mendekati ranjang Hasbi. Dengan senyuman hangat, ibu tatap wajah pucat Hasbi dan mengelusnya dengan lembut.

"Sembuh ya sayang."

Satu kecupan singkat mendarat pada pelipis Hasbi. Banyak sekali untaian doa dan harapan yang ibu panjatkan untuk kesembuhan putranya.

~°°~

Sudut Pandang Hasbi | HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang