WAJIB VOTE DAN FOLLOW AKUN INI TERLEBIH DAHULU. TERIMAKASIH BESTIE.💖
***
Suasana pemakaman dipenuhi dengan isak tangis keluarga. Yulia memeluk papan nisan anaknya dengan erat, sedangkan Vera menatap makam adiknya dengan datar tanpa menangis sedikitpun.
Setelah kejadian kemarin, Bintari sama sekali tidak muncul lagi dihadapan mereka semua. Tiba-tiba, ia menghilang begitu saja.
Kana memeluk Yulia dari samping, lalu tersenyum kepadanya. "Tante jangan nangis lagi ya? Bintari udah bahagia disana," ujarnya.
"Terimakasih banyak ya. Kamu sama temen-temen kamu udah bantuin nemuin Bintari. Tante gak tau harus ngomong apalagi sama kalian selain terimakasih," ujar Yulia.
Mala, Mada dan Beni ikut berjongkok menatap Yulia dengan haru.
"Sekarang ini kita harus banyak berdoa buat Bintari. Tante gak boleh terus-terusan nangis kaya gini ya?" ujar Mala berusaha menguatkan, Yulia pun hanya bisa mengangguk.
"Kalian gak langsung pulang kan? Mampir dulu ya kerumah Tante." ujar Yulia dan dianggukkan oleh mereka.
***
Sesampainya dirumah almarhum Bintari, mereka semua duduk di ruang tamu, menatap banyaknya bingkai foto cantik tersebut.
Ssssshhhhh
"BINTARI?!" ucap Kana spontan.
Ya, Bintari hadir kembali dihadapannya mereka. Kali ini berbeda, sosoknya terlihat sangat cantik dan bersih. Sampai-sampai Beni pun bangun dari duduknya dan tidak berkedip sama sekali.
"Gila cantik banget aslinya." gumam Beni sangat terpukau.
"Sekarang gue udah bahagia," ujar Bintari tersenyum.
"Gue ikut seneng. Gue gak akan lupain lo, Bintari. Lo akan selalu ada dihati gue," ujar Mala tersenyum.
"Begitupun juga gue Mal. Kalian semua bakal terus gue inget. Makasih banyak ya. Sekarang gue mau pergi." ujar Bintari.
Belum sempat mereka menjawab, suara keramaian orang terdengar sangat jelas dari arah pintu luar.
"Itu ada apa ya?" tanya Mada.
Tatapan mereka teralihkan pada Yulia yang berlari keluar dari arah dapur. Sontak, mereka semua pun mengikutinya dari belakang.
Kaki Kana terpaku, setelah melihat apa yang ada dihadapannya saat ini. Ya, kakeknya datang bersama Putra.
"Kakek?" gumam Kana pelan, ia masih enggan menatap omnya. Kana masih sangat marah kepadanya.
"Putra?" tanya Yulia kaget.
Sedangkan Putra menatap wajah Yulia dengan penuh penyesalan. Pria tersebut dengan tulus meminta maaf kepada Yulia dan mengakui semua kesalahannya.
Bagai tersambar petir, sungguh. Yulia sangat terkejut mendengar pengakuan Putra barusan. Ia menampar wajah Putra dengan sangat kencang dan menangis kembali. Sedangkan, Mala, Mada dan Beni masih menahan tubuh Yulia agar tidak makin berontak.
"Maafin saya Tante," lirih Putra.
"Brengsek! Kamu gak berhak dapet maaf dari saya. Bahkan dari kedua anak saya. Kamu udah hancurin keluarga saya! Kamu udah bikin kedua anak saya sakit!" teriak Yulia masih tidak bisa teruma, ia makin menangis.
"SAYA UDAH ANGGEP KAMU JADI ANAK SAYA SENDIRI! TAPI INI BALESAN KAMU? BIADAP, KAMU BUKAN MANUSIA!" teriak Yulia lagi.
"Maafin saya...." lirih Putra lagi.
"Kana," panggil Bintari tiba-tiba.
Sang empu pun menoleh ke arah sumber suara, Bintari menatapnya dengan tatapan datar.
"Apa boleh, gue masuk ke tubuh lo sebentar aja?" tanya Bintari pelan.
Kana mengangguk, lalu berjalan mendekat ke arah Yulia.
"Tante udah Tante," ujar Kana lirih.
"ORANG ITU, DIA HARUS DAPAT GANJARANNYA!" tatapan kebencian itu Yulia lontarkan untuk Putra.
"Tante..." panggil Kana lagi, sedangkan Yulia masih belum bisa menahan amarahnya.
"Bintari ada disini, Bintari mau ngomong sama Tante." ujar Kana pelan, Yulia spontan menoleh ke arah Kana, lalu menggenggam tangannya.
"Bintari? Anak saya?" gumam Yulia. "Nak, kamu dimana? Mama disini, mama sayang sama Bintari," ujar Yulia menoleh ke sembarang arah.
Dengan secepat kilat, Bintari masuk ke tubuh Kana saat itu juga.
"Bintari disini Ma," ujar Bintari berkomunikasi melalui tubuh Kana.
Aryo menatap cucunya dengan haru, ia bangga kepada Kana.
Yulia meraba wajah Kana, lalu memeluknya dengan erat. Bahkan enggan untuk melepaskannya.
