Kebayang gak kalau selama ini Kenzi dan Leon kayak mereka? Yang di gendong itu Leon dan yang ngegendong itu Kenzi.
•••
Satu kelas telah merindukan canda tawa Yara dan Kanaya, dan juga Malika. Trio itu kini tidak ada masuk sekolah. Kanaya juga sudah 2 hari belakangan ini tidak ada kabar. Mereka seolah-olah menghilang tanpa jejak. Tidak ada yang nengetahui ada di mana mereka sekarang.
Yara sudah jelas kalau dirinya hilang. Dan sekarang kondisinya sangat mengkhawatirkan. Sedangkan Kanaya, ia juga sudah tidak masuk sekolah sejak kemarin. Dan juga Malika, ia tidak ada kabar sama sekali. Tidak ada yang bisa menghubunginya saat ini. Tidak ada yang tahu dimana ia sekarang tinggalnya. Karena orang tuanya telah pergi ke China dan menetap disana.
Sekarang Kenzi tengah di rumitkan dengan teka-teki sekarang. Sekaligus 4 temannya menghilang tanpa jejak. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Di tambah Shakilla dan Nicholas yang juga ikutan hilang sampai sekarang.
Tiba-tiba handphone Kenzi berdering. Ia mendapat panggilan misterius. Merasa itu hanya panggilan lelucon atau salah sambung. Ia langsung menolak panggilan itu tanpa berfikir panjang. Beberapa saat kemudian, telponnya berdering lagi dari nomor yang sama. Ia tidak memperdulikannya, dan kembali fokus membaca majalah. Akhirnya getaran itu berhenti. Kenzi bisa bernafas lega. Kalau panggilan itu datang lagi, maka ia akan mengangkatnya. Siapa tahu penting. Kalau salah sambung, mana mungkin sampai berkali-kali. Padahal bisa saja handphone orang tersebut eror karena layarnya pecah. "Sekali lagi lo bunyi! Gue bakalan tonjok sampe remuk!" protesnya menggamuk. Dan ya! Nomor itu kembali menelponnya. Dengan malas dan tidak ikhlas tanpa minat, ia terpaksa mengangkatnya. Bibirnya di tekuk, wajahnya kusut. "Dengan bapak polisi tidur disini," ucapnnya datar.
"Hallo Ken? Lo dimana? Cepet dateng kesini. Tolongin gue. Gue dalem bahay---"
Dahi Kenzi mengkerut bingung. Barusan ia tahu siapa suara yang menelponnya. Yaitu: Kanaya. Tetapi mengapa nada bicaranya ketakutan dan meminta tolong? Kenzi semakin khawatir dan panik. Terlebih telpon tersebut langsung terputus. Ada apa dengan Kanaya yang sebenarnya? Kenzi langaung berdiri. Merapihkan buku-buku nya ke dalam tas. Kemudian berlari dengan menenteng tas. Ia mencari ojek untuk mengantarnya pulang.
Setelah sampai, ia mencoba bertanya kepada teman-teman Kanaya. Tetap saja tidak ada yang tahi dimana gadis itu berada. Ia juga menghilang begitu saja. Masalah Leon dan Yara juga belum selesai. Sekarang di tambah dengan hilangnya kabar dari Kanaya.
Merasa tidak ada yang bisa memberikan informasi. Kenzi pun nenyebar foto Kanaya di sosial media. Siapa tahu ada yang melihatnya dan memberitahu kemana Kanaya pergi. 2 jam telah berlalu. Kenzi masih setia menunggu komentar ataupun info yang ia tunggu-tunggu.
Kring!
Mendengar bunyi pemberitahuan baru. Kenzi langsung mengecek handphonenya. Dan ia membawa separuh dari isi komentar itu dari pemberitahuan. Ia langsung membukanya dengan antusias. Setelah membaca komentar itu, bibir Kenzi tersenyum tipis. Ia langsung memakai jaket. Dan nenuju tempat yang di beritahu pengguna instagram itu.
Berhubung tukang ojek waktu itu yang kini memberitahu informasi tentang Kanaya kepada Kenzi. Jadi Kenzi meminta untuk bertemu di mana sana. Asalkan sama-sama dekat dari daerahnya maupun dari daerah tukang ojek itu.
"Jadi dimana?"
"Ini alamatnya, kemarin lusa, sore saya mengantarnya ke alamat ini. Setau saya, dia dukun pencari kekayaan. Dan sering menumbalkan anak gadis perawan untuk kejayaannya. Untuk bisa membebaskannya harus di ganti dengan uang ataupun janin," ungkap tukang ojek itu.
