Sebuah pernikahan yang dilandasi keterpaksaan tentu tak akan berakhir baik. Terlebih jika dilakukan dengan sebuah tipu muslihat.
Seulas senyum miring terhias di wajah Adella Maura Bellvani. Wanita yang menjadi pemeran figuran di kisahnya sendiri. Ta...
Maaf kalau ada typo dalam penulisan ya Sebagai bentuk dukungan, jangan lupa vote dan komentarnya ya.
••• H A P P Y R E A D I N G •••
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bayi-bayi itu seperti matahari kecil yang dengan cara magisnya membawa kehangatan, kebahagiaan, dan cahaya ke dalam kehidupan.
Empat hari setelah melahirkan buah hatinya, Adella tak pernah menyangka akan mendengar suara paling indah ketika menyusui sang buah hati. Suara yang membuatnya candu tatkala suara decak serta napas yang saling beradu menghasilkan sebuah alunan musik terindah di telinganya.
"Pelan-pelan, sayang."
Seulas senyuman di wajah Adella saat bibir mungil itu menghisap puting susunya. Bayi yang baru lahir hanya memiliki tiga tuntutan, itu adalah kehangatan dalam pelukan ibunya, makanan dari payudaranya, dan keamanan dalam mengetahui kehadirannya. Dan menyusui telah memenuhi tuntutan ketiganya.
Bayi laki-laki yang lahir di tengah momen kebahagiaan dan kesedihan seakan menjadi sebuah lembaran baru bagi keluarga kecilnya. Bayi laki-laki yang diberi nama Garvi Arutala Mahagra Benyamin yang kelak akan menjadi penerus menggantikan sosok sang Ayah. Namun mirisnya di hari kelahirannya, sang Ayah tak dapat melihat tubuh merahnya. Tak dapat merasakan sebuah sentuhan hangat dari telapak tangan sang Ayah. Karena kecelakaan itu, momen yang seharusnya penuh kebahagiaan harus sirna tatkala sang Ayah yang masih terbaring tak sadarkan diri dengan alat-alat medis penunjang kehidupannya.
'Setelah semua yang terjadi, ajarkan Mama menerima kenyataan tanpa harus membenci kehidupan, Nak.'
Hingga sebuah sentuhan di bahunya menyentak Adella dari lamunannya. Sontak kepala Adella terangkat, menatap wajah seorang wanita dengan kerutan yang menandakan tak muda lagi.
"Apa yang kamu pikirkan, Nak?"
Tanpa menjawab Adella hanya menggeleng samar seraya menyunggingkan senyum tipis di bibirnya. Menyadari keterbungkaman menantunya, tangan Anggun terulur mengelus surai lembut Adella.
"Seperti sebuah kutipan, cinta tidak pernah menyerah, tidak pernah kehilangan keyakinan, selalu penuh harapan, dan bertahan melalui setiap keadaan."
"Percayalah Nak, Jevan akan melewati semuanya, dia akan sembuh dan kembali kepada kita," pungkas Anggun melanjutkan kata-katanya.
Kedua mata Adella mengerjap. "Y...Ya, dia harus bertanggung jawab atas ucapannya sendiri. Karena disini putranya sedang menunggu Ayahnya."
Sedetik kemudian, Adella menoleh saat merasakan usapan lembut lainnya di lengan kirinya.
"Jevan pasti akan sembuh, karena disini ada istri, anak dan keluarganya yang selalu menanti kehadirannya," ucap Karina, sepupu Jevan dengan seulas senyum di bibir yang umurnya berpaut satu tahun di atas Adella. Meski awalnya Karina bersikap dingin, namun tak menyurutkan Adella untuk mendekati sepupu dari suaminya itu. Hingga akhirnya, keduanya menjadi akrab dan saling bertukar cerita akan kehidupannya masing-masing. Bahkan beberapa kali Karina juga memberikan nasihatnya kepada Jevan untuk tidak bersikap acuh tak acuh kepada istrinya.