抖阴社区

BAB 9

7K 618 6
                                        

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

"Ra, hati-hati DJ!" seru Olivia sambil lebih dulu membelokkan motornya ke kiri, meninggalkan Ratih yang masih dibonceng mas-mas ojol dan bersiap menyebrang untuk belok kanan menuju kantor.

"Yoiii... lo juga, Vi! Bye bye anak bebek!" teriak Ratih, setengah meledek, tangannya melambai kecil.

Badan Ratih hari ini terasa jauh lebih enak. Bagaimana tidak, kasur rumah sakit yang ia tiduri semalam empuknya seperti awan. Ratih baru saja pulang dari rumah sakit sekitar jam satu siang, soalnya kata dokter dia sudah boleh 'minggat' alias pulang.

Begitu inget biaya rawat inap yang ternyata sudah dibayar oleh Danuarta, Ratih langsung nepuk jidat. Artinya, Ratih sekarang punya 'hutang budi'—atau lebih tepatnya 'hutang duit'—sama si Big Boss itu. Ratih cuma bisa mengangkat bahunya pasrah. Ah, paling juga nanti gajinya langsung dipotong otomatis, ya benginilah hidup, pikirnya sambil pasrah.

Begitu turun dari motor, Ratih masuk kantor dengan perasaan was-was stadium dua. Dia celingak-celinguk seperti ayam kehilangan emaknya di pasar. Tapi begitu kakinya menginjak lantai ruang keuangan, Ratih bisa sedikit menarik napas lega. Di ruangan cuma ada Mbak Yanti yang sedang asyik sarapan nasi uduk di mejanya. "Loh, Ratih? Tumben banget kamu udah nyampe kantor sepagi ini? Biasanya juga kayak keong baru keluar cangkang."

Ratih menggaruk-garuk leher sambil nyengir, menunjukkan deretan giginya yang rapi. "Hehehe... Iya dong, Mbak. Biar ada kemajuan dikit. Siapa tahu habis ini naik jabatan, jadi bos keuangan, terus bisa suruh Pak Baskoro fotocopy laporan, hehe." ujarnya sok serius, tapi diakhiri tawa kecil.

Mbak Yanti cuma memutar bola mata, malas menanggapi kegilaan Ratih di pagi hari. "Dasar halu!" gumamnya sambil menyuapkan sesendok nasi uduk ke mulutnya.

"Eh, Neng Ratih! Tumben bener datang pagi. Ada gerangan apa ini?" canda Pak Bambang.

Pak Bambang yang tiba-tiba muncul itu membawa dua kresek hitam gede di kedua tangannya. 

"Wuih, apaan tuh, Pak?!" Ratih langsung kepo, menunjuk kreseknya. Matanya berbinar melihat kresek misterius itu.

"Nih, kelengkeng. Kemarin habis panen di kebon mertua. Manisnya kayak senyuman Tuti tersayang, istri saya. Mau nyobain?" jawab Pak Bambang sambil cengengesan, menawarkan satu buah kelengkeng pada Ratih.

"Uwow! Apel jin dari mana tuh?" Bu Nunung yang baru datang menyusul bersama Mbak Sri dan Mas Biru langsung ikutan nimbrung, matanya tertuju pada kresek hitam Pak Bambang.

"Loh, Ratih?!" ucap Bu Nunung, Mbak Sri, dan Mas Biru serempak, kaget melihat penampakan si ratu telat datang lebih awal.

"Ih, kenapa pada kaget gitu, sih? Memang salah ya kalau datang pagi?" Ratih manyun, bibirnya cemberut.

"Ya lagian kamu kan biasanya langganan telat kayak bayar kontrakan, kok tumben berangkat pagi buta gini? Kena SP lagi?" tanya Mas Biru sambil melirik jam dinding, memastikan ini bukan mimpi.

LestariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang