抖阴社区

BAB 4

8K 738 18
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Ratih Lestari!" Suara Pak Baskoro menggelegar, memecah keheningan yang tiba-tiba tercipta. Tatapannya tajam menusuk langsung ke arah Ratih yang masih berdiri cengengesan di dekat pintu. "Kamu telat enam menit! Enam menit itu kalau dikalikan semua karyawan, sudah berapa rupiah kerugian perusahaan?!"

Pak Bambang langsung pura-pura sibuk merapikan kertas di mejanya, Mbak Yanti mendadak fokus menatap layar komputernya, Mas Biru terlihat khusyuk membaca dokumen, dan Bu Nunung tiba-tiba menemukan debu tak kasat mata di mejanya. Hanya Mbak Sari yang menatap Ratih dengan tatapan prihatin.

"Sudah untung kamu dikasih cuti seminggu, alasannya kangen kampung! Tapi begitu masuk kerja malah telat! Kamu pikir ini kantor punya nenek moyangmu?!" Lanjut Pak Baskoro dengan nada tinggi, membuat urat lehernya terlihat menegang. "Cepat sana kerjakan laporan keuangan bulan lalu yang belum selesai! Jangan sampai jam makan siang laporan itu belum ada di meja saya!"

Tanpa berani membantah, Ratih langsung menciut dan berjalan cepat menuju mejanya. "Dasar drakula peyot... pagi-pagi udah nyedot semangat." Gumam Ratih pelan sambil menggerutu sebal.

Sayangnya, telinga Pak Baskoro tampaknya belum berkarat.

"Ratih!" Suara Pak Baskoro kembali menggelegar, kali ini lebih dekat.

Seketika, Ratih membeku di tengah jalan. Tubuhnya menegang, matanya membulat sempurna. Ia menoleh perlahan ke arah Pak Baskoro yang kini berdiri tepat di belakangnya dengan tatapan setajam silet.

"Ma... maaf, Pak..." Cicit Ratih dengan suara sekecil tikus kejepit. Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam, berharap lantai kantor bisa menelannya saat itu juga.

Di mejanya, Mbak Sri yang duduk di samping menjanya segera mencubit pelan lengan Ratih, memberi kode agar mulutnya diam saja hari ini.

"Kerjakan laporan keuangan bulan lalu sekarang juga. Dan jangan ada satu kesalahan pun!" tegas Pak Baskoro sebelum akhirnya masuk ke ruangannya.

Suasana ruangan kembali hening. Hanya terdengar napas tertahan dan ketikan keyboard yang seperti dipaksa berdetak pelan.

***

Pada malam harinya, sesuai janjinya pada sang kakek, Danuarta menghadiri pertemuan dengan Sasmita Nilam Prawiro di restoran fine dining yang sudah disewa khusus. Ketika ia tiba di restoran, wanita itu sudah menunggunya di meja yang berada di sudut ruangan, diterangi cahaya temaram lilin.

"Selamat datang, Mas." ucap Sasmita lembut, senyum tipis menghiasi bibirnya. Ia terlihat cantik dan anggun dalam balutan kebaya modern berwarna emerald green yang memeluk sempurna tubuhnya. Rambutnya disanggul rapi, memperlihatkan leher jenjangnya yang putih.

Danuarta mengamati wanita itu sejenak, tatapannya menyelidik. Ia mengangguk singkat sebagai balasan sapaan, kemudian menarik kursi dan duduk di hadapan Sasmita. Keheningan sesaat menyelimuti mereka, hanya denting halus peralatan makan dan alunan musik klasik yang terdengar samar.

LestariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang