抖阴社区

Sembilan

151 22 6
                                        

Selamat membaca.

🌺🌺🌺

"Aku bisa membuatmu, jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta... Kepadaku..."

Sudah hampir pukul 3 pagi tapi suasana di villa itu masih sangat ramai. Walaupun dingin yang melanda semakin menusuk, tapi masih ada sekumpulan anak-anak Beverald di halaman villa yang menciptakan kehangatan dari kebersamaan.

Setelah acara membakar kertas yang berisi kenangan pahit itu, dilanjutkan acara pelepasan lampion bersama-sama dan setelahnya dilanjut barbeque time sambil santai bersama-sama.

Ada yang sedang bernyanyi bersama, ada juga yang menampilkan musikalisasi puisi, dan ada juga yang masih sibuk dengan bakar-bakaran karena stok bahan-bahan untuk barbeque time dibawa cukup banyak.

Dan juga pastinya lampu yang tadinya padam sudah menyala. Kata Ara, Semesta seorang diri yang memperbaikinya.

Karena cuaca yang semakin dingin, banyak juga yang tiba-tiba sakit dan memilih untuk diam di tenda pleton bersama anak-anak PMR yang biasa bertugas di sekolah.

Sedangkan Hacihan, ia hanya duduk-duduk manis di bangku kayu panjang yang tersedia di depan villa.

"Hacihan..." Suara seseorang membuatnya menoleh, oh itu Meira yang datang sendirian.

"Kenapa?"

Meira datang dengan wajah yang ragu juga merasa bersalah. Hal yang membuat Hacihan terkejut pun terjadi, tiba-tiba gadis itu berlutut di depannya.

"Gue minta maaf, Hacihan." Meira terlihat menunduk, masih belum berani menatap Hacihan.

"Semua yang menyerang lo, itu semua fiktif. Nomor-nomor asing yang menyerang lo di hari pertempuran itu, itu..." Meira merasa berat melanjutkan. "Itu ulah gue." Ia menatap Hacihan dengan rasa bersalah.

Tak ada ekspresi apapun dari Hacihan, ia memang sudah tahu.

"Iya, gue tahu itu," ia menjawab dengan enteng.

"Gue mohon Hacihan...." Ketika Meira hendak bersujud di depan Hacihan, buru-buru Hacihan menarik gadis itu untuk bangun. Bukan karena apa-apa, Hacihan takut ada yang salah paham melihat ini.

"Aduh, nggak usah kebablasan gitu deh. Gue malu tahu diliatin," katanya sambil melirik sekelilingnya yang memang ada beberapa orang tengah melihatnya.

"Jadi?" Meira bersuara.

"Lo pernah nggak sih lihat gue marah? Nggak kan? Sebenarnya bisa aja gue marah sama lo sekarang. Cuma karena Verrel dan kawan-kawannya udah lebih dulu menghadap gue daripada lo, gue jadi terbiasa."

"Lo maafin gue?"

Hacihan menghela napas panjang lalu menjawab, "udah deh berdiri duduk di sebelah gue nih."

Mengikuti perintah Hacihan, Meira duduk di sebelah gadis itu.

"Sebenarnya gue-"

"Lo nggak perlu jelasin apapun ke gue. Gue nggak tahu alasan lo apaan, tapi gue nggak mau denger." Sungguh terdengar sangat frontal respon Hacihan. Dari nada bicaranya, gadis itu sih tidak terdengar marah.

"Hacihan, gue beneran menyesali itu," Meira berkata dengan pelan.

"Memang seharusnya begitu. Lo tahu? Kalo bukan karena gue punya banyak temen-temen yang baik, pikiran gue udah berkecamuk banget. Kalimat fiksi yang lo lontarkan di WhatsApp itu, itu benar-benar ngebunuh gue dari dalam, Mei. Jangan pernah lagi."

Setelah diam sekejap, Hacihan kembali berkata, "kalo bukan karena Ara yang ngasih tau gue kalo teror chat itu ternyata fiksi, gue mungkin nggak bakalan bisa setenang ini, Mei. Bahkan setelah gue tahu kalo teror chat itu fiksi pun, dari awal gue dateng sampe sekarang pun gue tetap mewas-was diri gue, karena bisa aja banyak sebenarnya yang benci gue, tapi cuma lo aja yang kelihatan."

The Universe Knock My Door [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang