JHY lights Enterprise
19.00 KST
Malam ini Rosé masih berada di kantor untuk merevisi beberapa proyek perusahaan yang akan diluncurkan akhir tahun ini.
Soal pembahasan kemarin malam, habis disitu saja. Jeffrey tidak mengiyakannya, Rosé juga tidak ingin mendengar jawaban Jeffrey. Mereka berdua sama-sama bungkam.
Sekarang yang tercipta justru suasana aneh dan canggung.
Kring kring kring
"Annyeong hasimnikka? JHY lights Enterprise, private secretary Roséanne Park imnida. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Rosé saat mengangkat telepon kantor yang berdering.
"Tolong antarkan kopi keruangan saya."
"Eoh? Ba- baik Boss."
Panggilannya pun terputus. Ternyata yang menelponnya adalah Jeffrey. Padahal ruangan mereka berdua sangat dekat sekali, hanya pintu saja yang menjadi batasannya. Biasanya Jeffrey langsung memanggil kalau ada keperluan. Tapi lihatlah sekarang, dia malah menelpon.
Ini pasti karna topik pembahasan malam itu. Tapi meski begitu Rosé tidak menyesali keputusannya untuk mengajukan diri sebagai pendamping hidup seorang Jeffrey Jung.
Tidak ada yang perlu di sesali sebenarnya, kalau Jeffrey mau ya sudah, kalau tidak ya sudah juga.
Sesimpel itu sih, menurut Rosé.
•
Setelah selesai membuatkan kopi, Rosé pun bergegas mengantarkannya ke ruangan Jeffrey. Tapi saat dia tiba di sana ruangannya kosong.
"Jeff, ini kopi nya!" Teriak Rosé, tapi tidak ada yang menyahut.
"Dia pasti ke rooftop lagi." Lirih Rosé.
Tanpa membuang waktu Rosé langsung masuk ke dalam lift yang berada di dalam ruangan Jeffrey. Lelaki itu memang sering menghabiskan waktu di rooftop saat pikiran nya kacau atau ia bosan dengan pekerjaannya.
Dua menit pun berlalu. Akhirnya Rosé sampai juga disana. Dan ternyata benar, Jeffrey sedang duduk sambil menatap keindahan kota Seoul.
"Your coffee." Lirih Rosé sambil duduk disamping Jeffrey.
"Thanks." Jawab lelaki itu sambil tersenyum tipis.
Untung saja Rosé tidak hanya membuatkan kopi untuk Jeffrey, melainkan untuk dirinya juga. Dia sudah menebak jika di waktu-waktu seperti ini dia akan menemani Jeffrey sambil mendengarkan segala keluh kesah dari lelaki tampan itu.
"Apa menurutmu caraku mencintai seseorang itu salah?" Tanya Jeffrey tiba-tiba.
Rosé menyesap kopinya sejenak, "Aku rasa enggak."
"Kenapa?"
Wanita bermarga Park itu menghela nafas, "Sebelum aku menjawab, aku pengen tahu sesuatu dari kamu, Jeff. Kenapa sampai detik ini kamu masih mencintai dia? Apa kamu masih mengharapkan dia kembali? Kamu tahu sendiri kan itu ga mungkin?" Tanya Rosé bertubi tubi.
Jeffrey diam sejenak.
"Hm, entah lah." Lirih nya sambil menatap lurus ke depan.
"Berharap boleh, cuman kamu harus tahu kapan berhenti." Ucap Rosé membuat Jeffrey tertegun.
"Aku tahu perasaan kamu sama dia itu tulus. Dari cara kamu menatapnya, membicarakannya, menyebutkan namanya, udah terlihat jelas kalau kamu itu cinta sama dia. Hal itu ga salah, sama sekali ga salah, kamu ngelakuin itu karna rasa cinta kamu ke dia. Tapi Jeff, mengharapkan yang udah pergi itu ga berguna."
"Udah ga kehitung berapa kali aku bilang ke kamu soal hal yang sama. but you never heard that." Lirih Rosé sambil menatap Jeffrey sekilas.
Rosé itu udah capek sebenernya. Apalagi soal Jeffrey yang masalahnya selalu sama. Can't move on.
"Aku mau." Ucap Jeffrey.
"Mau apa?"
"Menerima tawaran kamu semalem soal menjadi pendamping aku. Masih berlaku kan?"
"Uhuk! Uhuk!" Ucapan Jeffrey membuat Rosé tersedak.
"Eh kamu gapapa?" Tanya nya sambil mengusap pelan punggung Rosé.
