“Kakak tau dari ... hm, udahlah gak penting juga.” Suara Ferro mulai melemas. Pasti cowok itu kembali mengingat Davina.
“Kak? Are you okay? Kenapa? Kok jadi lemes gitu?” tanya Kanaya yang tampak khawatir.
“Kakak baik, kok, Kana.”
Kembali mengingat Davina sama dengan kembali mengingat luka dan kenangan lama yang begitu menyesakkan relung hati. Mungkin dua insan itu sedang dilanda rasa yang sama. Namun, di tempat yang berbeda.
“Bohong banget, Kakak pasti kangen sama Vina, kan?”
“Kalau aku jawab enggak, itu dusta banget. Tapi, kita harus tetap tegar karena Davina pasti gak akan bahagia kalau liat kita sedih terus.” Ucapan Ferro ada benarnya juga. Tapi, kenapa rasa rindu itu begitu menggebu-gebu? Bercampur menjadi satu dengan rasa bersalah dan perih yang mulai tumbuh. Ah, rasanya Kanaya ingin pergi dan menghilang dari bumi ini sekarang juga. Tapi, bagaimana caranya?
“Kak ... kemarin aku ketemu orang yang mirip banget sama Davina,” jujur Kanaya.
“Kana, kamu yakin dia mirip sama Vina?” Ferro seakan-akan tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Kanaya.
“Naya yakin seribu persen, Kak. Suaranya, bahkan pahatan wajahnya mirip banget sama Vina.”
“Kamu gak lagi halu, kan? Davina udah pergi, Kana ....”
“Naya gak lagi halu, Kak. Cewek itu kemarin gak sengaja aku tabrak pas lagi lari di trotoar.”
“Kamu ngapain lari di trotoar?”
“Mobil Naya mogok pas mau ke rumah Adel, Kak. Jadinya, lari aja deh. Oh iya Kak, nama cewek itu ....”
‘Tok, tok, tok’ ketukan pintu membuat omongan Kanaya terhenti. Dia terpaksa harus menyudahi panggilannya bersama dengan Ferro karena sang Bunda meminta dirinya untuk membeli sesuatu.
“Kak, udah dulu, ya? Bunda nyuruh Naya belanja ke minimarket.”
“Iya, salam buat Bunda, ya? Hati-hati beli terigunya. Assalamualaikum, have a nice day, Bocil.”
“Waalaikumsalam, iya, Kak, nanti Naya kasih tau Bunda. You too, Kak.”
Sambungan telepon sudah terputus. Kanaya meletakkan benda pipih yanh sedari tadi menempel di pipinya. Dia keluar dari kamar dan menghampiri Bunda untuk meminta daftar barang yang akan ia beli di minimarket nantinya.
♡
Adelia dan juga Kanaya sudah menunggu Zellyn dari 20 menit yang lalu. Tapi, gadis tomboi pecinta cogan itu tidak kunjung menampakkan batang hidungnya. Kanaya sejak tadi menggerutu tidak jelas dan membuat telinga Adelia terasa panas.
“Nay, lo bisa diam gak, sih? Kuping gue jadi panas tau gak?” tegur Adelia yang sudah jengah mendengar semua celotehan Kanaya yang tiada henti.
“Sumpeh nih ye, si Zellow ke mana? Gak biasanya dia ngaret gini?” balas Kanaya sambil melipat tangannya di depan dada. Kalian tahu? Zellow adalah nama panggilan yang diberikan oleh Adelia setelah kepergian Davina. Kenapa? Karena Zellyn sempat kehilangan semangat menjalani hari-harinya, sama seperti Kanaya. Maka dari itu, Adelia menyematkan kata Low di belakang tiga huruf nama Zellyn.
Kanaya dan juga Adelia duduk di tepian lapangan futsal. Mereka sudah berjanji akan bertemu di sini selepas ekskul ketiga sudah berakhir dan pulang bersama. Tapi, kenapa Zellyn belum memunculkan dirinya sedari tadi. Mereka terdampar di tengah-tengah segerombolan fans anak futsal yang memang sedang mempersiapkan diri untuk pergi memenangkan lomba yang diselenggarakan oleh sekolah tetangga.
