𝗟𝗜𝗧𝗘𝗦𝗧 | Chanyeol • Jis...

By cchumine

73.1K 9.6K 1.5K

Jisoo adalah anak sulung, dia memiliki adik yang istimewa. Hidupnya saat ini masih berjalan dengan semestinya... More

AUTHOR NOTE
Prolog
01 : Pagi
02 : Kesialan
03 : Pemikiran
04 : Risih
05 : Kereta
06 : Pertama
07 : Menolak
08 : Kembali
09 : Terseret
10 : Berita
11 : Mengunjungi
12 : Bertamasya
13 : Perampokan
14 : Strategi
15 : Menemani
16 : Kedua
18 : Partner
19 : Berhadapan
20 : Cerita
21 : Seseorang
22 : Kebenaran
23 : Penculikan
24 : Kakak
Bonus Chapter |1|
Bonus Chapter |2|
Bonus Chapter |3|
Spesial Chapter |END|
Info
Jisoo

17 : Sympathy

1.7K 246 40
By cchumine

Saat itu, Jisoo menarik Chanyeol untuk mengikutinya. Ia lalu sampai pada sebuah balkon di lantai empat, balkon itu langsung menghadap ke arah kota Seoul di malam hari yang penuh dengan kerlap-kerlip lampu. Jisoo mulai melepas genggamannya, ia menatap lurus ke arah Chanyeol.

Disaat Jisoo akan membisikkan sesuatu kepada Chanyeol yang saat ini sedang membungkukkan badannya untuk menyesuaikan tinggi. Bertepatan dengan itu, muncul beberapa pelayan perempuan yang sedang membawa gelas-gelas wine dan akan melewati balkon tempat Chanyeol dan Jisoo berada. Dan benar saja, salah satu dari pelayan tersebut tidak sengaja menoleh dan melihat mereka berdua. Ia tampak kaget hingga menutup mulutnya karena menyangka mereka sedang bercumbu. Lalu berbisik keras untuk memberitahukan pada teman-temannya agar melihat apa yang ia lihat.

Bagaimana tidak? Saat itu di balkon hanya ada satu lampu kuning yang sama sekali tidak bisa membantu dalam penglihatan. Lebih tepatnya, remang-remang. Membuat para pelayan itu hanya bisa melihat siluet dua orang yang seolah-olah sedang bermesraan di dalam kegelapan.

Dengan langkah tergesa-gesa, para pelayan itu meninggalkan balkon dengan rasa panas yang menjalar di wajah mereka. Mungkin setelahnya akan ada gosip hangat yang menyebar.

***

"Benar! Saya sangat ingat bahwa nama seseorang yang berada di list saya adalah Nam Sung-Woong, Sajangnim!"

Chanyeol menampilkan raut bingung saat Jisoo telah selesai menjelaskan situasinya. "Apakah kau yakin?"

Jisoo mengangguk cepat, "Sangat yakin!" namun ekspresinya perlahan berubah, "Tetapi ... saya bingung, bukankah orang-orang yang menghadiri pesta ini adalah para pebisnis sukses?" tanya Jisoo dengan raut muka tidak enak. Gadis itu tampak menundukkan kepala. Ia lalu mendongak, "Sajangnim harus percaya dengan saya. Saya tidak mungkin salah ingat. Saat pulang dari sini, saya akan langsung berikan berkas informasi setiap list kepada anda."

Chanyeol menggelengkan kepala. "Sudah. Tidak perlu. Aku akan percaya."

"Benarkah itu? Jadi apakah anda akan membantu saya?" selang beberapa detik, wajah ceria Jisoo berubah tampak murung. "Tetapi, saya tidak enak hati. Kalau begini caranya, bagaimana saya bisa menagih hutang. Beliau adalah seorang ayah yang putrinya ditolak bahkan disaat baru pertama kali bertemu. Dan lagi, yang melakukan itu adalah anda."

Chanyeol terbatuk-batuk saat Jisoo mengatakan itu, ia menatap gadis itu sedikit canggung. "Y-ya begitulah. Ini memang akan sedikit susah. Terlebih, aku telah menyeretmu ke dalamnya."

"Lalu bagaimana?" Jisoo menghembuskan nafas. Entah ini sebuah keberuntungan atau musibah untuknya. Di satu sisi, ia akhirnya bisa menemukan seseorang yang sudah ditugaskan untuknya. Namun di sisi lain, ia akan sangat canggung saat harus menyelesaikan misi ke dua ini. Bagaimana tidak? Jisoo sudah berpura-pura menyebut dirinya sebagai kekasih Chanyeol, dan membuat perjodohan putrinya gagal. Astaga, ia harus apa sekarang?

Suara dehaman tampak mengalihkan perhatian Jisoo. Ia menatap Chanyeol yang saat ini sedang menyangga dagu dengan tangannya. "Omong-omong tentang itu, apakah dalam berkas itu tidak tertulis dengan lengkap informasi terkait Nam Sung-Woong? Seperti pekerjaannya?"

"Ada, dan lumayan lengkap. Saya bahkan tahu jika Nam Sung-Woong bekerja membangun bisnis sendiri dari informasi yang saya ambil," ujar Jisoo apa adanya. Namun ia tidak seceroboh itu dan melewatkan satu informasi, Jisoo bahkan memikirkannya dalam-dalam. "Tetapi saya tidak tahu data lengkapnya. Anda tahu sendiri kan, Sajangnim? Sebelum seseorang melakukan bisnis, ia akan mengambil resiko. berhutang di bank dengan nominal yang besar. Jadi saya pikir, beliau gagal dan karena alasan itulah sampai saat ini beliau masih belum bisa membayar tagihannya."

Chanyeol mulai berpikir, ia mengiyakan dalam hati apa yang telah Jisoo sampaikan padanya. Chanyeol lalu bertanya pada gadis itu, "Berapa nominalnya?"

***

"Sepertinya pembicaraan kita telah selesai sampai disini."

Park Kyung-eup tampak berdeham. "Apakah anda akan pulang terlebih dahulu? Akan ada makan malam setelah ini."

"Terima kasih, namun saya memilih untuk undur diri terlebih dahulu. Putri saya mungkin akan kelelahan," Sung-Woong menampilkan senyum ramah, ia mulai bangkit dan diikuti oleh putrinya. Bersamaan dengan itu, Chanyeol dan Jisoo kembali masuk ke dalam ruangan.

Mereka berdua berjalan menghampiri Sung-Woong dan putrinya. Chanyeol mulai bertanya, "Anda akan undur diri, Tuan Nam?"

Pria itu mengangguk singkat, "Tentu saja, lagi pula perjodohan ini sudah tidak bisa dilanjutkan. Jadi tidak ada alasan bagi saya dan putri saya tetap berada di sini," padahal Sung-Woong menjawabnya dengan tawa ringan, namun Chanyeol maupun Jisoo terasa canggung saat mendengarnya. Tenggorokan mereka tiba-tiba terasa kering. Hingga tidak mampu membalas ucapan itu.

"Kalau begitu kami undur diri terlebih dahulu," padahal Sung-Woong membungkukkan badan kepada Kyung-Eup, namun sebelum keluar dari ruangan, pria itu menunjukkan tersenyum simpulnya ke arah Jisoo. "Tidak heran mengapa Tuan Chanyeol terkadang tidak bisa lepas saat menatap anda, Nona. Bahkan disaat suasana sedang tidak mendukung sekalipun."

Jisoo hampir tersedak saat mendengar penuturan tiba-tiba itu, ia langsung menoleh ke arah Chanyeol yang sepertinya sama kagetnya dengan dirinya. Apa? Kenapa direkturnya itu menampilkan ekspresi seperti telah tertangkap basah melakukan sesuatu? Dan lagi, apa maksud perkataan Nam Sung-Woong? Jisoo benar-benar tidak habis pikir.

