"Taehyung...."
Aku benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Taehyung berdiri menatap kami, sorotnya berubah shock saat melihat album terlepas dari tangan Jungkook, seolah tahu apa yang bakal terjadi selanjutnya, Taehyung bergegas mendekati kami
Jungkook menjerit dalam pelukanku di sekon berikutnya
"Aaaarrggghh!!!"
"Fuck!!"
Suara mereka bercampur, gaduh.
Tubuh Jungkook gemetar hebat. Ia menjerit sekuat tenaga, suaranya seperti orang putus asa; serak, menyayat hati. Ia meraung, melepaskanku, mendorong tubuhku sebelum memegang kepalanya sendiri dengan cengkraman kuat. Air mata masih meleleh di kedua pipi miliknya, wajah dan mata Jungkook berubah kemerahan, ia terlihat kesakitan. Aku tidak bisa melakukan apa-apa selain menonton pemandangan itu dengan menyedihkan.
Aku harus bagaimana?
"Jauhkan benda itu darinya!"
Taehyung meraih tubuh adiknya, mengangkat ke atas ranjang dan membaringkan disana, ia membisikkan sesuatu seperti tidak apa-apa, atau tenanglah, hyung disini ditelinga Jungkook.
Seketika aku merasa tidak berguna karena tidak bisa melakukan apa-apa. Aku melirik benda yang dimaksud Taehyung, sebuah album tua yang terbuka lebar.
Disana ada banyak foto cacat, robek, tertempel asal; benar-benar lusuh.
Aku mendongak saat menyadari teriakan Jungkook sudah mereda— hanya ada sisa suara napas tersenggal. Taehyung masih membisikkan kata-kata penenang dengan suara lembut. Kedua tangannya tersimpan di kedua sisi wajah Jungkook sementara dahi dan hidung mereka menempel jadi satu. Mata mereka terpejam bersamaan dengan tubuh Jungkook yang berubah lebih rileks.
Taehyung mungkin adalah satu-satunya orang yang bisa menangani Jungkook disaat dia seperti ini. Aku mengambil album itu, memeluknya dalam genggaman dan mendekati mereka berdua.
"Ceritakan apa yang terjadi."
Taehyung menjauhkan wajah mereka, melihatku dengan tatapan sulit diartikan.
–
Normal POV
Taehyung menyusul Jimin yang berjalan keluar kamar terlebih dahulu. Setelah memastikan Jungkook tertidur dengan tenang— Taehyung meminta Jimin menunggunya di ruang tamu.
Ia menemukan pemuda itu duduk di sofa, tengah menyandar— wajahnya shock sekaligus kebingungan. Taehyung mengerti reaksi itu karena ia juga pernah merasakannya. Ia hanya tidak menyangka jika harus menjelaskan hal ini pada orang lain seperti yang dilakukan ibunya padanya dulu.
Jimin menoleh saat Taehyung duduk disebelahnya.
"Jungkook menderita PTSD* pasca kematian kedua orang tuanya."
Kata-kata pendek itu sanggup membuat Jimin melebarkan kedua mata; kaget. Taehyung tidak menatapnya. Meski sudah menduga Jungkook akan mengalami hal semacam itu karena peristiwa masa lalu; trauma adalah hal lumrah yang akan diderita oleh orang-orang seperti Jungkook— Jimin hanya tidak menyangka jika Jungkook benar-benar memilikinya.
"Separah apa?"
"Buruk—sangat buruk hingga ia harus menjalani masa rehabilitasi selama beberapa waktu. Obat-obatan berdampak pada memori, Jungkook mengalami amnesia jangka pendek dan melupakan hal-hal sebelum kematian ayahnya."
"Jadi karena itu Jungkook tidak bisa mengingat wajah ibunya?" Jimin tercekat karena pertanyaannya sendiri.
"Ya...." Ujung baju diremas, Taehyung menggigit bibir bawah. "Harusnya aku memeriksa barang-barang di kamarnya setelah tahu dia akan pergi. A-aku hanya tidak menyangka dia akan meninggalkan rumah dan memilihmu."
Jimin menunduk, menggumamkan kata maaf di bawah napas— berpikir ini juga menjadi salahnya. Karena jika saja ia tidak menyetujui rencana Jungkook untuk pindah, mungkin Jungkook tidak akan seperti tadi.
"Apa yang terjadi pada foto-foto itu?"
