ORACLE
Lazy_Monkey
|||
Vote & komen
------------------------------🌹----------------------------
Akhirnya hari berganti, semua mahasiswa baru bersiap untuk pertempuran kelompok. Berbeda dengan tahun-tahun lalu dimana acara kebangkitan mahasiswa baru tersebut hanya ditonton oleh para penghuni universitas. Tahun ini gerbang universitas Oracle dibuka untuk umum, banyak para petinggi kota yang datang sebagai tamu, yang mungkin sebenarnya tak bisa dianggap tamu, karena mereka yang menawarkan diri sendiri, meminta gerbang dibuka untuk semua orang.
Lokasi pertempuran kelompok akan berlangsung di pinggir hutan pribadi dekat universitas, jaraknya tak jauh dari gedung asrama. Universitas Oracle yang besar dan mewah, memiliki lebih dari beberapa fasilitas serta hutan pribadi tersendiri. Semuanya atas nama Marco Owen Manoban, tak heran jika dia menjadi salah satu petinggi di kota Harver yang disegani. Gerbang universitas yang menjulang dari ujung ke ujung hampir setara dengan separuh kota. Pertempuran ini akan menjadi tombak acuan antara kelompok prajurit Hoplite dan Sparta.
Sparta menggunakan ban lengan merah, sementara Hoplite memilih warna biru sebagai pembeda. Seragam yang dikenakan hampir sama seperti pakaian perang, mereka menggunakan penutup kepala besi, penahan dada kokoh berlapis baja serta membawa perisai dan pedang atau tombak di masing-masing tangan. Untuk strategi bermain, sebetulnya Lalisa maupun Seulgi yang menjadi pemimpin di masing-masing kelompok tidak sempat membuat agenda.
Urusan Oracle membuat keduanya teralihkan, belum lagi. Jennie Addams benar-benar merajuk. Lalisa dan yang lain berpikir begitu, karena gadis itu, hingga sekarang bahkan tak mau menegur para penjaga. Jennie menginap di tempat Niki, hingga pagi menjelang dan ke-delapan orang bodoh yang merasa bersalah hampir menangis menunggu di depan gerbang, menanti kepulangan si Oracle. Saat gadis itu kembali. Dia bahkan tidak melirik sama sekali.
Kemarahannya kali ini lebih ke arah diam. Dan diamnya Jennie membuat mereka mati kutu.
“Aku akan mati disini biar Jennie peduli padaku.” kata Wendy yang terdengar begitu konyol.
Acara belum dimulai. Kelompok masih berbaur meski ketegangan disekitar mulai terasa. Wendy berada di dalam kelompok Lalisa, menjadi ketua healer. Sementara Rosie malah menjadi ketua healer di pihak Seulgi. Kim Jisoo menjadi penyerang jarak jauh untuk tim Lalisa, sementara Irene menjadi penyerang jarak jauh untuk tim Seulgi. Dua senior, Kim Taeyeon dan Tiffany Bae menjadi pengurus. Mereka tengah sibuk melayani tamu.
Enam orang itu menjadi lawan satu sama lain tapi, saat ini mereka tengah duduk bersama di atas bebatuan sambil menunggu waktu. Lokasi awal pertempuran adalah pinggiran hutan dekat asrama, itu adalah lapangan besar bebatuan. Kelompok akan menyebar masuk ke dalam hutan ketika acara di mulai dan bendera ratu, yang saat ini belum menampakan dirinya akan berada di tengah hutan. Si Ratu belum muncul, itulah mengapa ke-enam penjaga ini tak bisa menahan wajah menekuk masam.
“Seolah Jennie peduli, jika kamu mati. Itu hanya akan membuatnya malu.” Irene mencibir, melepas penutup kepala. Aksesoris yang dia kenakan lebih ramai dari yang lain. Segala macam artifak magis minimalis menempel ditubuhnya. Kali ini dia terlihat seperti Freya, seorang ksatria wanita.