"Tentu tidak. Tuan muda bahkan memilih langsung kedua set gaun itu untuk Nona. Kemarin, Tuan muda terlihat serius saat harus memilih beberapa gaun di salon ini. Saat mendapatkan kedua gaun yang menurutnya paling indah, beliau sampai bingung harus memilih yang mana. Dan akhirnya beliau membeli kedua-duanya," Jisoo tanpa sengaja tersedak ludah sendiri saat mendengar cerita tersebut.

"Benarkah?" wanita itu tampak mengangguk dengan senyum yang masih terpatri. "Lalu mengapa tadi dia tampak tidak suka ya?"

Wanita itu malah mengeluarkan kekehan kecil. "Apakah anda benar-benar tidak tahu, Nona?"

Jisoo menoleh, menatap wanita itu sedikit bingung sekaligus penasaran. "Memangnya apa? Saya bener-bener tidak tahu."

"Menurut saya, Tuan muda tidak mau orang lain melihat anda mengenakan gaun tersebut."

Jisoo semakin bingung mendengar hal tersebut. Memangnya kenapa Chanyeol tidak suka jika orang lain melihatnya mengenakan gaun itu?

"Maksud anda?" tanya Jisoo.

Wanita itu tampak tertawa kecil. "Bukan kah Nona terlalu polos jika tidak menyadari seperti apa tatapan Tuan muda saat tadi memandang anda?"

Jisoo mengedipkan mata beberapa kali saat sadar jika Nam Sung-Woong telah keluar dari ruangan. Ia menoleh, dan menemukan dua orang masih berada dalam ruangan ini. Saat Jisoo ingin jalan untuk duduk kembali, bahunya terasa di pegang oleh seseorang.

"Saya juga ingin undur diri dari sini," ucap Chanyeol sambil menatap Ayahnya.

"Tidak," suara itu menghentikan langkah Chanyeol yang sudah akan beranjak dari ruangan ini. Kyung Eup bangkit dari duduk. "Pesta ini tetap dilanjutkan. Kalau sudah begini, mari kita berbicara."

"Apa?"

Chanyeol mendadak tegang saat mendapatkan tatapan tegas dari Kyung Eup. "Kapan pertunangan kalian akan diselenggarakan?"

***

Sekelompok pelayan tampak sedang berbisik-bisik di sudut ruangan, tampaknya saat ini pesta sudah akan selesai. Beberapa gelas mulai diangkat, dan gedung megah itu sudah mulai sepi. Setelah keluarnya pemilik acara-Park Kyung Eup, para kolega mulai memberi salam dan selamat. Entah apa yang ayah Chanyeol itu ucapkan sebagai alasan, para kolega tampak biasa-biasa saja, bahkan setelah apa yang telah terjadi.

Sepertinya situasi masih bisa dikontrol, dan hal itu membuat Chanyeol mulai beranjak untuk pergi. Dengan masih menggandeng tangan Jisoo, sebagai akting mereka yang menyandang status 'sepasang kekasih'. Chanyeol mulai turun dari tangga seraya menuntun Jisoo.

"Apa kalian tidak salah lihat?"

"Aku tidak salah lihat, tidak mungkin beberapa orang melihat dan memikirkan hal yang sama."

"Wah, hebat. Bagaimana bisa mereka bercumbu di tempat itu? Maksudku, di antara kegelapan dan tempat yang hening, padahal mereka sedang hadir di sebuah pesta."

"Bukan kah itu romantis? Atau malah, erotis?"

"Hei, pelankan ucapanmu. Gawat jika sampai ada yang mendengar," seorang pelayan mulai menegur dengan menepuk bahu pelayan yang baru saja bercanda sedikit keterlaluan.

Dan saat para pelayan itu melihat Chanyeol, mereka serempak membungkukkan badan hormat. Chanyeol yang melihat itu hanya melirik sekilas dan lanjut melangkah. Para pelayan sedikit keheranan. Terlebih saat melihat putra dari keluarga Park tampak sedang menggandeng seorang perempuan.

"Bukankah ini pertama kalinya Tuan muda membawa seorang perempuan?"

