Siapa sih yang gak kenal sama Aera? Semuanya pasti mengenal Aera karena ia adalah perempuan yang cantik, baik, dan pintar.
Tapi, kalian semua salah besar! Aera Luardin Zuard, mahasiswi SMA yang memiliki wajah sempurna ini malah memiliki penyakit ke...
Aku melihat ke arah jam yang tergantung di dinding kamar, pukul 16.00 WIB. Setelah kejadian tadi pagi, aku dan Lucas benar-benar tidak berbicara sedikitpun, bahkan saat kami sempat berpapasan tadi, dia tidak memperdulikanku dan terus jalan tanpa melirik ke arahku, seperti aku hanya angin lalu baginya.
Huh...pasti Lucas marah kepadaku karena tidak memberitahukannya tentang masa laluku. Tapi aku bisa apa? Aku saja hanya mendengar ucapan mami pada waktu itu hingga ucapan itu terus terngiang-ngiang di otakku bahkan terbawa ke dunia mimpiku hampir setiap malam saat aku tertidur. Jujur, ketika malam sudah menghampiriku, aku kadang takut untuk tidur, alasannya tentu saja karena mimpi-mimpi buruk itu. Aku bahkan tidak tau kalau kejadian itu nyata atau halusinasi alam bawah sadarku sendiri.
"Ra, La, jalan-jalan yuk!" ajak Jennie kepadaku dan Ela yang sedang bermalas-malasan sambil berguling-guling di atas kasur.
"Aku males gerak," jawab Ela dan segera disetujui olehku. "Ayok jalan-jalan!" paksa Jennie sekali lagi sambil menarik tanganku dan Ela.
"Kok kamu semangat banget sih buat jalan-jalan? Kadang juga ikut-ikutan kita buat malas-malasan. Kitakan tim rebahan," sahutku karena melihat perubahan Jennie yang menurutku cukup 'aneh'.
"Aku bosen banget tau disini, kalau enggak ngapa-ngapain. Kita ke sini untuk holidayand refreshing sebelum ulangan kan? Terus kenapa kita cuma hibernasi didalem kamar?" tanya Jennie.
"Iya juga ya," ucap Ela menimbang-nimbang ucapan Jennie. "Ya udah deh, yuk jalan-jalan!" kini giliran aku yang mengajak mereka untuk jalan-jalan. Senyum sabit yang melengkung ke atas milik Jennie segera terbentuk setelah aku menyetujui ajakannya. Baru saja kami sedang bersiap-siap untuk jalan-jalan, suara pintu kamar yang diketuk dari luar segera terdengar oleh indra pendengaran kami bertiga. "Buka aja!" teriakku.
Tak lama pintu kamar kami terbuka lalu tampaklah muka Aksa yang cengegesan. "Cengar-cengir mulu dah, emang kenapa sih ngetuk pintu? Ganggu aja!" sahut Jennie ngegas.
Aksa menunjukkan wajah masamnya ke arah Jennie. "Marah-marah mulu deh, ntar cepet--," ucapan Aksa terpotong karena Jennie yang lebih dulu ngegas ke arah Aksa.
"Apa apa! Cepet tua, HAA!" teriak Jennie dengan keras. Teriakan Jennie itu langsung membuatku, Ela dan Aksa menutup telinga kami masing-masing secara bersamaan karena suara teriakan Jennie yang mampu membuat gendang telinga kami bertiga berdengung. "Geludnya nanti aja woi, telinga aku berdengung nih gara-gara Jennie teriak," lerai Ela. Jennie yang membuat keributan ini hanya nyengir kuda dengan mengangkat jari telunjuk serta jari tengahnya membuat tanda peace.
"Jadi kamu kenapa datang kesini?" tanyaku baik-baik, tidak seperti Jennie yang selalu ngegas kalau sedang berhadapan dengan Aksa dan Kenan. "Jadi gini, kami mau ngajakin kalian makan, ikut gak?" tanya Aksa sambil menatap aku, Ela dan Jennie secara bergantian.
"IKUT," teriak kami bertiga dengan girang secara kompak. "Ya udah, yuk berangkat!" ajak Aksa lalu berjalan menuju mobil Lucas yang berada di halaman villa. Ternyata Lucas, Kenan dan Juna sudah berada didalam mobil lebih dulu.
"Eh Ra, kamu duduk di depan aja bareng Lucas," celetuk Ela. Aku menganggukkan kepalaku, setuju dengan ucapan Ela.
"Aku pengen duduk di depan boleh gak, Ra? Soalnya pas kemarin aku duduk di tengah, kepalaku rada pusing," ucap Jennie yang langsung menghentikan pergerakanku saat hendak membuka pintu mobil. Aku tersenyum kecut ke arah Jennie dan mengangguk. Akhirnya aku duduk di tengah bersama Ela, sedangkan Juna, Aksa dan Kenan duduk di belakang.
Setelah menempuh perjalanan selama 15 menit dan melewati jalan yang mengerikan. Kalian pasti tau jalan yang mengerikan itu, yang kirinya jurang dan kanannya got kecil itu lho. Aku bahkan menggenggam sabuk pengaman dengan erat karena ketakutan. Untungnya Lucas sangat ahli mengendarai mobil, jadi kami semua aman, sejahtera dan sentosa.
Akhirnya kami sampai di sebuah tempat makan yang pesona alamnya sungguh menakjubkan. Bagaimana tidak? Tempat makan ini terletak di atas bukit dengan menyuguhkan pemandangan yang hijau.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kami segera memilih salah satu tempat duduk yang berada disana. Tak lama seorang pelayan datang dan memberikan daftar menu makanan kepada kami. Setelah mendapatkan daftar menu makanan itu, kami segera memesan makanan apa saja yang kami inginkan.
Setelah dirasa cukup dengan pesanan kami, pelayan itu menunduk sejenak lalu pergi melenggang menuju dapur untuk memberitahukan makanan yang kami pesan.
Kami menunggu cukup lama sambil berbincang-bincang sampai makanan yang kami pesan sudah terhidangkan dihadapan kami.
"Doa woi," ucap Kenan saat melihat Aksa sudah menyendok nasi. Aksa cengegesan dan mengundang tawa kami semua. Setelah selesai berdoa kami mulai memakan makanan kami.
"Jen, ada makanan tuh di dagu kamu," ucapku sambil menunjuk daguku sendiri untuk menunjukkan letak makanan yang menepel di dagu Jennie. Jennie mulai meraba-raba dagunya, namun ia tak kunjung mendapatkan makanan yang menempel itu. Saat aku hendak mengambil tisu untuk mengambil makanan yang berada di dagu Jennie, perlakuan Lucas terhadap Jennie benar-benar membuatku terbelalak dan terkejut.
Lucas lebih dulu mengambil tisu dan mengambil makanan yang menempel di dagu Jennie menggunakan tisu tersebut tepat didepan mataku. Jujur aku merasa dadaku tiba-tiba sesak bagai oksigen di sekitarku menghilang, air mata mulai terbendung di mataku. Aku mencoba menengadahkan kepalaku ke atas untuk menatap ke langit-langit agar air mata itu tidak terjatuh dengan seenaknya.
"Aku ke toilet dulu," ucapku lalu pergi melenggang ke toilet tanpa mengharapkan jawaban dari mereka. Setelah sampai di toilet, air mata yang coba kubendung dari tadi akhirnya lolos dan jatuh ke pipiku. Aku benar-benar tidak habis pikir, bagaimana bisa disaat aku dan Lucas sedang dalam fase tidak saling berbicara, Lucas bisa-bisanya membuatku cemburu oleh sahabatku sendiri.
Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiranmu hiks.