All Harry Potter characters © J.K. Rowling.
SEMUA YANG TERJADI DI CERITA INI MURNI HANYA DARI IDE AUTHOR SEMATA, TIDAK MEMPENGARUHI DUNIA NYATA MAUPUN DUNIA HARRY POTTER, HANYA DIBUAT DENGAN TUJUAN SEBAGAI HIBURAN!
.
.
.
Happy Reading
°°°
September 1941
Hari ini cerah seperti biasa, sebuah burung berbentuk kertas melewati telinganya diikuti oleh seorang bocah yang hendak meraihnya, pemuda itu menatap dan memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang disekitar, diarah berlawanan dia bisa melihat beberapa anak-anak tengah berpamitan dengan orang tuanya, ada anak-anak kecil yang tampak seperti baru menjejakkan kaki ditempat itu dan wajah mereka terlihat kagum dan tidak percaya.
Kedua manik cerahnya melirik kesana kemari dengan ekspresi tenang namun antusias, dia mendorong kopernya didepan sesekali kepalanya mengikuti beberapa anak yang mengangkat koper mereka dan sangkar peliharaan burung hantu.
Ketika dia berjalan menuju pintu masuk kedalam kereta api, seseorang keburu menepuk bahunya dan mengujarkan namanya di tengah-tengah keramaian stasiun kereta itu.
"Cassius! Cassius Winston?"
Dia menoleh mendapati seorang pria paruh baya yang pendek dengan badan gempal, sekali lihat pemuda itu bisa tau kalau pria didepannya adalah seorang profesor, melihat gaya berpakaian yang unik dan dasi kupu-kupu, pemuda itu sontak memberikan senyuman.
"Yes? What can I do for you... Er...?"
"Profesor Slughorn! Kukira aku tidak akan bertemu denganmu secepat ini, dimana ayahmu, nak?" Profesor Slughorn bertanya dengan ceria.
Pemuda itu tersenyum kemudian menatap kearah sekitar.
"Ayah sedang berada dalam urusan penting, karena itu dia tidak bisa mengantarku sekarang," jawabnya dengan senyuman.
Profesor Slughorn menatapnya dengan sedikit mengkerutkan dahi namun dia segera menepuk bahu Cassius dengan senyuman lebar.
"Kalau begitu! Ayo ikut aku, kau pasti akan sedikit kesulitan mencari kompartemen yang masih kosong," ajak Slughorn menepuk dan mendorong bahunya pelan untuk memasuki kereta.
"Ah... Baik hati sekali anda sir, apa yang membuatku mendapatkan kehormatan seperti ini?" Cassius bertanya sembari mengikuti langkah Slughorn melewati kompartemen-kompartemen lain didalam kereta api itu sembari mengangkat kopernya.
"Jangan sungkan-sungkan! Ayahmu pria yang hebat, jelas aku menghargai koneksimu itu, ditambah aku sangat terkesan melihat bahwa didikannya begitu berhasil, melihat sikap mu yang sangat sopan." Puji Slughorn sembari tersenyum lebar kemudian dia menarik sekepal penuh permen dari balik kantongnya.
"Ambil ini nak! Anak-anak yang masih tumbuh sepertimu perlu banyak makanan manis," ucap Slughorn menyodorkan kepalan tangannya itu pada Cassius.
Pemuda itu mengangguk sembari menerima segenggam permen itu, dia menaikkan sebelah alisnya dan melihat bahwa sebagian besar permen itu memiliki rasa nanas. Wow... Manis katanya?
Keduanya sampai didepan sebuah kompartemen kosong yang lumayan luas dari kompartemen biasa yang sempat dilihat Cassius ketika mereka melewati kompartemen yang lain, jelas Cassius sadar bahwa dirinya digiring oleh Slughorn menuju kompartemen para guru, dia tidak tau harus bersikap malu-malu atau tersanjung lagi sekarang, meskipun jelas Slughorn ini mau memperlihatkan kesan pertama yang baik untuk kepentingannya sendiri kalau menurut Cassius.
"Ayo masuk nak! Tidak usah malu-malu, anggap saja kau adalah tamuku, lagipula sebentar lagi akan ada beberapa murid yang ikut meramaikan kompartemen ini." Profesor Slughorn berujar ceria mempersilahkan Cassius masuk setelah dirinya berada didalam.