Pertempuran ini bukan hanya untuk sekadar main-main. Semua mahasiswa diperbolehkan untuk menggunakan kekuatan dari Gift mereka dan kemungkinan akan adanya korban sangatlah besar. Mengingat tahun-tahun sebelumnya, seperti kata Taeyeon serta Tiffany. Hampir dua puluh dari kakak tingkat mereka saat melakukan pertempuran ini, tergeletak tak berdaya di rumah sakit. Padahal di setiap kelompok telah memiliki healer masing-masing. Namun, hal seperti ini jelas akan selalu terjadi ketika perasaan ingin menang merenggut fokus semua orang. Ketegangan sebagai musuh meningkat ketika mereka mulai menghadapi pertempuran.
Sejak tahun-tahun sebelumnya, kelompok Sparta selalu menang dan Taeyeon berada di kelompok yang sama tahun lalu. Itulah mengapa, dia mencibir adiknya yang malah berakhir di kelompok prajurit Hoplite. Namun, tampaknya para kakak tingkat harus memasang taruhan seimbang tahun ini. Karena Seulgi Kang menjadi komandan di kelompok biru itu, mereka tahu betapa kejamnya gadis satu ini. Tak lebih sama dengan Lalisa Manoban, maka pertempuran kelompok ini menjadi pertempuran yang paling ditunggu-tunggu.
Belum lagi hadiahnya adalah si Ratu, sang Oracle yang terkasih, Jennie Addams.
Para mahasiswa baru setuju Jennie menempati posisi tersebut. Setidaknya, jika mereka kalah, mereka telah berjuang dan si Oracle akan melihat betapa besar perjuangan mereka untuk memperebutkan bendera serta mendapatkan si Ratu di pertempuran.
“Mengapa Jennie belum terlihat hingga sekarang?” Rosie menatap sekitar, ratusan anak dari dua kelompok memenuhi pinggiran hutan. Ada yang jelas tengah saling mengejek dan membanggakan ban lengan masing-masing. Ada pula yang menikmati waktu untuk bercengkrama sambil mengunyah makanan ringan.
Takut saat pertempuran mereka malah kelaparan. Pertempuran ini akan memakan waktu berjam-jam, bukan hanya karena mereka harus melawan satu sama lain, mencuri benteng, mengambil bendera setiap post dan menghancurkan pertahanan setiap post musuh. Medan hutan juga cukup menyulitkan, meski semua dari mereka telah diberikan map manual. Membaca map tersebut malah semakin memusingkan kepala. Panitia sengaja memberikan semua fasilitas manual, yang mengharuskan mereka mengatur strategi dengan benar, membuat isyarat untuk saling berkomunikasi, juga bersiap dengan pertempuran jarak dan dekat yang tiba-tiba saja bisa terjadi.
“Jennie sedang ditahan di aula, ketua yayasan memintanya untuk menyapa beberapa petinggi wilayah lain sebentar.” Sosok Niki dan Daehwi mendekat, yang tadi berbicara adalah Niki. Dia mengenakan ban lengan biru sementara Daehwi mengenakan ban lengan merah.
“Sudah kuduga...” Lalisa dan Seulgi mendengus secara bersamaan.
.
.
.
Di aula universitas, ada sebuah panggung besar dengan ratusan kursi. Di depan panggung terhampar layar yang besar memenuhi seperempat aula, itu adalah rekaman langsung keadaan dipinggir hutan. Pertempuran kelompok akan ditonton secara langsung dari jarak jauh. Beberapa kakak tingkat telah mengisi sebagian kursi dan di depan mereka, para petinggi wilayah lain mulai berdatangan memasuki lokasi.
Jennie memang berada disana, tepat disisi Marco Owen Manoban serta Adam Bae. Dia diminta untuk menyambut tamu sebentar sebelum pergi ke lokasi pertempuran, menyapa beberapa petinggi yang merepotkan, yang membuat wajah Jennie total masam. Jennie bahkan tidak peduli ketika seorang pria muda, yang entah siapa namanya mendekat, memperkenalkan diri dengan senyum tak biasa.
“Jennie, ini Nick Maiden. Anggota persekutuan lima pemimpin kuil modern di Mapplewood.” Marco memperkenalkan sekali lagi karena dia menyadari Jennie tampak mulai kelelahan. Gadis itu telah mengenakan pakaian sesuai posisinya, yang lebih mirip seperti gaun seorang ratu, yang bagi Jennie sangatlah konyol namun, bagi mereka yang melihat. Mereka tak bisa mengalihkan pandangan walau sebentar pada gadis muda itu.
