Setelah pelukan Raka dan si sulung terlepas, Kay mendekat. Tanpa peringatan Kay langsung memeluk tubuh Kakaknya. "Kak, maafin Kay, ya? Kay salah udah bicara omong kosong sama Kakak. Kak Raka pasti tertekan sampe makan udang, kan? Maafin, Kay.." ucap anak itu setengah merengek.
Raka juga maklum, perubahan sikap Kay beberapa hari lalu karena tiadanya sang ibunda yang begitu dia sayangi. Siapa, sih, yang tidak sedih ditinggal orang yang selalu menemani kala sakit dan menjadi orang paling peduli ketika dalam masalah. Tapi Kay sudah tidak terlalu berlarut lagi. Buktinya pecinta lego itu sedang meminta maaf pada Raka.
Raka menepuk punggung adiknya tiga kali. "Ya.." jawabnya. "Ugh." Raka sedikit menggeliat kala pelukan itu semakin mengerat. Sesak tau!
Kay melepaskan pelukan. "Makasih, Kak. Nanti aku kasih permen, ya."
Raka hanya mengangguk sekali dengan wajah biasa saja. Wah, dia sudah seperti orang dewasa, ya. Padahal dalam hati girang karena mendapat permen gratis, dari adiknya sendiri pula.
Mereka yang melihat kelakuan dua anak kecil itu hanya tersenyum tipis. Yang satu bersemangat, yang satunya lagi seperti sudah dewasa, tapi soal tubuh; paling kecil di antara semuanya.
Evan menopang dagu, memandang gemas adik-adiknya. Terutama adiknya pertama yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. "Apa?" tanya Evan bingung saat Raka berdiri di hadapan sekarang.
"Athan sakit," celetuk Raka tiba-tiba. Tanpa memanggil si sulung embel-embel 'kakak' yang mana membuat sang empu semakin mendatarkan wajahnya.
Evan tambah bingung, menggaruk kepala, dan berucap, "Ya, Abang tau?"
"Basti—maksudnya Ayah, gak kerja-kerja." Bastian mendengus. Hey, dia tidak bekerja baru satu hari, ya.
"Terus...?"
Raka semakin mendekati Evan, lalu mendekatkan wajah. Ekspresinya serius banget. Makin dekat wajah adiknya, makin buruk firasat Evan. "Kamu yang bayar admistrasi." Tuhkan! Firasat Evan memang benar-benar buruk, kenapa harus dia yang bayar?
"Raka, Abang belum kerja, masih sekolah. Uang Abang gak banyak kaya Bang Athan sama Ayah, loh." Evan mencoba memberi pengertian.
Raka memiringkan kepala. "Makanya kerja."
"Udah dibilangin kalo masih sekolah, hiih!" Evan membawa adiknya ke pelukan, menekan kepala anak itu di dadanya. Geram banget, deh.
Raka melepaskan diri dari Evan sekuat tenaga. Setelah itu, ia berdiri dengan wajah terguncang atas tindakan Evan yang kurang ajar barusan. Fix, Evan akan Raka keluarkan dari list temannya.
Satu detik kemudian, bocah itu melangkah pada Bastian yang duduk di sofa, karena memang di ruangan ini terdapat sofa single dan sofa panjang. Ia tidak mengatakan apa-apa, langsung duduk di sebelah Bastian. Sang ayah juga tidak mempersalahkannya, malah kesenengan karena sang anak mendekat sendiri tanpa diminta.
Tak lama setelah itu, Bastian meraih telapak tangan Raka. "Raka, ini apa?" Dilihatnya lebih teliti; sebuah goresan luka kecil tertera di sana.
"Salah aspalnya, bukan aku." Luka itu ia dapat karena tergores aspal pas kejadian siang tadi.
"Katanya tidak ada luka?" Athan menyahut.
Raka diam sebentar. "Hehe.."