"Sudahlah, jangan banyak berbicara. Lebih baik kita lanjut bekerja."

Para pelayan itu tidak tahu saja, kalau ucapan mereka sebenarnya terdengar oleh telinga Jisoo. Gadis itu melirik ke arah para pelayan, sebelum akhirnya kembali menatap Chanyeol. Ia berpikir, kenapa para pelayan itu seolah-olah mengetahui Chanyeol? Apa katanya, baru pertama kali? Apa mereka adalah para pelayan dari keluarga Park? Wah, sebenarnya seberapa kaya keluarga direkturnya itu. Sampai memiliki penjaga dan pelayan pribadi. Ah tidak sampai di situ, bahkan memiliki salon pribadi. Jisoo jadi tidak habis pikir.

"Saya undur diri terlebih dahulu," Chanyeol membungkukkan badan sopan ke arah ayahnya yang pada saat itu juga tengah bersama dengan beberapa kolega.

Jisoo juga ikut membungkukkan badan. Ia lihat, beberapa kolega tampak sedang mengamatinya. Lalu, dengan alasan dirinya yang merasa tidak enak badan, Chanyeol dengan mudah membawanya keluar dari berbagai tatapan tersebut. Ya, setidaknya Jisoo tidak akan diberi pertanyaan aneh-aneh dan merepotkan lagi oleh orang-orang hight-class tersebut.

Mereka telah sampai di mobil, Chanyeol mulai melepaskan genggaman tangannya pada Jisoo. Lalu masuk yang diikuti gadis itu setelahnya. Tidak ada pembicaraan yang terjadi di antara mereka saat mobil telah keluar dari gerbang. Jisoo masih canggung, begitu pun dengan Chanyeol. Pria itu sepertinya bingung harus menjelaskan seperti apa. Tentang dirinya yang sudah seenak jidatnya sendiri menyeret Jisoo ke dalam rencananya.

Chanyeol tampak menghembuskan nafas pelan. Jujur saja, awalnya ia sama sekali tidak kepikiran untuk membuat perjodohannya batal dengan cara berpura-pura telah mencintai wanita lain. Awalnya ia hanya berpikir untuk menjelek-jelekkan dirinya sendiri di depan putri kolega ayahnya. Seperti tidak sopan ataupun selalu meragument kasar, supaya membuat kolega sang ayah membatalkan perjodohan itu dengan sendirinya karena tidak suka dengan perilaku buruk Chanyeol.

Namun entah kenapa, saat melihat gadis itu gugup karena Chanyeol menyuruh dia mendekap lengannya. Pria itu langsung memiliki rencana yang lumayan gila, membuat dirinya seolah-olah telah mencintai seorang wanita dan akan bertahan dengan wanita itu bagaimana pun caranya. Walau harus menghancurkan perjodohannya sekali pun. Dan nyatanya? Rencana Chanyeol malah berjalan dengan lancar. Bahkan bisa dibilang sangat mudah.

Chanyeol diam-diam menarik kedua sudut bibirnya, mengingat kembali saat Jisoo yang tampak gugup maupun menahan rasa tegang karena Chanyeol yang menyeret gadis itu ke dalam masalah yang bahkan tidak gadis itu ketahui. Namun Jisoo seolah sudah tahu rencana Chanyeol dan malah bekerjasama dengannya.

Senyuman berani dan setiap perkataan tegas yang gadis itu keluarkan masih terekam jelas di otaknya. Bagaimana cara gadis itu dengan pintarnya menghadapi sebuah situasi yang bahkan tidak dia ketahui pendasarannya.

Pria itu langsung menyembunyikan senyumnya saat mengetahui Jisoo tengah melirik ke arahnya. Chanyeol tampak berdeham. "Maafkan aku."

"Apa?"

"Maaf karena aku dengan seenaknya berpura-pura sebagai kekasihmu," Chanyeol menoleh ke arah Jisoo. Tidak diduga, gadis itu terbatuk karena tersedak ludahnya sendiri.