Kenzi terdiam. Lalu untuk apa Kanaya datang ke orang seperti itu? Ia sekarang malah di buat bingung sendiri. "Kalau begitu makasih ya, Pak. Ini buat, Bapak!"
Tukang ojek itu menolak uang pemberian Kenzi. "Tidak usah, terima kasih."
Tanpa berfikir panjang, dan untuk menghemat waktu. Kenzi segera melanjutkan perjalanan menuju alamat ini. Setelah sampai, aura dari rumah itu sangat terasa menyeramkan. Dan sangat tidak enak. Tapi mau tidak mau, ia harus kesana. Dan menyelamatkan Kanaya, bila memang gadis itu ada di sana.
Kenzi tidak sendirian. Ia membawa beberapa polisi serta ustadz. Karena jika orang yang berhubungan dengan ilmu hitam akan takluk dengan ayat suci alquran.
Ia berjalan mindik-mindik. Dan mendengar suara teriakan di sebuah ruangan. Kenzi semakin yakin kalau Kanaya di sekap di sana. Langkah kakinya tiba-tiba bergemetar. Jantungnya berdetak lebih cepat. Darahnya berdesir hebat. Bau kemenyan membuatnya tidak nyaman. Di tambah suasana rumah ini sangat membuat buku kuduk merinding.
"Pak, apa kita lanjut jalan?" tanya Kenzi, di balas anggukan oleh Polisi, yang sudah menodongkan pistol, untuk berjaga-jaga. "Yaidah ayo."
Pintu suatu ruangan sumber suara Kanaya di dobrak. Dan Kanaya sudah berdiri di dinding dengan ketakutan. Gadis itu terus meringis takut. Kenzi tidak semudah itu bisa menghampirinya. Ada sosok mahluk bertubuh besar berdiri menghalangi Kenzi.
Mata Kenzi menatap takut kepada mahluk hitam itu. Kemudian ia menelan ludahnya sendiri. Langkahnya semakin mundur, polisi juga ikutan mundur karena takut melihat betapa tajamnya tering mahluk itu.
Kini Kanaya duduk memeluk lutut. "Tolong! Ken, pergi!" renggeknya. Wajahnya sudah di basahi air matanya sendiri. Wajahnya sangat ketakutan.
Kenzi memejamkan matanya. Ia menurunkan tubuhnya. Kemudian berlari menghampiri Kanaya. Dan menarik gadis itu kedalam pelukannya. Sedangkan polisi melesatkan pelurunya ke mahluk halus itu. Namun, pelor itu tidak mempan bagi mahluk hitam bedar itu.
Seorang wanita tua berwajah sangat cantik berjalan menghampiri mereka. Yang entah asalnya dari mana. Sampai polisi pun tidak bisa berkedip sekali pun. Akibat mantra wanita tua itu yang sangat kuat.
Kenzi mengusap air mata di wajah Kanaya. "Jangan takut ya! Gue ada disini." Ia tersenyum dan memeluk Kanaya.
Seolah terhipnotis, polisi itu mengarahkan pistolnya ke punggung Kenzi. Dan melepastkan pelor nya hingga mendarat tepat di punggung Kenzi.
Suara tembakan ktu berhasil membuat Kanaya ikut tersentak kaget. Tubuh Kenzi tersentak ke depan. Kanaya sampai ikut terdorong. Kemudian Kanaya mendongak. Melihat mata Kenzi yang sangat sayu. Ia meraba pipi Kenzi. "Lo kenapa, Ken?"
"Sa--sakit!" keluh Kenzi seiring ambruknya tubuhnya ke tubuh Kanaya. "Sakit, Nay," lirihnya sampai memejamkan mata.
Tubuh Kenzi ambruk ke lantai, dan sekarang ia tidak sadarkan diri. Kanaya tidak tahu apa-apa. Ia menepuk-nepuk pipi Kenzi. Derai air matanya semakin menetes ke wajah Kenzi. Dada Kanaya seketika sesak melihat darah merah menodai lantai. Bukan hanya 1 peluru yang kini bersarang di tubuh Kenzi, melainkan 3 peluru sekaligus.
Tiba-tiba angin bertiup kencang. Wanita tua yang berwajah cantik itu mengeluarkan mantra. Hingga mahluk hitam besar itu hilang. Dan polisi tersebut berjalan ke arah wanita itu, di ikuti dengan di turunkannya pistol dari tangannya.
Tanggis Kanaya semakin menjadi-jadi. Ia takut, sangat takut saat ini. Ia tidak tahu harus berbuat apalagi. Polisi itu sudah terbawa oleh pengaruh jahat ilmu wanita itu. Dan mereka tiba-tiba kesakitan dan sekaligus tiada saat itu juga.