"Jungkookie merobek mereka semua saat ia kembali ke rumah lamanya sendirian. Itu pertama kali ia memperlihatkan gejala PTSD-nya."
"Apa dia sering kembali ke rumah itu?"
"Hanya dua kali, setelah ingatan lamanya menghilang Jungkook benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi. Aku tidak pernah membiarkannya lolos setelah dia berhasil kabur satu kali. Tidak untuk kembali ke rumah sialan itu dan memicu PTSD nya kembali."
Alis Taehyung menukik geram kala mengingat betapa parah kondisi Jungkook saat ditemukan di rumah lamanya. Bocah itu berteriak seperti orang kesurupan hingga Taehyung sendiri takut untuk mendekat. Jungkook benar-benar seperti orang lain saat PTSD-nya kambuh.
"...apa yang sebenarnya terjadi pada orang tua Jungkook?"
"Pembunuhan berencana, polisi berhasil meringkus pelakunya sehari setelah kejadian. Orang itu mungkin sudah membusuk di penjara."
"Kau melihat pelakunya?"
"Ya, saat aku datang kesana bersama ibuku. Dia adalah orang jahat yang keji. Wajahnya tidak menampakkan penyesalan sama sekali." sorot kebencian memenuhi wajah Taehyung. "Kuharap dia tidak muncul di hadapan kami lagi."
Jimin menelan ludah, informasi baru yang ia terima benar-benar membuat kepalanya seperti dilanda vertigo dadakan. Hanya satu yang terpikirkan oleh Jimin saat ini.
"Aku akan menjaga Jungkook di kamarnya."
Jimin menoleh, membalas tatapan Taehyung dengan netra penuh keyakinan. Ia benar-benar mengkhawatirkan Jungkook, lebih dari apa yang bisa ia utarakan. Jimin hanya ingin memperbaiki apa yang bisa ia jangkau.
Taehyung memutus kontak mata. Melarikan pandangnya pada remote tv, meraih benda itu dan memencet tombol power hingga tv menyala.
"Pergilah. Aku akan berada disini. Jangan khawatirkan ibuku. Mereka tidak akan mengganggu kalian jika sudah kembali."
Dibalas anggukan, Jimin beranjak dan setengah berlari ke lantai dua.
"Jimin..."
Jin menoleh, langkahnya dihentikan oleh panggilan Taehyung.
"Terimakasih sudah menyayangi adikku."
Jimin tetap tersenyum meskipun tahu jika Taehyung tidak akan melihatnya.
"Ya"
.
.
.Jimin hanya bersandar di sebelah Jungkook. Menaut lengan kekasihnya dalam genggaman jari-jari kecil. Berbaring menyamping; mendengarkan deru napas teratur milik pemuda itu.
"Sekarang aku mengerti mengapa kau pergi ke tengah salju malam itu." punggung tangan Jungkook dicium perlahan. "Aku juga akan melakukan hal yang sama jika jadi kau—mungkin lebih buruk daripada itu."
Tentu tidak ada jawaban. Jungkook masih tertidur lelap. Dengan mata bengkak dan hidung memerah. Jimin berbaring perlahan disebelahnya. Mengusap pipi kekasihnya.
"Tidak apa-apa. Masa lalumu tidak akan mengangguku. Kau memilikiku sekarang Jungkook, kau memilikiku. Apapun yang kau lakukan, apapun yang terjadi nantinya, aku akan tetap disini bersamamu."
Jimin memejamkan mata, merapatkan tubuh pada Jungkook dibalik selimut, meletakkan lengannya di atas dada pemuda itu.
Jungkook benar-benar menderita karena memiliki masa lalu kelam, tapi ia juga menderita karena kehilangan serpihan dari masa lalu itu.
Sudah lama sekali ia merasa bersalah karena melupakan apa yang terjadi sebelum malam pembunuhan..
.
."he was destroyed by his past. I'm the one who'll love the shattered pieces of him."
***
*
)PTSD(post traumatic disorder): kondisi serangan panik yang diakibatkan/dipicu oleh pengalaman masa lalu yang tragis.

KAMU SEDANG MEMBACA
SAVE ME
RandomJungkook berusaha menjauhkan semua orang dari dirinya karena ia telah menganggap hidupnya hancur. Jungkook selalu berpikir ia tidak pantas selamat. Semua karena pembunuhan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya. Dunia tidak lagi adil bagi pemuda it...