“Buset, mereka teriak-teriak kagak serak apa, ya?” komentar Adelia sambil menatap jengah kumpulan cewek di hadapannya.
“Tau tuh. Kalo gue sih males banget,” timpal Kanaya.
“Mm ... maaf telat, ya? Tadi, ekskul basket tiba-tiba ada rapat.” Zellyn datang dengan napas terengah-engah. Dilihat dari gayanya, gadis itu berlari menuju ke lapangan futsal.
“Iya, santuy aja, Lyn,” balas Kanaya.
“Sintiy iji, lin ... padahal dari tadi ngomel-ngomel gak jelas. Dasar solimih.” Ucapan Adelia membuat Kanaya menampilkan wajah tanpa dosa miliknya.
“Lo ngomong gitu, macam gak tau Kanaya aja,” kata Zellyn.
“Pulang, kuy!” seru Kanaya bersemangat.
“Ayolah, udah gerah banget gue ini,” keluh Zellyn sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah cantiknya yang sedikit mengeluarkan peluh.
Kanaya dan Adelia beranjak dari duduknya dan mulai berjalan menuju arah parkiran, tempat di mana mobil Zellyn berada. Tiba-tiba saja Axelio datang dari arah belakang dan menyerukan nama Kanaya dengan cukup keras.
“Kanaya!” Langkah ketiganya berhenti secara serempak. Tidak hanya Kanaya yang menoleh. Namun, Zellyn dan juga Adelia juga ikut melihat Axelio yang tengah berlari menghampiri ketiganya.
“Kenapa, Lio?” Kanaya mengernyitkan keningnya, bingung. Pasalnya, dia sedang tidak ada urusan dengan sang ketua osis. Tapi, kenapa Axelio kini memanggil dirinya.
“Kehilangan gelang gak?” tanya Axelio pada Kanaya. Mendengar hal itu, Kanaya langsung melihat pergelangan tangannya dan ternyata benar. Gelang pemberian Davina yang biasa bertengger di sana tidak ada. Kanaya sangat panik. Hanya gelang itulah benda yang bisa mengobati rindunya kepada Davina.
Melihat reaksi Kanaya yang panik bukan main. Axelio yakin, bahwa gadis yang ada di hadapannya ini sedang kehilangan benda kecil itu. Axelio menunjukkan apa yang ia temukan di tepi lapangan futsal tadi.
“Ini gelangnya?” Mata Kanaya langsung berbinar. Itu adalah gelangnya yang sempat hilang selama kurang lebih 30 menit.
Kanaya mengangguk, “Kamu ketemu di mana?”
“Di tempat kamu duduk tadi. Gak sengaja lewat pas mau pulang, gak taunya lihat ini.” Axelio langsung menyerahkan benda itu.
“Terima kasih, Lio. Kalau gitu aku, Zellyn sama Adel duluan, ya?” ucap Kanaya sambil tersenyum manis di hadapan Axelio.
“Iya, sama-sama.”
“Duluan, ya, Pak Ketos!” ucap Zellyn dan Adelia bersamaan dan membuat Axelio mengangguk.
()
To be continued~
Gimana sama part kali ini?
Kalian tim Kanaya-Ferro atau Kanaya-Axelio, nih?Seperti biasa, jangan lupa vote, komen, follow akun ini, dan share cerita Davina juga Devira kepada teman kalian.
Palembang, 21 Desember 2020.
With <3, Anin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Devira [Selesai]
Teen FictionSequel of Davina. -Sangat disarankan untuk membaca cerita Davina lebih dahulu .... Davina. Satu nama yang tidak akan kulupa. Orang baik yang pernah kumiliki. Tanpa sadar aku merindukannya. Kuingin berjumpa dengannya. Walaupun harus mempertaruhkan ma...
Dvr|06
Mulai dari awal