Bastian mengecup permukaan telapak tangan anaknya. Menyuruh Evan untuk mengambilkan kotak p3k di atas nakas, lalu membukanya, mengambil sebuah plaster. Dan terakhir, menempelkannya pada luka kecil Raka.
Raka tampak berbinar saat melihat kegiatan sang ayah barusan. "Woah.. keren."
Bastian tertawa. Ia mencium pucuk kepala Raka. "Jangan luka lagi."
Ah, sebuah kehangatan ini muncul kembali.
Raka tersenyum tipis, menyenderkan kepala pada dada bidang sang ayah seraya mengobrak-abrik kotak p3k di pangkuannya.
Semua ... terlihat berbeda jauh.
Namun ... Raka menyukainya.
Sekarang, semua berbanding terbalik. Namun, tidak ada pihak merugi atau menguntungkan. Kay—masih mendapatkan semuanya, dia tidak diabaikan ataupun ditinggalkan. Raka—yang dulunya transparan sekarang menjadi paling menonjol, paling dilihat, naik dan terus naik ke permukaan.
Setelah Athan menyelamatkannya, Raka percaya jika Athan sudah berubah.
Setelah Bastian menceramahinya karena mengetahui dia menyebrang sembarangan, Raka menyadari jika sang Ayah betulan khawatir.
Ketika sang bunda masih hidup, dan merawatnya saat sakit, Raka merasa bahwa kehangatan itu sungguhan nyata.
Saat Ivan yang menghiburnya, menyamakannya seperti bintang terang, dan menjadikannya dunianya, Raka merasa dia adalah adik paling beruntung karena memiliki kakak seperti Ivan.
Memiliki Evan juga beruntung. Jikalau dia tidak memiliki uang, Evan dengan suka rela memberi bahkan membelikannya dua plastik permen.
Kay, melihat senyumannya saja, Raka sudah bahagia. Senyuman-senyuman yang harus dinikmati sebelum si pemilik itu benar-benar pergi. Raka bangga pada Kay, adiknya dari dulu tidak egois, tidak berniat balas dendam sedikitpun karena kelakuan Raka yang cukup buruk padanya.
Raka sudah cukup percaya jika keluarganya sudah benar-benar menyayanginya.
Raka suka sekarang. Kenapa tidak dari dulu dia bersikap seperti ini?
Namun, jika begitu. Raka tidak akan pernah mengetahui apa yang namanya sebuah cobaan hidup. Kadang terjatuh, kadang terbang. Berjalannya waktu, derajat setiap orang juga pasti akan berubah-ubah.
Jadi, tidak salah kan memulai ulang? Mengawali semua harapan yang sejak dini dia impikan. Raka akan mencoba. Lagi pula, bukan dia yang memulai. Tapi keluarganya. Raka hanya akan mengikuti arus. Setelah dipikir matang-matang, tak penting juga dia berusaha menjauh. Raka ingin memulai hidup baru, membuat keluarga yang cemara. Kali ini, bukan cuma dia yang mengemis atau berusaha, tapi akan dibangun sama-sama.
"Ayah," panggil Raka membuat Bastian sedikit menunduk melihat wajah anaknya.
"Hap!" Raka menempelkan satu plaster di dahi sang ayah. "Hahaha.."
Tawanya merdu sekali.
Bastian pun hanya pasrah menerima, setidaknya Raka bisa tertawa.
"Ayah, aku mau permen."
Yey, satu part lagi tinggal epilog!! 🥳
Hahaha.. Raka gak gila kan? Gak tega bah aku bikin bayiku sampe gila.
Asik.
Spam 🕊️ 300

KAMU SEDANG MEMBACA
Raka Alandra (The End)
Teen Fiction"Dengan cara apa lagi agar aku bisa mendapatkan kasih sayang?" Namun... "Ya Tuhan! Terima kasih sudah mengulang masa laluku, sekarang aku tidak akan bersikap seperti dulu lagi. Aku tidak mau mati muda!
Bab 33
Mulai dari awal