“Senang bertemu dengan Anda, Tuan Maiden.” sapa Jennie melempar senyum seadanya. Jennie mulai merasa gerah. Mahkota bunga yang ada di kepalanya agak mengganggu. Ini seperti lelucon karena sebelum Jennie menggunakan mahkota bunga tersebut, Niki yang masuk ke dalam ruang rias mengusulkan untuk menggunakan mahkota sungguhan dengan gaya rambut rumit menyakitkan.
Syukurnya, Jennie tentu saja menolak. Dia memilih mahkota yang paling ringan, yang paling sederhana, dengan gaya rambut sederhana pula. Itu hanya digerai dengan kepang kecil diantara kepala. Tampilannya yang sederhana namun, unik dan mampu memikat mata membuat siapa saja terlena. Termasuk, Nick Maiden.
Pria itu dengan begitu berani mengambil punggung tangan Jennie, sedikit membungkuk dan memberi kecupan pada punggung tangan si Oracle. “Senang bertemu dengan Yang Terkasih, akhirnya mimpi ini menjadi nyata. Anda benar-benar terlihat luar biasa.”
Kim Taeyeon dan Tiffany Bae melihat pemandangan tersebut dari kejauhan. Kedua gigi mereka menggertak marah, mereka sudah berjanji akan menahan rasa cemburu. Tapi, itu hanya untuk dengan para penjaga bukan pada manusia lain yang dengan begitu lancang menyentuh kulit Oracle mereka.
“Haruskah aku menerjang pria satu ini? Aku baru melihatnya, siapa dia?” Wajah Tiffany memerah, pria disana sangat tidak tahu malu, beruntungnya Jennie menarik tangan dengan cepat hingga bibir itu hanya sedikit bersentuhan dengan kulitnya. Tiffany tertawa puas begitu pula dengan Taeyeon.
“Nick Maiden. Dia salah satu anggota dari lima imam kuil modern yang sedang tenar.” kata Taeyeon.
“Ada banyak macam pemimpin kuil yang tidak layak dipanggil pemimpin kuil saat ini. Dia terlihat seperti seorang pria muda yang gemar menggoda gadis cantik. Aku yakin yang satu ini selalu berdoa untuk dosa-dosanya.” desis Tiffany jijik, diam-diam bersyukur saat melihat Jennie beranjak pergi dari aula. Dia diantar oleh dua orang pengawal milik paman Marco, kemungkinan pergi menuju pinggir hutan untuk memulai sesi pertempuran kelompok.
“Hah, jaman sekarang. Kebanyakan pemimpin kuil hanyalah kedok semata untuk menimbun uang pada orang-orang yang mengikuti mereka.” sahut Taeyeon membenarkan kata Tiffany. “Ajaran mereka juga sangat bertolak belakang dengan kepercayaan lama.”
Kepercayaan lama menetapkan beberapa aturan dan beberapa garis kepatuhan yang berlandaskan atas norma serta jauh dari hasrat dunia. Itu seperti tidak adanya keinginan untuk menjadi tenar atau memanfaatkan kuil sebagai ladang uang. Namun, beberapa pemimpin kuil baru yang menetapkan diri mereka sebagai pemimpin kuil modern melakukan hal sebaliknya. Untuk meninggikan nama, banyak dari mereka yang menggunakan kuil itu sendiri untuk menarik perhatian masyarakat. Diperbolehkannya untuk memasuki kuil sebagai sarana wisata dan segala macam, serta keaktifan dari si pemimpin kuil yang melebihi artis papan atas di media. Mereka terus menggalangkan pergerakan baru. Gerakan yang secara perlahan mulai mengikis aturan-aturan dari kepercayaan lama.
