Fault , Jukyu ✓

By floreapetals

47.1K 3.7K 407

Hubungan Changmin dan Juyeon, yang lahir dari sebuah kesalahan. ⚠️ Remake ⚠️ A Romantic Story About Serena ka... More

O1
O2
O3
O4
O5
O6
O7
O8
O9
11
12
13
14
15
16
17
18
19
2O
EPILOG

1O

1.7K 168 17
By floreapetals

.

.

.

Ruangan itu gelap.

Gelap dan sunyi, hingga bunyi klik ketika Changmin menutup pintu terdengar keras. Dengan gugup Changmin menelan ludah.

Kenapa sepi? Kemana Juyeon?

Apa Juyeon mungkin pulang ke rumahnya? Apa mungkin dia tidak tahu kalau Changmin belum pulang? Syukurlah kalau begitu kejadiannya.

Changmin berusaha menenangkan dirinya, tapi tetap saja tidak bisa menyembunyikan rasa gugupnya menghadapi apa yang akan terjadi, seperti hitungan mundur penantian sebuah bom yang akan meledak saja.

Dan bom itu memang meledak.

Dalam hitungan beberapa menit pintu terbuka, tidak, bukan terbuka, tapi terdorong dengan kasarnya, lampu-lampu menyala.

Juyeon tampak begitu menakutkan, matanya menyala-nyala, rambutnya acak-acakan, bahkan pakaiannya yang biasanya selalu elegan dan rapi tampak kusut masai. Yang pasti, Juyeon kelihatan begitu murka mendapati Changmin berdiri diruang tamu apartemen itu, hanya menatapnya.

Dengan gerakan kasar dia meraih pundak Changmin dan mengguncangnya begitu keras sampai Changmin merasa pusing.

"Kemana saja KAU?!" teriak Juyeon lepas kendali.

Changmin berusaha menjawab, tetapi kepalanya terasa pusing karena Juyeon mengguncangnya.

"Aku mencarimu ke segala penjuru, kau tahu?!" Juyeon masih berteriak.

"Semua rumah sakit bersalin di kota ini aku datangi satu persatu, tapi tidak ada kamu! Kemana saja KAU?"

"Juyeon, kalau kau terus mengguncangnya seperti itu, dia akan muntah sebentar lagi."

Sebuah suara tenang terdengar dibelakang Juyeon, membuat Juyeon terpaku, seolah-olah baru menyadari kehadiran sosok dibelakangnya.

Sunwoo berdiri dengan santai sambil menyandarkan tubuhnya di dinding dekat pintu, sepertinya menikmati pemandangan Changmin yang didamprat oleh Juyeon.

Juyeon menarik nafas dalam-dalam beberapa kali, berusaha mengontrol emosinya.

Sialan benar Ji Changmin! Sialan benar lelaki ini!

Tidak tahukah dia betapa hati Juyeon dicengkeram ketakutan yang amat sangat ketika mencoba menghubungi Changmin dan menemukan bahwa ponselnya mati?

Beribu pikiran buruk tadi berkecamuk didalam benak Juyeon. Bagaimana kalau Changmin kecelakaan? Atau dia menjadi korban kejahatan? Bagaimana kalau Changmin terluka parah dan tidak dapat datang kepadanya untuk meminta pertolongan?

Dan sekarang, menemukan Changmin berdiri di ruang tamu apartemennya, tanpa kekurangan sesuatu apapun, membuat Juyeon dibanjiri perasaan lega yang amat sangat.

Lega sekaligus murka.

Murka karena Changmin telah membuatnya kacau balau. Murka karena Changmin telah membuatnya berubah dari Juyeon yang tenang menjadi Juyeon yang kacau. Murka karena Changmin telah menumbuhkan sebentuk perasaan yang tidak dia kenal sebelumnya.