"Bintari, ini beneran kamu Nak?" tanya Yulia masih meneteskan air mata, suaranya terdengar sangat parau. Ia benar-benar hancur.
Tak lama kemudian, seseorang datang mendorong kursi roda milik Vera. Wanita itu seperti tidak bernyawa, Putra menatap wajah Vera, ia makin merasa bersalah atas apa yang telah ia perbuat kepada keluarga baik ini.
"Nak, Vera. Adik kamu ada disini, dia ada sama kita. Sini Nak," ujar Yulia beralih memeluk Vera, namun anak pertamanya itu tidak menunjuk reaksi apapun.
"Mama..." panggil Bintari.
"Ya, ada yang pengen kamu sampaikan ke Mama, Nak?" Yulia berusaha mengontrol emosinya.
"Mama jangan sedih terus ya? Bintari udah bahagia. Kalo nama nangis terus, Bintari makin sakit. Mama gak mau kan liat Bintari sakit? Doain Bintari aja ya Ma," ujar Bintari.
Yulia menahan isak tangisnya, ia mengangguk cepat, lalu menepis air matanya. "Iya, ini Mama gak nangis lagi kok," ujarnya berusaha tersenyum.
"Maafin kak Putra ya Ma," ujar Bintari, spontan Yulia menoleh kembali ke arah pria yang masih berlutut dihadapannya.
"Gak bisa. Orang itu gak akan pernah Mama maafin." ujar Yulia tajam.
"Ma, Tuhan aja maha pemaaf. Mama juga harus maafin kak Putra,"
"Gak bisa Tar, dia jahatin anak Mama dan Mama gak akan pernah bisa terima itu." ujar Yulia.
Bintari hanya diam, tidak menimpali ucapan mamanya lagi. Ia sangat tau perasaan mamanya saat ini.
Tatapan matanya beralih kepada kakaknya, Vera. "Kak Vera cepet sembuh ya? Jangan biarin Mama sedih," ujar Bintari, lagi-lagi membuat Yulia menangis.
"Ma, kak Vera harus sembuh. Kak Vera harus rajin berobat, ya?"
"Iya, mama bakal bawa kakak kamu ke dokter yang paling bagus. Supaya kakak kamu sembuh." ujar Yulia terisak.
Tatapan Bintari beralih kepada Putra, lalu menuntunnya untuk berdiri.
"Kak, aku Bintari," ujar Bintari yang masih menggunakan tubuh Kana.
Napas Putra seakan-akan tercekat, ia merasa sangat sulit mendapatkan udara. Matanya sangat merah akibat menangis. Semalam, Aryo sudah membentak nya habis-habisan.
"Bintari, maafin kakak ya? Kakak mohon," lirih Putra menyesal.
Bintari menatapnya dengan tatapan datar. "Aku terima, kak Putra bunuh aku. Tapi aku gak terima, kak Putra bikin kak Vera jadi seperti ini. Terlebih lagi sama Mama, kak Putra udah bikin Mama sedih." ujar Bintari.
"Kakak tau, kakak minta maaf. Kakak emang gak berhak untuk hidup,"
"Jangan ngomong gitu. Aku udah maafin kak Putra, tapi hukuman harus tetap berjalan. Kak, serahin diri kakak ke polisi, ya?"
Putra tidak menjawabnya.
"Aku berharap kak Putra mau terima permintaan terakhir aku tadi. Aku harap, kak Putra bisa berubah."
Dengan pelan, Putra mengangguk. Ia akan mempertanggungjawabkan ini semua. Ia akan menyerahkan dirinya ke polisi.
Bintari tersenyum. Hebat, sungguh sosok yang baik, disaat seperti ini pun ia masih bisa tersenyum.
Bintari kembali menoleh ke arah mamanya. "Ma, inget ucapan Bintari tadi kan? Jangan sedih lagi,"
"Iya Mama inget dan akan selalu Mama inget. Nak, Bintari sayang semoga dikehidupan selanjutnya, Tuhan mempertemukan kita kembali ya, kita hidup bahagia." lirih Yulia.
Bintari mengangguk.
"Ma, udah saatnya Bintari pergi,"
Yulia memaksakan senyumannya, lalu makin mengeratkan genggamannya kepada Kana. Ia memeluk Kana dengan sangat erat.
"Iya, pergi dengan tenang ya. Anak Mama tersayang," lirih Yulia.
"Bintari sayang Mama." ucapnya diakhir kalimat, lalu tersenyum.
Lama kelamaan, tubuh Kana melemas. Ya, ia pingsan setelah Bintari keluar dari tubuhnya.
***
Setelah kejadian itu, Putra menyerahkan dirinya ke polisi. Ia di vonis hukuman atas pembunuhan berencana, selama 20 tahun lamanya.
(Sumber Google)
***
TAMAT
Terimakasih banyak aku ucapin buat kalian semua yang udah baca dan nungguin cerita ini update. Makasih banyak ya bestie.❤️❤️
Fyi, Bintari adalah cerita ke-5 yang udah aku rampungin dan satu-satunya cerita horor yang aku buat.❤️🥰 Semoga kalian puas ya sama endingnya.
Kita ketemu di karya-karya selanjutnya. Sehat selalu ya, stay safe.❤️❤️❤️
- Saltedcakes_
❤️EXTRA PART NYUSUL ❤️