Posisi pemimpin kuil sebenarnya hampir sama tinggi dengan si pembawa nubuat pada jaman lampau, sebelum si Oracle hadir berkat berkah dari dewa Apollo. Mereka dulunya dipercaya sebagai tangan kiri dewa yang menyampaikan doa-doa. Tetapi, semenjak si peramal muncul, pemimpin kuil menjadi orang-orang yang berdiri di belakang si Oracle. Mereka hanya mengatur pembacaan doa, melakukan berkat dan melayani masyarakat. Posisi mereka seperti diantara dua air mengalir, tidak terlihat namun, diakui ada.
Lagipula, sekelompok pemimpin kuil dulunya adalah para pria. Dalam ketidakadilan yang mungkin bagi mereka sangat diluar aturan, justru pembawa nubuat yang diturunkan berasal dari generasi perempuan.
Secara turun-temurun di masa lampau, ini menjadi konflik yang cukup besar diawal kehadiran Oracle. Sejarah pernah menulis pertikaian lama yang terjadi, keengganan dari para pemimpin kuil yang disebut imam pada masa terdahulu, pemberontakan besar-besaran serta fitnah yang merajalela. Namun, seiring berjalannya waktu, ketika berkah si Oracle muncul menenangkan api yang berkobar, para pemimpin kuil seketika patuh dan menundukkan kepala.
.
.
.
Suara terompet terdengar menggema diseluruh penjuru hutan. Satu tiupan pertanda bahwa semua peserta harus segera bersiap. Lalisa dan yang lain bangkit dari duduk mereka. Mulai menggunakan peralatan perang, memastikan kembali tak ada yang tertinggal.
“Oracle! Oracle!”
“Ratu kami, Ratu kami! Cantik sekali. Aku akan menang, walaupun aku harus mati!”
“Oracle selamat datang! Tolong dukung Sparta!"
“Hoplite! Oracle, Hoplite akan memenangkan pertarungan ini untukmu! Kami akan berusaha, meskipun kami harus menggiling daging kami untuk sampai padamu.”
Tepat saat itu, kerumunan mulai terdengar ricuh. Suara-suara tersebut mengalihkan perhatian mereka, anak-anak lain sibuk membungkuk membuka jalan menyambut seseorang yang baru saja datang. Sosok Jennie Addams terlihat, membawa dua buah bendera melambangkan dua simbol kelompok prajurit Sparta serta Hoplite. Namun, ada bendera lain yang tergulung di dalam bendera-bendera itu, yang tidak mereka ketahui. Dia hanya tersenyum membalas setiap sapaan teman-teman angkatan, entah mengapa Jennie mulai terbiasa dengan segala pujian. Jennie hanya tertawa menatap anak-anak angkatannya yang berteriak seperti cacing kepanasan.
Mereka begitu bersemangat, padahal fungsi Jennie hanya berdiri sembari memegang bendera nanti. Dia memiliki benteng kecil di tengah hutan. Dan tidak ada yang tahu kejutan lain yang akan datang setelah itu, Jennie hanya mengiyakan saja kata-kata mereka. Semudah mereka dapat mengambil bendera dari kedua tangannya saja.
Jennie berhenti sebentar, lalu berkata. “Baiklah, semangat. Jangan sampai kalian menggiling daging kalian sendiri, aku tidak mau kalian terluka.”
Beberapa anak laki-laki terhuyung ke belakang sembari memegang dada, hampir pingsan menerima senyuman manis serta balasan perhatian dari Jennie Addams. Sementara ke-enam orang yang melihat itu mendengus, mati-matian menahan rasa cemburu.
Jisoo dengan kesal berkomentar. “Aku ingin sekali mengikatnya, jika dia bukan Oracle. Perhatiannya membuat anak-anak sinting itu tinggi hati. Oh, bisakah Oracle kami berhenti tersenyum?” dia berkata dengan frustasi. “Lalu mengapa, dia terlihat begitu cantik dengan pakaian itu? Sial!” Jisoo mengusap dadanya pura-pura pingsan, disambut Wendy yang langsung menyentil dahi gadis itu.
Lalisa hanya diam, mencoba mengalihkan tatapan serta debaran jantungnya yang semakin menggila. Ini kali pertama dia begitu terpukau melihat seseorang dengan gaun kolot begitu. Jennie begitu cantik dan wajar anak-anak mulai terlihat ingin pingsan dan bahkan merelakan diri mereka mati di tengah pertempuran hanya untuk mendapatkan perhatian Jennie.