"Pro-proses melahirkan temanku bermasalah. Dia.. dia eh.. harus.. dioperasi.." Changmin pun masih berusaha mengumpulkan nafasnya, diguncang dengan begitu kerasnya membuat pandangannya berkunang-kunang.

Tangan Juyeon yang masih berada di pundaknya mencengkeramnya kuat, "Kalau begitu apa susahnya meneleponku?! Kenapa kau matikan ponselmu hah?!"

Changmin mengerjapkan matanya gugup. "Baterai ponselku.. habis.."

"Memangnya tidak ada cara lain buat menghubungiku?! Aku hampir gila memikirkan kau ada dimana! Apa kau pikir aku tidak mencemaskanmu?! Kau tahu aku hampir melaporkan kehilanganmu ke kantor polisi!"

"Juyeon, sudahlah. Toh dia sudah pulang dengan selamat." Sunwoo menyela, berusaha lagi meredakan kemarahan Juyeon.

Dengan tajam Juyeon menoleh kepada sahabatnya itu. "Cukup Sunwoo, kau boleh pulang, terimakasih sudah menemaniku tadi."

Sunwoo hanya mengangkat bahu menghadapi pengusiran halus itu, dia menepuk-nepuk kemejanya yang juga kusut, lalu melangkah keluar pintu.

"Kau harus menenangkan otakmu, kalau kau seperti ini, makin lama aku makin tidak mengenalmu." Kata-kata Sunwoo ditujukan kepada Juyeon, tapi matanya menatap tajam kearah Changmin, menyalahkan.

"Dan kau, tuan muda, lain kali belajarlah sedikit bertanggung jawab." sambungnya dingin sebelum melangkah keluar dan menutup pintu di belakangnya.

Ruangan itu menjadi begitu hening sepeninggal Sunwoo.

Juyeon diam. Dan Changmin juga diam, menilai emosi Juyeon, takut salah berbicara atau bertindak yang mungkin bisa menyulut emosi Juyeon semakin parah.

Setelah mengamati dengan hati-hati, Changmin menarik kesimpulan kalau kemarahan Juyeon sudah mulai mereda. Matanya sudah tidak menyala lagi seperti ap, dan nafasnya sudah teratur, hanya tatapan tajam dan bibirnya yang menipis itu yang menunjukkan masih ada sisa kemarahan disana.

"Maafkan aku." bisik Changmin pelan, takut-takut.

Sejenak Juyeon tampak akan mendampratnya lagi, tetapi lelaki itu menarik nafas panjang berusaha menahan diri.

"Sudahlah." gumamnya melangkah melewati Changmin memasuki kamar.

Dengan gugup Changmin berusaha mengejar langkah Juyeon yang begitu cepat, "Maafkan aku, aku tidak berpikir kau akan secemas itu."

Tersengal Changmin berusaha menjajari langkah Juyeon menuju kamar.

"Aku.. aku terlalu terfokus pada operasi temanku lalu aku.. Juyeon!" Changmin setengah berseru karena lelaki itu berjalan terus tanpa memperhatikannya.

Juyeon berhenti melangkah, menatap Changmin, tampak begitu dingin, "Yang penting kau sudah pulang dengan selamat." jawabnya datar.

"Juyeon?"

Changmin merasa ragu mendengar nada dingin di dalam suara Juyeon.

"Sudah! Aku mau tidur!" geram Juyeon marah sambil melangkah kearah ranjang.

***

Laki-laki itu marah, marah besar padanya.

Changmin bisa merasakannya dari suasana pagi itu, ketika mereka bersiap-siap berangkat ke kantor.

Semalaman Changmin tidak bisa tidur, dan Changmin yakin Juyeon juga tidak tidur, karena lelaki itu bergerak dengan gelisah sepanjang malam.

Suasana tegang di waktu sarapan pagi itu terasa seperti kawat berduri yang direntangkan, siap putus dan melukainya.

Ia tidak menyukai suasana seperti ini, lebih baik Juyeon meledak-ledak marah seperti kemarin, setidaknya semua kemarahannya terlampiaskan, tidak seperti sekarang.