Reflek Rosé menjauh, "Ga, gapapa." Jawabnya. Padahal mah perasaanya sudah campuk aduk mendengar penuturan dari Jeffrey.
"Aku harap kamu ga nyesel udah nawarin itu."
Rosé menoleh, "Tapi Jeff, kamu beneran serius?"
"Kenapa? Kamu ga yakin sama aku?"
"Ngeliat kamu sekarang sih, ga yakin."
"Aish!" Jeffrey menjentikkan jari nya ke kening Rosé.
"Giliran aku mau, kamu ga yakin. Padahal aku udah niat banget ngomong ini, semalaman aku mikirin nya tau ga?! Tapi kamu... Ah! Rosé ga asik ah, males." Kesal Jeffrey dengan muka kusutnya.
Rosé tertawa kecil, baru kali ini dia melihat Jeffrey merajuk. Seumur-umur Rosé hanya melihat dia menangis dan tertawa saja.
Rosé memegang dagu Jeffrey agar kembali menatapnya, "Kalau kamu serius, aku mau aja. Tapi setelah kamu sama aku jangan pernah sebut nama dia atau sekedar membicarakan tentang dia."
"Kenapa?"
"Masih nanya? Ga ada wanita yang suka saat pasangannya masih memikirkan mantan istrinya, Tuan Jung yang terhormat."
"Aku paham kalau kita akan membina hubungan ini bukan atas dasar cinta, tapi aku pengen saat kamu sama aku, cuman aku satu satu nya yang ada dipikiran kamu. Get it? "
Jeffrey menghela nafas, "Terlalu banyak permintaan."
"Dih, gamau ya udah. Cari wanita lain aja."
"Ck, iya iya."
"Aku tuh ga mau ya, raga nya di aku, pikirannya di dia, terus hatinya terbagi-bagi. Kalau mau sama aku, kasih ke aku semuanya. I just want a commitment ." Jelas Rosé sambil memainkan kuku-kuku cantiknya.
Jeffrey sontak tertawa.
"Kenapa ketawa? Ada yang lucu?"
"Setelah dengerin semua persyaratan kamu yang agak serakah itu, aku masih mau jadiin kamu pendamping aku tau gak? isn't that crazy? " Tanya Jeffrey sambil memperlihatkan dimple nya yang manis.
"You have always been crazy." Jawab Rosé ikut tertawa
"Nyebelin banget calon istri aku ini." Kesal Jeffrey.
Rosé sontak membalikkan badannya, "Huh? Bilang apa tadi?" Ulang Rosé.
Jeffrey menggeleng dengan cepat "Ga, ga ada, ga bilang apa apa"
"Pffftt... Hahahahahaha" Rosé tertawa puas melihat raut wajah Jeffrey yang mungkin terlihat sedang salah tingkah?
Jeffrey hanya menatap horor pada Rosé. Untuk sesaat kedua nya pun diam karna larut dengan pikiran masing-masing.
"Jadi... Gimana?" Tanya Jeffrey memastikan lagi.
"Kalau kamu udah yakin dan udah ngerasa sanggup untuk ngejalanin hubungan baru sama aku, ya kita jalankan hubungan ini. Tapi kalau kamu masih ragu, pikirin lagi aja dulu. Aku ga maksa kamu, kita juga ga ngejar target apa apa yang nuntut kita menjalankan hubungannya terburu buru, just relax." Jelas Rosé.
"Aku udah yakin kok, seperti kata kamu waktu itu. Harusnya kalau dia bisa bahagia, aku juga bisa."
Rosé tersenyum lebar mendengarnya. Jujur saja dia sangat bahagia mendengar Jeffrey berkata seperti itu. Membuat lelaki itu sadar sangat susah, butuh waktu bertahun-tahun untuk menasehati nya.
Jeffrey kemudian berdiri, lalu ia menjulurkan tangannya pada Rosé, "Angin malam itu jahat, nanti kamu sakit." Ucap nya.
Rosé tertawa kecil lalu ia menerima uluran tangan Jeffrey.
"Nanti biar aku yang antar pulang."
"Kok perhatian sih? Dulu aja ga pernah perduli." Sindir Rosé.
"Kan sekarang sama dulu beda."
"Bedanya apa?"
"Dulu itu kamu cuman sebatas bawahan aku. Tapi kalau sekarang kamu itu seseorang yang harus aku jaga keberadaan nya."
.
.
.
_________
.
.
.
________________
Jangan senyum aja dong, VOTE nya kasih juga😙
Di mohon untuk tidak menjadi sider ya, berhasilnya karya ini bergantung pada seberapa banyak dukungan dari kalian 😉💚