"A-apa?" cepat-cepat Jisoo mengalihkan pandangan, saat ini ia lebih baik memandang kaca mobil. "Apa-apaan pemilihan kata itu? Anda terbalik saat menyampaikannya, Sajangnim! Yang benar adalah 'maaf karena aku dengan seenaknya menyuruhmu berpura-pura menjadi kekasihku' begitu!"

"Ya, seperti itu. Maaf," Chanyeol memelankan laju mobilnya, ia saat ini masih menatap Jisoo. Gadis itu tampak mendengus, lalu balik menatapnya.

"Baiklah, saya terima permintaan maaf dari anda. Lebih dari itu, bisakah anda sekarang menjelaskan situasi sebenarnya, Sajangnim? Agar saya tidak kebingungan lagi," ujar Jisoo dengan raut wajah yang serius. Hal yang membuat Chanyeol mengalihkan pandangannya kembali melihat jalanan. Gadis itu masih menatap Chanyeol, menunggu penjelasan. "Jelaskan dari awal hingga akhir."

Chanyeol sejenak menghembuskan nafas, matanya saat ini masih fokus menatap depan, namun ekspresinya perlahan berubah. "Ini cuma perjodohan sepihak, karena aku tidak setuju. Jadi batal."

"Sesingkat itu alasannya?" Jisoo menatap gusar ke arah Chanyeol yang hanya membalasnya dengan sekali anggukan. "Kenapa anda membatalkannya?"

"Karena aku tidak suka perjodohan."

Jisoo menaikkan sebelah alis, "Memangnya kenapa? Padahal kata pepatah, cinta datang karena terbiasa."

"Prinsip orang berbeda-beda. Prinsipku dan prinsip pepatah itu sangat berbeda," Chanyeol tampak menjeda ucapannya dengan helaan nafas. "Cinta? Datang setelah pengorbanan. Dan itu terlalu menguras tenaga."

"Maksud anda, Sajangnim?" Jisoo bertanya dan menahan keingintahuannya agar tidak terlalu menggebu-gebu. Entah kenapa, melihat tatapan mata Chanyeol yang berbeda membuat Jisoo tanpa sadar mulai menebak-nebak.

"Setelah menikah, semua akan berbeda. Akan lebih sibuk karena harus bertanggung jawab untuk dua hal. Karir, dan keluarga. Dan dia, mungkin sengaja merencanakan hal ini," Chanyeol kembali menghembuskan nafas, kali ini terdengar sedikit gusar. Lalu kembali berucap, "Mungkin agar salah satu dari kedua hal itu terhambat. Cinta dan karir, dua hal itu akan sangat dipertaruhkan. Harus ada salah satu yang terpilih. Semakin tinggi sebuah karir, semakin susah pula mengatur waktu supaya terbagi dengan rata. Bukankah itu sama saja dengan memenjarakan diri sendiri?"

Jisoo menatap lekat-lekat wajah Chanyeol yang menampilkan ekspresi datar. Baru kali ini Jisoo mendengar direkturnya itu berbicara dengan kalimat panjang, menurutnya sangat langka. Terlebih saat melihat ekspresi pria itu yang sepertinya sedang menahan sesuatu.

Kembali Jisoo mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu. Disaat dirinya tidak sengaja harus masuk ke dalam suasana keluarga dari direkturnya. Tidak ada kehangatan dalam suasana itu, hanya ada intimidasi dan ketegangan di dalamnya. Hal itu sontak membuat dirinya jadi menyadari sesuatu. Ada banyak pertanyaan yang saat ini sedang menggerayangi otaknya.

Apakah anda selalu merasakan suasana seperti itu, Sajangnim? Apakah anda ... tidak pernah merasa dicintai? Rasanya mulut Jisoo gatal ingin menanyakan hal tersebut. Namun ia memilih menahannya dan bungkam. Jisoo sadar, dirinya tidak berhak menanyakan hal sesensitif itu. Membuatnya menghembuskan nafas pelan.