Cassius mengangguk sembari tersenyum tenang dan sopan.
"Terimakasih!"
Setelah menyimpan kopernya diatas, Cassius mendudukan dirinya dihadapan Slughorn yang tampak sedang membaca daily prophet dengan ketelitian.
Pada bagian belakang, Cassius bisa melihat beberapa berita dan gambar bergerak yang memperlihatkan tentang si penyihir gelap yang terkenal karena gerakan revolusinya: Gellert Grindelwald.
Di halaman sebelahnya dia bisa melihat berita lain yang memperlihatkan gambar ledakan yang terjadi brutal diantara bangunan-bangunan disebuah perkotaan, judul di atas koran tersebut memperlihatkan dengan jelas soal konflik yang tengah terjadi pada dunia muggle yang dimulai hampir bersamaan sejak gerakan Grindelwald 3 tahun yang lalu.
Cassius bergidik sedikit membayangkan soal peperangan yang masih terjadi diluar sana, itu juga menjadi salah satu alasan kenapa ayahnya memindahkan dia ke Hogwarts, selain karena tuntutan dari ibunya juga. Cassius menatap keluar jendela kereta api sembari menghela napas.
"Merlin's beard! Lihat ini nak, ayahmu ternyata sibuk melaksanakan tugas auror di Amerika sana! Pria hebat, tidak diragukan lagi, aku berharap pekerjaannya berjalan dengan lancar, generasi-generasi muda yang berbakat pantas mendapatkan sorotan dan masa depan gemilang begitupun juga kau Cassius, aku yakin kau akan mengikuti jejak ayahmu kau sangat mirip dengannya," ucap Slughorn tersenyum kearah Cassius.
Memperlihatkan potongan berita dengan gambar ayahnya berada disana, dan judul di bagian paling atas berita memperlihatkan bahwa keadaan pemerintah sihir Amerika dan beberapa negara eropa lain tengah melakukan beberapa tindakan perlindungan kerahasiaan sihir dari para muggle. Diakibatkan oleh berbagai gerakan Gellert Grindelwald yang sering menarik perhatian muggle dan mengancam kerahasiaan dunia sihir.
Pemuda itu membalas senyuman Slughorn sembari terkekeh pelan. Cassius berusaha untuk merasa tidak terlalu kesal karena sedari tadi Slughorn memperlihatkan dengan jelas kalau dia memberikan kehormatan seperti ini pada Cassius karena dia adalah anak orang yang penting, yah... Dia tidak mau mempermasalahkannya juga toh.
Kalau Slughorn mau memanfaatkannya karena koneksi ayahnya, maka Cassius juga akan di untungkan karena mendapatkan privilege khusus dari Slughorn meski baru pertama kali menginjakan kaki di britania raya dan memasuki sekolah yang digadang-gadang paling terkenal dan aman di seluruh dunia sihir.
Tentunya Cassius sangsi, karena dia menghabiskan 3 tahun penuh di Ilvermorny, memberikannya kepercayaan diri yang penuh bahwa sekolah dia yang sebelumnya adalah yang terbaik bahkan jika dibandingkan dengan Hogwarts.
"Ayah memang bilang kalau dia sedang sibuk dengan pekerjaannya, jadi aku pun tidak terlalu keberatan berada disini sendiri, toh dia percaya pada kemampuanku." Ucap Cassius santai.
"Oh begitukah? Aku bertanya-tanya nak, dimana ibumu? Elvaretta Lestrange kalau aku tidak salah ingat, murid berbakat lain yang juga pernah berada dibawah bimbinganku, dia tertarik dan sangat berbakat di pelajaran D.A.D.A, apakah kau berbagi ketertarikan yang sama dengan ibumu nak?"
"Aku lebih suka ramuan, dan aku teringat sesuatu, sir... Ibu pernah sekali membicarakan soal Profesor ramuannya di Hogwarts yang sangat hebat ketika dia masih sekolah di Hogwarts dan aku bisa mengerti sekarang, kenapa ibu menyebutnya hebat."
Cassius tersenyum lebar kearah Slughorn, pujiannya keluar dengan mulus dan licin ketika dia menatap lekat-lekat pada setiap reaksi Slughorn.
Si Professor tampak salah tingkah dengan wajah memerah dan hidung mengembang, kepalanya tiba-tiba dinaikkan lebih tinggi dari tempat asalnya dan memperlihatkan ekspresi angkuh yang berusaha ditutup-tutupi. Dia terbatuk pelan.
