Seperti biasa, meja yang berada di ujung kantin dan berdampingan dengan tembok lah yang di pilih Arjuna serta keempat kawannya untuk berkumpul.
Bel istirahat pertama sudah berbunyi kurang lebih sekitar 10 menit yang lalu. Namun, sepanjang perjalanan menuju kantin hingga saat ini mereka duduk bergabung, tak sedikitpun terlewat cerita tentang kekonyolan mereka tadi.
"Sorry, gue lebih baik di hukum dari pada tatap muka dan dengerin kultum unfaedah milik inces bar-bar," terang Farza memandang keempat temannya dengan alis naik-turun.
"Bodoh. Murid durhaka," sahut Rendi dengan decakan di akhir kalimatnya.
"Bidih. Mirid dirhiki," ralat Dewa dengan suara aneh. "Plesebek coy, lo juga tergabung kedalam para murid durhaka"
Bukannya mendukung Dewa karena membelanya dari makian Rendi, Farza malah mengusap wajah Dewa kasar, lalu berhenti di mulut cukup lama seraya memukul-mukulnya pelan.
"Nggak usah monyong. Inget status lo yang masih jomblo. Belum ada cewek yang mau lo sosor." Mendengarnya, dengan kesal Dewa menepisnya.
"Gue belain lo, cuk." Marah Dewa melotot tajam kearah Farza. Namun, hal itu tak berangsur lama ketika wajah kesalnya berganti dengan cengiran. "Tapi rencana tadi kapan-kapan boleh diulang."
Dewa menatap Farza dengan tatapan aneh. Sedangkan Farza yang mengerti arti tatapan itu hanya bisa menghela nafasnya pelan. Ya, sebenarnya kejadian tadi memang bagian dari rencana mereka untuk menghindari jam pelajaran bu Belinda yang apabila menjelaskan akan keluar dari konteks bab yang harus diajarkan. Maka dari itu, mereka memilih membuat ulah daripada harus mendengarkan bu Belinda.
"Oh iya, Jun. Gue baru ngeh kalau tadi itu ada si Ariana," ucap Surya yang sejak tadi hanya diam. Arjuna mengangkat pandangannya dari layar handphone, lalu menaikan sebelah alisnya.
"Nah itu. Itu tuh, malu sampe ke tulang belakang," sahut Farza. Arjuna meletakkan handphone nya, menyugar rambutnya, lalu berdecak.
"Gue nggak malu."
"Iya lo nggak malu, tapi lo malu-maluin," celetuk Dewa menyahuti ucapan Arjuna dengan tampang menggoda, jangan lupakan kedua alisnya yang ikut naik-turun. "Kalau haus mah bilang aja, Mang. Jangan kayak orang melarat sampe ngerebut milik orang."
Tepat setelah Dewa menyelesaikan ucapannya, gelas plastik bekas minuman teh dihadapan Arjuna terlempar begitu saja kearah Dewa. Untungnya, cowok itu dengan sigap segera menghindarinya.
"Parah lo sekarang, apa-apa di lempar," sungut Dewa kesal. Namun, sama sekali tak mendapat respon apapun dari Arjuna.
Beberapa menit setelah keheningan yang terjadi diantara mereka, lima cowok itu tersentak bersamaan tatkala sebuah stopmap snelhecter berisi tumpukan lembaran kertas terlempar begitu saja di atas meja mereka.
"Anjerrr, followers Arjuna," celetuk Dewa ikut tersentak. Mereka berlima memilih menoleh untuk melihat siapa gerangan orang tanpa akhlak yang seenaknya melempar tanpa izin terlebih dahulu.
"Maksud lo apa lempar-lempar?!" Marah Rendi yang hanya mendapat cengiran dari orang itu. "Bangsat tau nggak lo?"
"Woi, Ren. Santai dulu ngapa," ucap Surya menepuk pelan bahu Rendi yang kebetulan memang duduk bersebelahan.
"Sorry deh, Kak. Gue nggak maksud," terang cowok itu seraya menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada berniat meminta maaf.
"Lo kesini mau apa?" tanya Arjuna tanpa basa-basi. Arjuna mengenalnya, karena cowok ini memang salah satu anggota dari team voli yang artinya juga satu team dengan Arjuna.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNA
Teen Fiction[Di Antara Dua Rasa] Arjuna memiliki kekasih, tapi akhir-akhir ini ia merasa ada yang kekasihnya sembunyikan. Termasuk kedekatan mereka yang tidak seintens dulu. Arjuna mencoba mengerti dan menganggap segalanya masih baik-baik saja. Hingga Arjuna be...