"TIDAK!" teriak Kanaya yang menyaksikan hancurnya tubuh polisi itu secara langsung. Tubuhnya bergetar hebat. Dan nafasnya benar-benar tidak beraturan. Tidak ada cara lain, ia harus segera membawa Kenzi ke rumah sakit. Sebelum nyawanya tidak tertolong.
"BERHENTI!" cegah seorang pria tua yang berpakaian serba putih. Ia membawa tasbih. Dan bersorban. "DASAR WANITA JAHANAM!"
Detik-detik ini kesempatan Kanaya untuk kabur. Sebelum dirinya yang di tumbalkan untuk kekekalan wanita tua itu. Ia nyaris di setubuhi mahluk halus bertubuh hitam. Dan sekarang Kenzi celaka akibat nenolongnya.
Dengan tertatih-tatih Kanaya memapah Kenzi menjauh dari sana. Angin bertiup kencang. Seolah-olah tengah terjadi pertempuran, antara kekuatan hitam, dan putih tengah bertarung hebat.
Butiran keringat sebesar biji jagung menghiasi tubuh dan wajah Kanaya. "Sekarang aku yakin, kalau mahluk halus maupun astral itu memang ada. Dan ilmu hitam itu ada, dan itu bukan jalan keluar dari masalah. Kalau ingin meminta sesuatu, ya kepada tuhan yang kita percayai. Jangan kepada ahli ilmu hitam," gumamnya.
Hingga angkot lewat. Kanaya segera memberhentikannya. Sebelum naik, ia memasikan kalau supirnya itu benar-benar manusia. Dan benar, saat ia cubit, supirnya nenjerit kesakitan. Tanpa Kanaya sadari, air matanya telah bercampur dengan darah Kenzi. Persahabatan mereka telah di akui dengan darah dan air mata.
"Bertahan ya, Ken. Gue gak bakaln bikin lo mati gara-gara gue," ucap Kanaya sedih.
•••
"Ambu, gimana keadaan anak-anak muda itu?" tanya Pria berkumis tipis yang merawat Yara dan Leon. Meski mereka belum sadarkan diri sampai saat ini.
Istrinya yang tengah duduk dengan kaki di angkat ke atas meja. Wajahnya selalu kusut karena tidak punya uang. "Gatau. Abah liat aja sendiri. Ambu pusing pengen duit banyak."
"ITEUNG! DARSO! Eneng geulis sadar!" teriak seorang wanita tua yang sudah kesulitan berjalan. Namun dengan semangatnya ia memberitahukan kabar ini. Wajahnya berseri-seri. Tangannya terulur mengelus pipi Yara yang sangat lembut.
Perlahan mata Yara mengerjap. Ia melihat ke atas. Hanya ada bambu tidak ada langit-langit sama sekali. "Aku dimana? Siapa aku?"
"Hah? Eneng geulis lupa?"
Kepala Yara terasa sakit. Ia berusaha untuk duduk. Namun seluruh tubuhnya sangat sakit. Kakinya di ikat oleh kain. Dan sulit di gerakan. Kemudian ia merintih pelan, merasakan sekujur tubuhnya terasa sakit. "Asttt sakit!"
"Eneng bobo aja dulu. Biar Nini ambil air hangat sebentar," ucap wanita tua itu. Ia mengesot ke dapur. Walau rumahnya hanya beralaskan tanah.
Yara menoleh ke sampingnya. Pandangannya menemukan Leon yang sama sekali tidak sadarkan diri. Hanya dada dan perutnya yang kembung kempis. Tapi detak jantung cowok itu sangat lemah. Dan bidan pernah bilang kalau ia telah meninggal dunia. Untungnya seluruh air yang sempat tertelan bisa keluar. Dari hidung yang tercampur bercak darah. Serta dari telinganya juga.
Abah, Ambu telah berdiri di dekat Yara. Dan Nini telah duduk di sampingnya.
"Aku dimana? Siapa aku? Katakan!" tegas Yara.
"Eneng geulis gak tau siapa Eneng?" tanya Nini itu.
Yara memegangi kepalanya yang terasa sangat sakit. Memori masa lalu kembali terputar meski tidak tampak apapun. Hanya sekilas kejadiaan naas yang membuatnya trauma. "Argh! Enggak!"
"Aw sakit," rintih Yara. Wajahnya sangat kesakitan membuat mereka bingung. "A-aku----" belum juga ia selesai bicara. Yara langsung tidak sadarkan diri lagi.
"Cepat bantu dia bangun lagi!" titah Nini itu antusias.
Dengan malas, Ambu Iteung menurut karena di pelototi oleh suaminya yang galak. "Iya-iya oke."
-To Be Continued-
Apakah Jantung kalian masih aman?
Ada hikmahnya enggak dari part ini?