"Well, Mrs. Elvaretta jelas tau mana yang berkualitas eh?" Slughorn terkekeh.
Cassius mengangguk, bahkan tanpa perlu di beritahupun, Cassius tau kalau Slughorn lah Profesor ramuan yang dimaksud oleh ibunya dulu.
Dia menyeringai kecil karena tampaknya Slughorn lebih terfokus pada pujian yang Cassius berikan ketimbang ketidakhadiran jawaban yang seharusnya Cassius berikan pada Slughorn mengenai ibunya yang tidak bisa datang, yah. Cassius sedang tidak mau membahas ibunya.
Beberapa menit berlalu sejak percakapan mereka itu, Slughorn memasang wajah yang sumringah kala mendapati 3 orang pemuda yang tampak tiba didepan kompartemen mereka.
Pemuda tinggi dengan rambut hitam dan kulit putih paling depan tampak mengetuk sekali dengan senyuman sopan ketika dia menggeser pintu kompartemen dan menyapa Slughorn dengan senyuman ramah.
Cassius mendapati satu wajah familiar, pemuda jangkung lain yang berdiri dibelakang sipemuda pertama, dia tampak menatapnya juga dengan kedua bola mata melebar tajam.
"Cassius?!" Pekik pemuda itu tak percaya.
"Well, hello there... Julius," sapa balik Cassius sembari terkekeh.
Julius Lestrange, sepupu sekaligus anak dari kembaran ibunya Cassius.
"Oh! Aku lupa, sudah pasti kalian saling kenal eh?" Slughorn terkekeh setelah membalas sapaan si pemuda pertama yang kali ini menatap Cassius penuh tanda tanya dan ekspresi ingin tahu.
"Saya terkejut anda bisa menemukan Cassius secepat itu Profesor, ayahku bilang dia itu licin sekali seperti paman Winston." Ucap Julius sembari mendudukan diri tempat sebelah Slughorn, sementara itu pemuda lain yang memiliki rambut coklat terang juga mendudukan dirinya disamping Julius. Ketiganya mulai terlibat obrolan yang tidak Cassius ambil pusing untuk perhatikan.
Sementara si pemuda berkulit pucat dan berwajah rupawan yang pertama kali masuk itu kini tampak mendudukan dirinya disamping Cassius dengan sebuah senyuman sopan.
"Biar kusimpulkan, kerabat Julius? Perkenalkan, namaku Tom. Tom Riddle," katanya sembari mengulurkan tangan tepat didepan Cassius.
Cassius menyeringai tipis sembari terkekeh, dia menjabat tangan ramping pemuda disampingnya itu sembari memperlihatkan ekspresi senang. Well... Riddle bukanlah nama familiar yang pernah dia dengar ataupun baca di komunitas penyihir Inggris, jadi dia sedikit terpukau karena pemuda ini datang bersamaan dengan Julius.
"Cassius Winston, aku cukup kaget karena Julius memiliki teman sepertimu," ucap Cassius.
Dia menarik lengannya kembali saat Tom menatap kearahnya dengan ekspresi tidak mengerti, Cassius pura-pura tidak menyadari bagaimana wajah pemuda didepannya itu berubah menjadi agak tidak senang karena perkataan Cassius.
"Maksudmu?"
"Bukan bermaksud buruk tentu saja, namamu jelas tidak familiar dengan nama-nama pureblood yang kubaca sebelum pindah ke negara ini, kau tau sendiri maksudku, para Lestrange bukan tipe orang yang mentoleransi muggleborn," ucap Cassius.
"Kau ternyata sangat blak-blak an eh? Apakah sejarah asal-usulku mempengaruhi perkenalan kita? Apa kau juga termasuk penyihir yang beranggapan kalau muggleborn tidak pantas untuk berada di Hogwarts?"
Pertanyaan itu ditanyakan dengan percaya diri, Cassius bisa melihat kalau pemuda didepannya tampak memperlihatkan dinding yang kokoh serta harga diri yang tinggi meskipun Cassius sedikit memojokannya, memperlihatkan dominasi yang kuat, tapi Cassius tentu saja tidak mudah terpengaruh dengan peringai cakap pemuda didepannya, Cassius bahkan lebih cakap ketimbang kelihatannya.