Lelaki itu murka, tetapi menyimpannya sehingga membuat seluruh dirinya tegang dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Kita berangkat bersama." desis Juyeon setelah membanting serbet makannya ke meja.

Tangan Changmin yang menyuapkan roti ke mulutnya berhenti di tengah-tengah.

"Apa?"

"Kita berangkat bersama-sama." ulang Juyeon datar.

"Tapi.."

"Tidak ada tapi, Changmin." sela Juyeon kasar lalu berdiri dengan marah ke pintu, "Ayo cepat!"

Dengan gusar lelaki itu membukakan pintu mobil untuk Changmin, dan membantingnya ketika Changmin sudah duduk di kursi, tanpa dapat membantah, tanpa dapat memberikan perlawanan.

Sepanjang jalan lelaki itu menyetir dengan sangat kasar, seolah-olah melampiaskan kemarahannya. Changmin hanya duduk diam, tidak mau melakukan apapun yang dapat memancing kemarahan Juyeon.

"Nanti kau pulang denganku! Kau dengar itu? Kau datang ke ruanganku setelah jam kantor, kita pulang bersama!" gumam Juyeon tanpa mau dibantah ketika menurunkan Changmin di lobby kantor.

***

Hari ini berlalu dengan amat lambat bagi Changmin, perasaannya tidak enak, sampai kapan Juyeon akan marah padanya? Sampai kapan Juyeon akan bersikap seperti ini kepadanya?

Dia tahu dia bersalah, tapi dia kan sudah meminta maaf. Lagipula kenapa permasalahan kecil semacam ini begitu dibesar-besarkan oleh Juyeon?

Pemikiran itu masih berkecamuk di kepalanya ketika keluar dari lift yang mengantarkannya ke ruangan pribadi CEO perusahaan.

Sebenarnya Changmin tadi bermaksud pulang sendiri dan mampir ke rumah sakit untuk menengok Younghoon, memanfaatkan waktu bebasnya yang dijanjikan oleh Juyeon pada waktu perjanjian awal mereka.

Tapi dengan ancaman Juyeon tadi pagi, Changmin tidak punya pilihan lain selain menuruti permintaan Juyeon untuk menemuinya di ruangannya sepulang kerja.

Meja sekretaris Juyeon sudah kosong, dengan pelan Changmin melangkah ke pintu besar ruangan Juyeon, mengetuknya pelan.

"Masuk."

Sebuah suara mempersilahkannya dari dalam. Changmin masuk dan menutup pintu di belakangnya, ketika membalikkan badannya dia terpaku.

Bukan Juyeon yang ada di sana, tetapi Sunwoo. Lelaki itu sedang duduk santai di sofa, menyesap segelas brendy, menatap Changmin dengan penilaian santai yang sedikit kurang ajar.

"Tuan Lee menyuruh saya ke sini setelah jam pulang kantor." jelas Changmin terbata.

Sunwoo tersenyum, masih duduk santai di sofa sambil menatap brendy-nya yang tinggal seperempat gelas.

"Aku tahu, Juyeon menyuruhku menunggumu disini, dia sedang menemui tamu penting dari Jerman di ruang pertemuan."

"Oh."

Changmin tidak tahu harus berkata apa, suasana terasa sangat canggung. Entah karena Changmin memang tidak kenal dekat dengan Sunwoo, atau karena sikap santai palsu yang ditunjukkan Sunwoo.

"Kalau begitu mungkin saya akan menunggu di luar saja." gumam Changmin cepat-cepat, ingin segera meninggalkan ruangan itu.

"Bagaimana rasanya?"

Pertanyaan tiba-tiba Sunwoo itu menghentikan gerakan tangan Changmin membuka pegangan pintu.

"Apa?"

"Bagaimana rasanya menjadi lelaki simpanan pria kaya seperti Juyeon?" Sunwoo bangkit berdiri dari sofa dan menghampiri Changmin.