"Lain kali, anda harus mentraktir saya, Sajangnim. Anda banyak berhutang kalau boleh saya ingatkan," Jisoo mengeluarkan cengirannya. Lalu mengedipkan sebelah mata ke arah Chanyeol. "Um,bagaimana kalau mentraktir saya dalam seminggu? Atau sebulan? Setidaknya, bayar jasa saya, Sajangnim. Tadi saya benar-benar tegang, rasanya seperti jatuh di dalam air, sungguh!"

Chanyeol menarik kecil ujung bibirnya. "Baiklah."

"Okay, saya pegang janji anda, pokoknya jangan berbohong ya? Akan saya tagih setiap hari," Chanyeol terkekeh mendengarkan celotehan Jisoo. Suasana kembali santai. Dengan Jisoo yang terus berceloteh dan Chanyeol yang hanya mendengarkan.

***

PYARR-

Setelah pecahnya gelas yang berisi wine, tampak seorang wanita yang menjatuhkan tubuhnya di atas sofa besar. Tangannya mengepal dengan urat di pelipis yang tampak, jelas bahwa ia sedang menahan amarah. Sedetik setelahnya, ia mulai mengipasi dirinya dengan tangan. Mencoba kembali menstabilkan emosi.

Bunyi panggilan dari ponsel mulai menggema. Dia, Moon So-Ri, dengan sedikit kasar mengangkat panggilan itu saat mengetahui siapa yang berani menghubunginya saat ini.

"Bukankah sangat jahat, karena kau baru mengangkat telepon ini setelah sebelumnya abai? Lihat ini, apakah akan ada tugas yang ingin kau berikan?"

"Berhenti berbicara omong kosong, mau apa kau meneleponku?" terdengar kekehan serak di seberang sana. So-Ri mendengus karenanya.

"Astaga, kenapa serius sekali?" suara tawa terdengar menggema pada panggilan. "Baiklah, akan kuberitahu mauku. Anggap saja aku ingin mengambil hutangmu padaku. Kau tau bukan? Aku sedang kesusahan saat ini, kalau aku terus membunuh untuk merampok, lambat laun polisi akan menghirup asal busuknya."

So-Ri tampak geram mendengar itu, "Aku sudah membayarmu! Tidak ada alasan lagi untukmu mencariku. Kontrak kita telah selesai! Dan kekacauan yang kau lakukan bukan menjadi urusan ku."

"Kau kira semudah itu, So-Ri-ya?" suara tawa menggema di telinganya. So-Ri menahan kuat-kuat mulutnya untuk tidak mengeluarkan segala makian yang saat ini sudah berada di ujung lidahnya.

"Apa maksud mu!?"

"Aku memiliki bukti itu. Tugas-tugas yang kau suruh untukku, aku memiliki bukti rekaman dan transaksi kita. Kalau sampai aku tertangkap, aku pun bisa menarikmu."

Tubuhnya menegang mendengar penuturan seseorang tersebut dalam telepon. Ada perasaan takut pada dirinya, namun ia coba untuk menahan itu. "Apa yang kau inginkan? Kau ingin uang bukan? Sebutkan nominalnya dan pergilah!"

"Semua asetku telah dibekukan, So-Ri. Apakah kau bodoh?"

"Lalu apa yang kau inginkan!? Sudah cukup dengan semua omong kosong yang kau ucapkan!!" Wanita itu sudah tidak bisa menahannya dan menyentak dengan intonasi tinggi. Namun respon yang diberikan seseorang di seberang sama malah tertawa dengan suara seraknya. Sama sekali tidak takut.

"Beri aku tempat tinggal."

"Apa?"

"Sembunyikan aku, sampai kasus ini ditutup."

***

Sang candra perlahan mulai pergi menuju tempat persembunyiannya, digantikan dengan semburat oranye yang merambat untuk melukis langit. Kilau sinar matahari, tampak menembus kaca jendela sebuah rumah.

Kelopak mata Jisoo mulai bergerak, disusul dengan terlihatnya kedua iris hitam pekat miliknya. Merenggangkan tubuh sejenak, Jisoo mulai bangkit dan melangkah menuju kamar Jian setelah sebelumnya merapikan tempat tidur. Membangunkan sang adik.