"Tentu saja tidak, aku hanya penasaran, bagaimana bisa Julius mentoleransi keberadaanmu, seingatku dia orang yang sama seperti ibuku, tidak pernah menyukai muggleborn." Cassius memaparkan dengan tenang, meskipun kedengarannya apa yang dia ucapkan itu agak kasar.
"Mungkin ketika masuk nanti, kau akan mengerti... Winston, aku serahkan penilaianmu tentangku ketika kita di Hogwarts nanti," ucap Tom tersenyum.
Cassius balas tersenyum.
Setelah itu ada 3 orang lain yang memasuki kompartemen, dua orang laki-laki dan satu perempuan, mereka tampak menatap Cassius dengan penasaran.
"Kakak beradik Prewett dan mrs. Fawcett! Oh astaga apakah Fleamont Potter tidak datang lagi kali ini?" Slughorn berujar ceria.
"Dia masih kesal karena pertandingan quidditch tahun lalu gryffindor kalah dengan Slytherin! Professor, ha! Menggelikan sekali si Potter itu," Julius menggerutu.
"Kau benar, dia pasti malu karena tahun lalu kita menjejak habis tim mereka!" Si pemuda berambut coklat terang disamping Julius mendesis.
"Diam Avery! Kau kira aku pengecut?!"
Suara lain dari luar kompartemen terdengar, dan Cassius bisa melihat bahwa seorang pemuda berambut acak-acakan juga datang dengan wajah kesal, sementara tiga orang yang baru datang tadi sudah terduduk dibeberapa tempat duduk kompartemen itu, Cassius menyimpulkan bahwa pemuda itu mungkinlah orang yang dimaksud sebagai Fleamont Potter oleh Slughorn.
"Aih! Sudah-sudah nak! Potter, ayo duduk! Mari kita nikmati teh dan makanan manis sebelum sampai ke sekolah!"
Dalam satu ketukan tongkat Slughorn, barang-barang berupa teko cangkir-cangkir dan meja berterbangan dari tempat penyimpanan didalam kompartemen itu.
•~•
"Kalau kau sampai masuk Gryffindor, awas saja Cassie, bibi pasti akan 'sangat senang' mendengar berita kalau anaknya masuk asrama menyebalkan itu," Julius mencibir ketika mereka sampai.
Cassius jelas tidak langsung ikut dengan gerombolan tahun ke-4 yang lain, dia harus mengikuti tradisi Hogwarts bagi murid baru, yakni menaiki kapal melewati danau untuk sampai kekastil.
Malam ini tampak lebih mendung ketimbang sewaktu berangkat tadi, Cassius memutar mata ketika mendengar ocehan Julius yang hanya membuat kepalanya pusing. Slughorn sudah memberi semangat padanya tadi dan sekarang Julius datang pada Cassius untuk 'menyemangatinya' juga.
"Berdoalah agar aku tidak masuk asramamu Julius, apa kau mau setiap bangun tidur bantalmu kulapisi dengan kotoran burung hantu? Pasti akan sangat menyenangkan mengingat tidak akan ada ibu yang menghalangi semua prank-ku padamu," kata Cassius sembari menyeringai menantang.
Wajah Julius memerah karena marah dia menggeram kemudian menatap Cassius tajam, namun bukannya membalas provokasi Cassius dia malah berjalan melewatinya dengan kaki yang agak dihentak kesal.
Begitulah Julius, bibirnya licin kalau soal mengejek orang lain, tipe-tipe perundung verbal handal yang sering kali Cassius temui juga di Ilvermorny atau khalayak ramai.
"Anak-anak tahun pertama! Ayo kesini!"
Cassius beringsut menyusup diantara bocah-bocah tahun pertama, dia bisa lihat disudut matanya sebelum meninggalkan tempatnya berdiri tadi, Riddle tampak menatapnya sembari tersenyum seolah menyemangati. Jelas sangat aneh, namun Cassius tidak terlalu menghiraukannya.
Dia merapatkan jubahnya diantara angin dingin yang berhembus, berdiri dibelakang bocah-bocah pendek tahun pertama sembari memperhatikan penjelasan professor didepannya.
•~•
Hari pertamanya begitu buruk, di buat basah oleh hantu dan yang paling parah dia sempat mendapati beberapa orang murid menertawakannya secara terang-terangan, apalagi orang-orang berdasi hijau-perak. Dia juga bisa lihat dimeja itu ada Julius yang tertawa paling keras. Sialan, sepupu tidak berguna.
