Beberapa hari setelah insiden penembakan, William sudah bisa berjalan kembali meski bahunya masih dibalut. Suasana di antara mereka berubah sejak saat itu—lebih diam, lebih hati-hati. Juan tidak lagi mengoceh seperti biasa, dan William... sesekali mencuri pandang.
Malam itu, mereka duduk di depan api unggun kecil di luar pos. Udara dingin menggigit, dan api satu-satunya yang menghangatkan mereka. Juan sedang membersihkan senjatanya, William membaca laporan. Tapi keduanya tidak benar-benar fokus.
Juan: "Lucu ya. Dulu aku berharap kau hilang dari pandangan. Sekarang... tiap kali kau pergi terlalu lama, aku mulai resah."
William tidak menjawab langsung. Tangannya berhenti di atas halaman. Ia menatap api.
William: "Resah? Karena tidak ada yang mengoreksi setiap kesalahanmu?"
Juan tertawa kecil, pahit.
Juan: "Kau benar-benar suka menyembunyikan semuanya di balik logika, ya?"
Hening. Api berderak. Lalu Juan melanjutkan, nadanya berubah, lebih pelan.
Juan: "Kau pernah merasa takut, William? Bukan karena musuh. Tapi karena seseorang bisa membuatmu... lemah?"
William menatapnya, lama. Sorot matanya berubah. Ada sesuatu yang ingin ia katakan, tapi ia tahan. Ia kembali menunduk, menjawab dengan suara rendah:
William: "Perasaan itu... membuat keputusan kabur. Dan aku tak bisa membiarkan itu terjadi."
Juan berdiri, mendekat. Matanya gelap, tidak main-main.
Juan: "Jadi kau memang merasa sesuatu."
William bangkit. Sekarang mereka berdiri berhadapan, hanya beberapa inci terpisah. Nafas mereka tercampur dalam udara dingin. Wajah William menegang, rahangnya mengeras.
William: "Kita dalam misi. Ini bukan waktunya untuk—"
Juan (menyela, tajam): "Kau takut. Bukan karena perang. Tapi karena ada bagian dari dirimu yang mulai ingin aku tetap tinggal."
William menarik napas, lalu memalingkan wajah, berusaha menjauh.
Juan menyentuh lengannya—bukan dengan keras, tapi cukup untuk menghentikannya.
Juan (datar, pelan): "Aku tidak butuh jawaban sekarang. Tapi berhentilah berpura-pura kau tak merasa apa-apa."
William menepis tangannya. Bukan dengan kasar, tapi cukup jelas.
William (suara rendah, nyaris gemetar): "Aku tidak bisa membiarkan diriku... kehilangan fokus. Bukan sekarang."
Dan ia masuk ke dalam pos, meninggalkan Juan berdiri sendiri di bawah cahaya api yang mulai padam.
Keduanya merasa terguncang. Tidak ada ciuman. Tidak ada pengakuan. Tapi malam itu adalah pertama kalinya mereka hampir pecah bukan karena benci, melainkan karena perasaan yang mulai menuntut untuk diberi ruang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Red String
FanfictionSiapa sangka seseorang yang selama ini selalu dianggap rival ternyata adalah pasangan hidupnya. Starring : - Kim Jiwon (Bobby) - Kim Wonshik (Ravi) - iKON & VIXX Member Contain : - B X B - Dom Top x Dom Bottom - Enigma x Alpha - The one is res...