“Ayo segera bersiap.” Lalisa berkata, menggunakan penutup kepala besi. Jennie tidak mendekati mereka, dia hanya memanggil Niki dan Daehwi dengan lambaian tangan. Kedua anak itu langsung berlari ke arah Jennie, menyesatkan tatapan sinis para penjaga yang tak bisa mendekat.
Si Oracle jelas masih marah pada mereka dan Lalisa tahu, jadi dia ingin memfokuskan diri pada pertarungan kelompok.
“Aku pikir, aku akan benar-benar mati hari ini. Jennie masih marah pada kita.” Rosie yang cemberut sementara yang lainnya menggangguk. Seulgi bergegas mengikuti apa yang Lalisa lakukan, mengabaikan kebodohan teman-temannya yang sudah tahu Jennie masih marah tapi, masih pula mengatakan omong kosong.
“SPARTA!” Lalisa telah pergi dari kelompok kecil itu, dia berteriak memanggil semua prajuritnya. Kim Jisoo dan Wendy mau tak mau ikut bergabung, sementara Seulgi telah berpindah melakukan hal yang sama seperti Lalisa, memanggil para prajurit Hoplite.
Kelompok akhirnya terbagi, mendengar masing-masing komandan memanggil. Mereka membentuk barisan, Jennie akhirnya ditinggal sendirian ketika Niki bergabung dalam kelompok Seulgi, sementara Daehwi pergi ke sisi sayap kelompok Lalisa.
Si pria melambai itu bertugas menjaga pos di tepi barat daya hutan sebagai healer cadangan. Sementara Niki bertugas menjaga pos pada sayap timur di posisi yang sama. Masing-masing healer tingkat bawah diletakkan di beberapa pos terpencil. Sementara yang terkuat berada di benteng utama.
“SIAPA KITA?!”
“SPARTA! SPARTA! SPARTA!”
Teriakan prajurit Sparta menggema, membuat lonjakan semangat tak biasa. Jennie berada di depan, di tengah-tengah mereka. Ini adalah tradisi baru. Dua kelompok saling berbalas yel-yel, dan si Ratu menatap kedua kelompok tersebut sebagai penghormatan sebelum bertarung.
“HOPLITE!” Suara Seulgi tak mau kalah. Kini tatapannya berubah menjadi serius. Dia berjalan dari sisi ujung ke ujung untuk membangun semangat para prajurit. Dia melirik ke arah Lalisa lalu mengalihkan pandangan pada Jennie yang berdiri seperti seorang Ratu, dia adalah segalanya dan semua anggota kelompok berusaha menarik atensinya.
Namun, tatapan Jennie tak pernah berpaling dan Sparta, bukan, lebih tepatnya pada Lalisa Manoban yang berdiri dengan serius dan gagah mengacungkan pedang ke langit memanggil semangat para prajurit. Seulgi cemberut, dia benar-benar cemburu kali ini.
“KAMI, HOPLITE! KAMI, HOPLITE!”
“KALAHKAN DAN MENANGKAN!” kata Seulgi seperti raungan yang mewakili isi hatinya, para prajurit Hoplite berteriak seolah pita suara mereka ditarik keluar. Jennie pada akhirnya menoleh, dan tatapannya bertemu dengan kedua mata Seulgi.
Suara gemuruh satu sama lain saling beradu namun, dalam adu tatapan itu, Jennie dapat membaca gerak bibir Seulgi yang mengirimkan pesan padanya.
“Aku akan mengalahkannya dan tolong lihat aku juga.”
Bulu mata Jennie bergetar, dengan dingin dia mengalihkan tatapan, kini menatap lurus ke depan. Lalisa tidak pernah berusaha untuk menunjukan apapun, seperti memintanya untuk melihatnya. Namun, Seulgi Kang. Seulgi yang tahu tentang apa yang Jennie inginkan, tidak akan pernah mau kalah. Dan entah mengapa, kali ini. Jennie akan membiarkan hal itu.
Dia harus melihat keduanya berusaha.