Changmin tidak suka mendengar nada melecehkan dalam suara Sunwoo, dia ingin segera keluar dari ruangan ini.

"Eh, mungkin saya harus menunggu diluar."

Changmin berhasil membuka pintu sedikit, tapi dengan lengannya Sunwoo berhasil mendorong pintu itu tertutup lagi.

"Aku bertanya padamu tuan muda." ulang Sunwoo sinis.

Changmin menatap Sunwoo tajam. "Saya tidak akan membiarkan anda merendahkan saya." desisnya pelan.

Ucapan itu membuat Sunwoo tertawa penuh penghinaan.

"Merendahkan katamu? Bukannya kau yang datang merangkak meminta dijadikan pelacur oleh Juyeon?" ejeknya kasar, lalu mencekal lengan Changmin tak kalah kasar, tak peduli dengan Changmin yang mulai meronta-ronta.

"Kau adalah lelaki paling rendah, paling murahan yang pernah kukenal. Kau mungkin berhasil merayu Juyeon dengan tubuhmu."

Sunwoo menyeringai sinis, "Tak kusangka Juyeon bisa bertekuk lutut pada lelaki sepertimu, tapi kau tentu sudah tahu kan? Juyeon terbiasa dikelilingi lelaki dan wanita dewasa yang berpengalaman. Jadi citra polos dan kekanak-kanakanmu tentu saja menjadi hal baru yang menyegarkan untuknya."

"Anda salah! Saya tidak begitu!" Changmin berusaha menyela, berusaha melepaskan diri dari cekalan tangan Sunwoo, tapi cengkraman lelaki itu seperti capit besi, dan dari nafas yang berbau brendy, sepertinya lelaki itu setengah mabuk.

"Kau tidak bisa membohongiku pelacur cilik!" Sunwoo menggeram pelan, "Meski dulu aku terpaksa membuatkan kontrak tiga ratus juta yang konyol itu, jangan kira aku akan membiarkanmu menyetir Juyeon untuk membuat kekonyolan lain yang merugikannya!"

"Anda salah paham!" Changmin setengah berteriak, semakin meronta dari cengkraman Sunwoo yang sangat keras.

"Kau pelacur cilik yang menjual tubuhmu seharga tiga ratus juta." Sunwoo mulai merapat ke tubuh Changmin.

"Aku mulai bertanya-tanya, apakah hargamu sepadan dengan pelayananmu?"

"Tidak! Lepaskan saya!" Changmin mulai berteriak membabi-buta, berusaha melepaskan diri dari Sunwoo yang semakin gelap mata.

Lelaki itu mencengkeramnya kuat, mendorongnya ke tembok, dan berusaha menciumnya dengan kasar.

Changmin meronta membabi buta, berusaha menghindari ciuman itu sekuat tenaga, memalingkan kepalanya seperti orang gila, dia tidak mau disentuh Sunwoo! Dia tidak mau!

Juyeon! Juyeon! Tolong aku!

.

.

.

[To be continued.]

Continue Reading

You'll Also Like

2.1K 161 8
Cerita tentang Changmin yang menderita penyakit Hanahaki dan orang yang menanam penyakit itu dihatinya Start : 17 Jun 2021 End : 28 Jun 2021
16.7K 446 72
[Completed] Badai besar menerpa pasangan suami istri yang mengharuskan sang suami menikah lagi dengan perempuan lain
395K 3.7K 70
Kumpulan Oneshot🔞 untuk beberapa kapal The Boyz (mostly kesukaan Finn; Noname; Nett) ⚠️ : kalian tau ini dewasa kan? Ya benar. Dan jika rating 18 su...
1.6K 132 11
Cuma kumpulan cerita pendek yang dibuat berdasarkan kehaluan seorang fangirl yang lagi bucin bucinnya sama The Boyz . . . . Baca aja dulu, siapa tau...