Tubuhnya sudah dikeringkan oleh pria tua yang tampak berwibawa dan tenang, yang pada akhirnya dia ketahui bernama Albus Dumbledore yakni si wakil kepala sekolah Cassius sangat mengenal namanya ketika masih di Amerika, sudah menjadi kepercayaan umum dinegara-negara eropa bahwa Albus Dumbledore digadang-gadang memiliki kekuatan yang setara dengan Gellert Grindelwald dan Cassius jelas bisa melihat kalau pria didepannya memang memiliki pembawaan orang yang kuat.
Sementara pria tua yang berdiri di depan meja tinggi adalah Armando Dippet si kepala sekolah. Entahlah Cassius pikir dia seperti penyihir pada umumnya, tua berjenggot dan terlihat seperti ajal mau menjemput saja.
Seperti yang dia kira, seleksi masuk asrama di Hogwarts tidak akan berbeda jauh dari Ilvermorny, namanya dipanggil paling awal.
"Winston, Cassius!"
Dengan senyuman lebar yang percaya diri Cassius maju, meskipun Cassius tau beberapa murid dan guru pasti merasa bahwa kejadian sebelumnya yang menimpa dia masih sangat lucu serta pantas untuk ditertawakan.
Dia terduduk diatas kursi, tepat didepan orang-orang. Kemudian Dumbledore menyimpan topi diatas kepalanya, Cassius menaikan sebelah alisnya ketika mendengar suara berat bergumam di kedua telinganya.
"Seorang pengembara, ambisimu bagus, tidak terlalu licik dan terkadang bodoh, rasa penasaran dan kenekatan mu jelas sangat cocok untuk dimasukan kedalam Gryffindor..." Geraman si topi bergema didalam kepalanya.
Cassius bertanya-tanya, apakah dia memang kelihatan seperti Gryffindor? Apa karena ayahnya dulu adalah siswa asrama Wampus sampai dia juga di pertimbangkan masuk Gryffindor? Sebenarnya dia malah bingung karena sorting hat sama sekali tidak merekomendasikan Slytherin padanya.
"Yang benar saja...? Aku kesini hanya untuk bersekolah, tidak mau terlibat dengan sesuatu yang sulit, apa menurutmu aku orang urakan tak punya otak yang akan berakhir di Gryffindor? Jangan masukan aku kesana," Cassius berbicara dalam hatinya.
Dia bukannya takut menjadi bulan-bulanan Julius, tapi dia memang tidak bisa melihat dirinya sendiri berada di Gryffindor. Dan dia tau kalau dia tidak akan cocok berada disana.
"Hmm... Sayang sekali... tapi sepertinya aku punya satu pilihan lagi untukmu, kau sangat bijaksana meskipun tidak suka ikut campur secara langsung, kreatif meskipun terkadang agak konyol... Hmm... RAVENCLAW!"
Cassius sedikit terlonjak karena teriakan tiba-tiba topi itu, dia tak memberitahu pada Cassius soal alasan lain tetapi dia tidak terlalu memikirkannya toh. Pemuda itu berdiri ketika semua orang bertepuk tangan dengan riuh.
Dia menatap angkuh kearah meja Julius yang terlihat dongkol karena Cassius tidak berakhir di Gryffindor.
Kakinya berjalan dan senyumannya lebar ketika dia mendekati mejanya, beberapa orang dari asramanya melambai padanya dan Cassius duduk disalah satu kursi, menerima ucapan selamat sekaligus salam hangat dari mereka.
Duduk dikursinya saat ini jelas membuat dia bisa melihat keadaan meja panjang lain yang ada didepannya. Di paling ujung ada meja yang dipenuhi murid-murid berdasi hijau-perak yang Cassius kenali betul sebagai asrama sepupu bodohnya itu.
Pandangan matanya bertemu dengan Tom Riddle yang tengah bertepuk tangan sembari memberikan senyum ramah kepadanya dari arah sana, Cassius mengangguk sembari membalas senyuman itu.
Pernyortiran asrama berlangsung dengan begitu cepat, Cassius sesekali menguap ketika dia mendengarkan setiap kata yang dikeluarkan kepala sekolahnya.
