Aera
Sudah seminggu aku di rumah sakit ini. Dokter bilang kondisiku sudah membaik dan besok aku sudah boleh pulang ke rumah. Setelah aku siuman dari koma, aku tak pernah melihat mami datang untuk menjengukku lagi. Terakhir aku melihatnya adalah saat ia menangis dan berlari keluar ruangan rumah sakit yang kutempati, mungkin itu sudah 2 hari yang lalu. Di pagi hari aku hanya menghabiskan waktuku dengan menonton televisi yang menayangkan film doraemon. Andai saja doraemon ada di dunia nyata, aku pasti akan menyuruhnya untuk membawaku jalan-jalan dengan mesin waktu yang ia punya. Aku benar-benar bosan di rumah sakit ini!
Di siang hari aku menghabiskan waktuku hanya dengan bermain game yang berada dalam telepon genggam yang kumiliki. Jennie dan Ela masih rutin menjengukku, tapi sayangnya batas waktu yang diberikan oleh petugas rumah sakit hanya 2 jam. Terkadang Lucas, Aksa dan Kenan juga datang ke rumah sakit untuk menjengukku. Oh iya, kalian harus berkenalan dengan Aksa dan Kenan! Mereka memiliki sifat yang sangat konyol dan lucu. Aksa pernah bilang kalau dia adalah raja ulat karena ulat akan berubah menjadi kupu-kupu yang indah layaknya Aksa yang ganteng, dia bilangnya sih begitu. Sedangkan dia menyebut aku, Ela dan Jennie dengan sebutan kadal karena porsi makan kami yang begitu besar dan tidak pemilih. Wah...pemikiran dia memang terlalu pendek dan tidak kritis. Terkadang aku tidak mengerti apa saja isi otak Aksa yang terlalu sederhana, otaknya lebih mirip dengan otak udang.
✨✨
Semua barang-barangku sudah dimasukkan ke dalam mobil. Mami menjemputku untuk mengantarku pulang. Sepertinya dokter sudah memberitahu mami kalau aku sudah boleh pulang hari ini, makanya dia bisa datang dan menjemputku. Mami menatapku dengan mata yang berkaca-kaca. "Mami aku udah sehat kok, gak perlu terharu gitu," kekehku saat melihat mata mami yang siap menjatuhkan cairan bening dalam satu kedipan.
"Mami cuma seneng aja bisa liat kamu sehat lagi." Mami mengusap puncak kepalaku pelan dengan penuh kasih sayang. "Aera," aku mendongakkan kepalaku dan menatap mami dengan penuh tanda tanya "Kenapa mi?"
"Nanti di rumah, mami mau ngomong sesuatu sama kamu."
Oh tidak! Apakah aku akan mendapatkan hukuman karena hal bodoh yang kulakukan? Kalau iya, aku harus mendapatkan perlindungan dari papa!Mobil kami sudah sampai didepan teras rumah. Dengan gerak cepat aku merogoh tas yang dari tadi kuselempangkan dan mengambil telepon genggamku. Aku mencari nomor papa dan menekan tombol call. Aku mengerutkan dahiku, ini aneh! Biasanya kalau aku menelepon papa, papa akan mengangkatnya pada dering ketiga, tapi kali ini hanya suara operator yang menjawab panggilanku. "Aera masuk," suara mami segera menginterupsi pergerakanku. Dengan enggan, aku melangkahkan kakiku untuk masuk ke dalam rumah. Mami menatapku dengan matanya yang tajam dan kemudian berubah menjadi sendu. "Mami kenapa?" ucapku sambil mengusap bahunya dengan lembut.
Mami menghirup oksigen yang berada di sekitar kami dengan panjang dan menghembuskannya kembali dengan berat. "Mami akan cerita sesuatu, mungkin ini akan buat kamu sedih untuk beberapa hari ke depan. Tapi kamu harus ingat, kamu harus menjalani hidup kamu seperti biasa kembali."
Aku mencoba berpikir sejenak. "Baiklah," ucapku dengan perasaan campur aduk. Firasatku mulai tak enak setelah mendengar penuturan yang keluar dari mulut mami barusan.
"Di hari kamu menyayat tanganmu sendiri, papa dan mami mengantarmu ke rumah sakit. Saat kami sedang menunggu di ruang tunggu, papa bilang besok dia harus pergi ke Sydney untuk bisnisnya. 3 hari yang lalu papa berangkat ke Sydney menggunakan pesawat CRI 21.
Di hari itu, pesawat CRI 21..." Mami menghentikan ucapannya dengan wajah yang penuh dengan air mata. Jujur saja, baru kali ini aku melihat mami menangis dengan tersedu-sedu seperti ini."Pesawat CRI 21 kehilangan kendali dan mesinnya terbakar hingga terjatuh di Samudra Hindia. Dan sudah selama 3 hari juga mami mencari keberadaan papa. Tapi...tapi apapun yang mami lakukan sia-sia. Di dalam berita bilang kalau semua orang yang ada di dalam pesawat dipastikan meninggal. Jenazah papa belum ditemukan." Aku tertegun mendengar ucapan mami, bahkan tanpa kusadari air mataku juga ikut terjatuh. Wajar saja saat tadi aku mencoba untuk menelepon papa, hanya suara operator yang menjawabku.
"Mami, maafin Aera! Seharusnya Aera enggak ngelakuin hal bodoh itu. Aera bisa aja membujuk papa supaya enggak pergi ke Sydney dan hal ini enggak mungkin terjadi. Mami, maafin Aera." ucapku dengan kencang disela-sela tangisku yang deras.
"Ini bukan salah kamu, Aera. Ini bukan salah siapa-siapa." Mami mengusap air mataku dan memelukku dengan erat. "Kita nanti malam berdoa ya supaya papa bisa ditemukan lebih cepat."
"Iya mi," aku menganggukkan kepalaku dengan cepat dan kuat.
Telepon genggam mami berdering. Mami melepaskan pelukan kami dan mengambil telepon genggamnya untuk mengangkat panggilan tersebut lalu menempelkan telepon genggamnya itu ke telinga. "Hari ini ada rapat? Jam berapa?" Mami menunggu jawaban dari lawan bicaranya. "Baik, saya kesana sekarang." Mami mematikan sambungan teleponnya dan memandangku. "Maaf Aera, setelah papa enggak ada, mami harus mengurus perusahaan. Mami ada rapat sekarang, mami pergi dulu ya."
Setelah mengucapkan itu, mami pergi dengan setengah berlari.Aku mendengar suara pintu yang ditutup oleh mami. Setelah itu aku tidak bisa lagi menahan tangisku yang akan segera pecah.
✨✨

KAMU SEDANG MEMBACA
????? [?????????]
Mystery / ThrillerSiapa sih yang gak kenal sama Aera? Semuanya pasti mengenal Aera karena ia adalah perempuan yang cantik, baik, dan pintar. Tapi, kalian semua salah besar! Aera Luardin Zuard, mahasiswi SMA yang memiliki wajah sempurna ini malah memiliki penyakit ke...