Vote 🌟 sebelum baca, dan komen sesudah baca.
Kalo ada typo-typo tolong benerin ya!
Masih belajar soalnya, hwhw._________
"Gue ajarin"
Tasya mengernyit, heran akan sikap Rangga. Katanya mau jalan-jalan, tapi sekarang malah diajak belajar. Tak mau ambil pusing, Tasya menurut saja. Toh, dia juga menginginkan hal ini kan?
Tapi ada yang mengganjal di hatinya. Rangga jadi berubah. Dia sekarang jadi lebih banyak bertindak daripada berbicara. Tak ada lagi Rangga yang bawel, yang selalu mengomeli Tasya, seperti pada saat pertama kali Tasya diculik. Dia jadi irit bicara. Entah apa yang membuatnya seperti itu, Tasya tak tahu.
Dia jadi dingin.
Tapi Tasya tak mau memikirkannya lagi. Toh, dia juga jadi tak perlu pusing mendengarkan omelan Rangga. Malah bagus bagi Tasya.
Tasya duduk bersila di karpet mengahadap meja , menatap tumpukan buku-buku pelajaran. Rangga ikut duduk disamping Tasya.
"Bab berapa?" Tanya Rangga tanpa basa-basi.
"Bab 6"
Rangga segera meraih buku paket matematika, membuka bab 6 yang Tasya sebutkan. Lalu meletakkan buku itu di depan Tasya. Gadis itu menghela napas, sebenarnya enggan. Tapi inilah yang harus dilakukannya, demi beasiswa.
Gadis itu sesekali mencoret asal ketika jawabannya tak sesuai. Mendengus kesal ketika melihat rumus-rumus yang seolah sedang mengejeknya.
Rangga diam. Tangannya menopang dagu memperhatikan tanpa bosan wajah serius Tasya yang sedang bergelut dengan soal matematikanya.
Dia tersenyum tipis, mengerti masalah yang sedang dihadapi Tasya. Lalu merebut buku tulis dan bolpoin yang sedang Tasya gunakan. Cowok itu menuliskan sebuah rumus, tapi agak berbeda dari yang tertulis di buku paket. Lebih simpel sepertinya.
"Hitung pake rumus ini" Rangga menggeser buku tulis ke depan Tasya, membuat Tasya hanya bengong menatapnya.
Cowok itu memberi isyarat melalui mata pada Tasya. Hingga Tasya memperhatikan rumus yang ditulis oleh Rangga. Tasya yang memang punya otak lumayan pintar, langsung mengerti jalan dari rumus yang Rangga tuliskan, tanpa perlu dijelaskan Rangga lagi.
Dengan semangat, Tasya mengerjakan soal-soal itu. Dan ternyata hasilnya tepat. Tasya berdecak kagum, Rangga menciptakan rumus yang lebih simpel dan mudah dimengerti daripada yang ada di buku paket ini. Barulah Tasya percaya terhadap omongan orang-orang bahwa Rangga ini punya otak yang jenius.
Gadis itu membelalakkan matanya tak percaya, "Rumus ini, lo sendiri yang buat?"
"Hm"
"Wahh.. ternyata beneran otak lo encer ya!"
Rangga hanya terkekeh kecil melihat ekspresi Tasya, kemudian mencubit hidung mungil gadis itu dengan gemas.
Tiba-tiba pintu apartemen terbuka, otomatis mereka mengalihkan perhatiannya. Menampilkan seorang cowok berjaket putih dengan bibir yang sibuk menyedot susu kotak stoberi kemudian menghampiri keduanya.
"Miko?" Tasya mengerutkan dahinya. Bukankah pintu apartemen itu terkunci? Dan kuncinya hanya dengan sidik jari Rangga atau sandi yang hanya Rangga dan Tasya ketahui?
Ya, sekarang Tasya mengetahui sandi apartemen ini. Rangga sendiri yang memberitahu tanpa diminta. Sedetik kemudian Tasya ingat, Miko kan sahabat Rangga jadi tak aneh lagi bila dia mengetahuinya.
"Wehh.. pagi-pagi udah mesra-mesraan gitu" ujar Miko ketika melihat tangan Rangga melingkar di bahu Tasya.
Tasya sadar, lalu dengan cepat menyingkirkan tangan Rangga di bahunya. Rangga hanya mendengus kesal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive and Overprotective Boy [END]
Teen Fiction"Ngefans kok sama plastik." "Apa lo bilang?! Dasar wibu psikopat! suka kok sama cewek 2D!!!" "Siapa bilang gue suka sama cewek 2D? gue sukanya sama lo." Bagaimana rasanya ketika kamu diculik seorang cowok ganteng tak dikenal kemudian dikekang dan di...