Alisnya tertekuk keatas mendengarkan pengumuman membosankan dari si kepala sekolah, satu-satunya yang menarik perhatiannya hanyalah ketika Dippet memberitahu soal pertandingan quidditch yang akan berlangsung.
Manik cerahnya menatap kesekitar, melirik kearah 4 meja panjang yang berjejer di aula itu, menunggu setiap kata sambutan si kepala sekolah sembari menahan diri untuk tidak memutar mata setiap kali si kepala sekolah berbasa-basi untuk memperpanjang durasi.
Matanya menelusuri sekitar, menatap langit buatan diatas kepala mereka kemudian menyimpulkan bahwa tempat ini tidak jauh berbeda dari Ilvermorny, namun Cassius bisa melihat bangunannya yang lebih kuno ketimbang Ilvermorny.
Makan malam dilanjutkan setelah penyambutan dari kepala sekolah, Cassius mulai memakan hidangan makanan menatap beberapa orang yang berada dikanan kirinya, dia belum terlalu peduli untuk berkenalan.
"Cassius Winston eh? Kudengar kau sepupunya Lestrange?"
Celetukan seseorang disampingnya membuat Cassius menoleh sembari menaikan sebelah alisnya bingung. Dia langsung mendapati seorang lelaki berambut hitam kecoklatan disampingnya.
"Wow, aku tak menyangka kalau Julius seterkenal itu, bagaimana kau bisa tau?"
"Siapa yang tidak tau? Dia dan geng-nya sering terlibat keributan dengan Gryffindor. Aku terkejut kau tidak masuk Slytherin juga," kata pemuda itu sembari terkekeh.
Cassius sedikit mengernyit namun dia terkekeh geli, tidak menganggap kalau ucapannya itu menghina, malah dia agak geli karena orang-orang disekitarnya punya tebakan yang unik-unik. Julius sangat optimis kalau Cassius akan berakhir di Gryffindor dan sekarang teman se-asramanya sendiri heran karena Cassius tidak berada di Slytherin.
"Tebakan bagus dan lagi, siapa namamu?"
Pemuda itu mendengus kemudian memutar matanya.
"Damian Fawley,"
Cassius mengernyit lagi.
"Fawley...? Apakah kau masih berkerabat dengan Hector Fawley mantan menteri sihir inggris tahun 1939?"
"Tidak terlalu dekat, tapi kau bisa bilang begitu." kata Fawley sembari menatap kearah Cassius dengan senyuman agak angkuh.
Cassius terkekeh melihat ekspresi kenalan barunya ini, keangkuhan yang muncul disaat yang menurut Cassius aneh, mengingat Hector Fawley dikenal karena ketidakseriusannya dalam menanggapi revolusi yang dilakukan Gellert Grindelwald sampai dia bisa dipecat pada tahun 1939. Tapi toh sepertinya Fawley lebih terfokus pada fakta bahwa dia adalah kerabat dari mantan menteri sihir, ketimbang histori kinerja Hector Fawley saat dia masih berkuasa.
Sebuah pertanyaan entah darimana muncul di kepala Cassius, atensinya kembali pada Tom Riddle yang bersikap ramah padanya sejak di kereta tadi.
"Oh ya, Fawley... Apakah Riddle juga termasuk antek-antek Julius? Maksudku... Apakah mereka dekat?" Cassius tiba-tiba bertanya.
Dia memang penasaran, karena ketika di kompartemen bersama Slughorn tadi, dia sama sekali tidak pernah melihat Julius mencibir Riddle, karena itulah dia ingin tau apa hubungan mereka berdua.
Fawley tampak memasang wajah kecut seperti baru saja menjilat lemon dengan lidahnya secara langsung.
"Setahuku tidak terlalu, Riddle itu penyendiri... Ketimbang berbaur dia lebih sering menghabiskan banyak waktu di perpustakaan, malah sepertinya para murid Slytherin tidak terlalu mempermasalahkan keberadaannya, namun tidak juga memberikan atensi lebih, kujamin mereka pasti hanya mengenal Riddle sekedar murid terpintar dan paling berkharisma yang pernah ditemui, tidak ada yang benar-benar pernah menjadi temannya menurutku." Ucap Fawley sembari memandang kearah meja Slytherin dengan tatapan tajam.
"Kenapa kau berpikir seperti itu?" Chris bertanya dengan wajah memperlihatkan ketertarikan.
