Sebuah pernikahan yang dilandasi keterpaksaan tentu tak akan berakhir baik. Terlebih jika dilakukan dengan sebuah tipu muslihat.
Seulas senyum miring terhias di wajah Adella Maura Bellvani. Wanita yang menjadi pemeran figuran di kisahnya sendiri. Ta...
Guys sampai sini kalau ada ulasan boleh ya, misalnya apa yang kurang atau apa yang buat kalian risih mulai dari gaya penulisan atau alurnya. Biar jadi pembelajaran buat aku ke depannya.
Btw yang udah setia sama cerita ini terima kasih banyak ya. Maaf masih banyak kekurangan.
~~~
Maaf kalau ada typo dalam penulisan. Sebagai bentuk dukungan, jangan lupa VOTE dan komentarnya ya.
••• H A P P Y R E A D I N G •••
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rumah Sakit Jiwa Dr. Arkana Wedyodiningrat. Di balik tembok tinggi itu, tempat di mana harapan dan keputusasaan hidup berdampingan. Di setiap kamar, ada cerita-cerita tentang perjuangan melawan bayang-bayang masa lalu, tentang pencarian identitas, tentang kehidupan yang terluka, tentang harapan untuk masa depan yang lebih baik, dan tentang jiwa-jiwa yang berjuang untuk kesembuhan.
Adella berjalan menyusuri lorong-lorong panjang yang sunyi. Sesekali bibirnya tersenyum ramah menyapa saat berpapasan dengan tenaga medis yang bekerja di rumah sakit tersebut. Sudah tiga tahun ia rutin mengunjungi tempat itu hanya untuk menjeguk seseorang.
Sesampainya di kamar yang dituju, Adella mendorong pintu secara perlahan agar tidak mengganggu seseorang yang di dalamnya.
"Teman baru datang. Bagaimana sekolah kamu? Apakah nilai-nilai ujianmu memuskan, teman?" tanya seorang wanita paruh baya.
Dia Sekar, Ibu dari mendiang Geena. Sejak kepergian putrinya, Sekar bertindak layaknya anak kecil dan melihat Adella sebagai teman sebayanya. Kendati demikian, Adella dengan hati yang lembut membiarkan Sekar memiliki ilusi itu meski hatinya menjerit.
Kepergian Geena tiga tahun silam membawa duka yang mendalam bagi orang-orang terkasih terlebih untuk Sekar, sang Ibu. Kenyataannya tak ada yang lebih menyakitkan daripada kehilangan sang anak untuk selama-lamanya. Kendati lonceng kematian tak dapat dihindari oleh setiap insan yang bernyawa, namun kedatangannya selalu menjadi momok yang menakutkan.
Adella tersenyum teduh sembari memandang lembut wajah Sekar. Meskipun ia pernah menaruh perasaan dendam untuk wanita itu, namun kini perasaan dendam itu perlahan memudar. Bahkan dengan kelembutan hatinya, Adella merawat Sekar dengan penuh kasih menunjukkan keluasan hati yang mungkin tak semua orang bisa lalukan. Meskipun tak mudah bagi Adella dalam memutuskan langkah yang ia ambil.
Adella mengelus surai Sekar yang memutih lalu menyampirkannya ke belakang telinga. Setelahnya ia mengusap wajah Sekar yang tak muda lagi dengan lembut.
Sesaat kemudian, Adella mengernyit saat melihat mimik Sekar yang tiba-tiba berubah.
"Ada apa, hmm?" tanya Adella.
"Aku ingin bermain ke luar, tapi mereka semua melarangku, teman. Aku ingin bermain dengan kakak laki-laki itu," ucap Sekar merajuk.