Meskipun dia agak bingung, Julius bukan tipe orang yang akan mentoleransi orang lain begitu saja, apalagi yang tengah dibicarakan adalah seseorang seperti Riddle. Sepupunya itu malah adalah tipe orang yang tidak akan membuat hidup orang seperti Tom Riddle merasa tenang, apalagi Riddle bisa masuk asrama Slytherin.
Cassius penasaran, apa yang membuat Julius seolah tidak terganggu dengan keberadaan Tom Riddle di asramanya? Rasa penasarannya itu juga merujuk pada pribadi Tom Riddle yang begitu kompleks, disisi lain Cassius bisa melihat kalau pemuda menunjukan senyum ramah dengan sangat jelas, tetapi Cassius juga sadar kalau Riddle selalu berusaha mendominasi dan menggaet lawan bicaranya agar terlihat memiliki kesan pertama yang baik dimata lawan bicara, sederhananya Riddle itu agak cari muka.
"Mudah saja, dia memang terkenal murid teladan dan sangat pintar bahkan diantara para Ravenclaw meskipun datang dari entah berantah, tapi terkadang jarang sekali menemukan dia berbaur dengan orang lain selain ketika dia memang tengah membutuhkan sesuatu,"
Ucapan terakhir dari Fawley seketika membuat Cassius semakin tertarik, dia awalnya tidak mau mengambil pusing soal Riddle, tapi kenapa Riddle begitu menggugah selera untuk diungkap?
"Kau bilang dia murid terpintar, apakah itu alasanmu kenapa kau memasang wajah kesal sejak aku pertama kali menanyakan soal dia?" Cassius memutuskan untuk mengganti topik pembicaraan, dia bisa menyelidiki soal Riddle kapan-kapan.
"Ya! Astaga kau tau? Ravenclaw dikenal dengan pemikiran kita yang tajam, kalau dikalahkan begitu saja dengan orang seperti Riddle... Rasanya benar-benar tidak bisa diterima!" Geram Fawley.
"Hei Fawley! Tutup mulutmu deh, kau hanya iri karena Tom memiliki kepintaran yang melebihi dirimu," Celestia Fawcett mencela tiba-tiba, Cassius mengenalnya, dia adalah satu-satunya perempuan yang juga berada di kompartemen Slughorn waktu di kereta api.
Celestia Fawcett berada ditahun ke-5 itu berarti satu tahun lebih tua dari Cassius dan Fawley, kalau Cassius tidak salah ingat dia sama seperti mereka bedua yang merupakan Ravenclaw. Itulah mengapa Celestia Fawcett juga bisa mencuri dengan obrolan mereka berdua dimeja Ravenclaw.
"Ugh... Diam kau Fawcett, aku tidak butuh pendapatmu, kau hanya suka dia karena dia tampan!" Gerutu Fawley.
Dia menatap tajam pada perempuan berambut pirang itu yang mendengus kemudian kembali pada makan malamnya.
"Ngomong-ngomong Cassius, panggil aku Damian."
"Alright, Damian." Chris terkekeh.
Sangat mudah mendapatkan teman, Cassius rasa kehidupannya disini tidak akan berakhir terlalu buruk. Meskipun sambutan pertamanya disini memang agak tidak menyenangkan dan unik.
_
Malam itu berjalan dengan damai setelah mengambil jadwal pelajaran yang dia pilih, dia masih memiliki waktu untuk sekedar mendalami materi-materi dari buku yang sudah dibelinya.
Kamar asramanya memiliki 4 kasur, kebetulan sekali Damian menjadi salah satu teman sekamarnya ditambah 2 orang asing yang belum terlalu dikenal oleh Cassius.
Satu hal yang tidak dia sukai mengenai asramanya adalah jumlah tangga yang tidak bisa di cerna akal manusia, meskipun mereka penyihir Cassius sangsi kalau dia bisa naik turun tangga asrama sebanyak dan se-memusingkan itu tiap kali harus mendatangi kelas pagi, dia terpaksa berpikir bahwa ada baiknya dia tidak kembali ke asrama dulu setelah semua pelajarannya selesai, dia baru akan kembali ke asrama ketika jadwal makan malam telah selesai di aula utama.
Yah, itu bisa diatur besok pagi, malam ini Cassius sangat ingin segera tidur dan terlelap saja rasanya.