Beberapa saat kemudian, saat aktivitas dipagi harinya hampir selesai, Jisoo tidak sengaja melihat sebuah bingkisan di atas meja ruang tamunya. Ia mengernyitkan dahi bingung, ia rasa kemarin tidak membeli apapun. Lalu milik siapa ini?

Adiknya mungkin sama penasarannya seperti Jisoo. Jian tampak antusias menarik tangannya untuk mendekati bungkusan itu. Bagaimana tidak? Bingkisan itu terlihat besar, dan ... cantik?

"Coklat?" Jisoo bermonolog saat melihat isi dari bingkisan besar itu. Tetapi, bagaimana bi-ah! Tadi malam?

Jisoo menatap ke arah adiknya yang saat ini tampak sumringah, dan dengan semangat menunjuk coklat dari dalam bingkisan tersebut. Ia baru ingat, tadi malam, Jisoo terlalu lelah hingga tidak sadar hampir melupakan sesuatu. Saat itu, Chanyeol mampir sebentar ke rumahnya, sangat sebentar karena setelahnya pria itu langsung pulang yang diikuti oleh seorang asisten rumah tangga.

Karena sangking ngantuknya, ia langsung ambruk di kamar dan tidak sempat menyadari kalau ternyata Chanyeol mampir hanya untuk menaruh sebuah bingkisan itu di atas meja ruang tamunya. Namun yang menjadi pertanyaannya, kapan pria itu membelikan bingkisan ini? Apa saat dirinya tertidur dalam mobil?

Saat Jisoo masih sibuk dengan pikirannya, matanya tanpa sadar menangkap sebuah kertas di dalam bingkisan itu. Jisoo lantas mengambilnya. Ada satu kalimat yang tertera di sana. Membuat Jisoo menoleh ke arah Jian sambil terkekeh kecil.

'Bukan untukmu, jangan dimakan tanpa seijin pemilik aslinya.'

"Jian-ah? Coklat ini noona simpan dulu ya. Jian cuma boleh makan seminggu sekali, Okay?" Jisoo menepuk-nepuk kepala sang adik dan mulai menaruh bingkisan itu ke dalam lemari kaca di dapur.

Jisoo menghembuskan nafas saat tidak tega karena mendapatkan tatapan dari bola mata besar Jian. Dengan berat hati, ia akhirnya memberikan beberapa coklat dari direkturnya itu untuk Jian. Mereka lalu mulai berjalan keluar rumah dan kembali menjalani rutinitas seperti biasanya.

"Astaga, Sajangnim memang benar-benar pintar memilih sesuatu yang disukai anak kecil, bahkan sampai baik hati membelikannya dengan jumlah yang membahayakan," gerutu Jisoo seraya dengan lembut menggandeng telapak tangan Jian. "Jangan lupa berikan kepada Bibi Hyuun juga, ya? Jangan dimakan semua."

"Tos dulu?" telapak tangannya terangkat sebelah. Yang dibalas semangat oleh Jian. Jisoo tertawa senang. "Tos!"

Saat telah sampai di tempat kerja, Jisoo langsung mendapati berkas-berkas yang menumpuk di atas mejanya. Bahkan bisa ia lihat Woori dan Seok yang tampak sangat sibuk, mereka berdua sejenak menyapa Jisoo dengan senyuman dan lanjut mengerjakan berkas-berkas yang ada. Jisoo menghembuskan nafas, pasti sangat susah untuk mereka menyelesaikan misi. Bagaimana tidak? Dalam kurun waktu satu bulan, para penghutang itu mau tidak mau harus melunasi hutangnya pada bank. Dan para dept colleptor lah yang harus berupaya segala cara agar para penghutang mau melunasi.

Seperti apa yang dilakukan Jisoo dan semua dept colleptor saat ini. Mereka semua akan membaca setiap informasi yang ada mengenai para penghutang, setidaknya itu akan berguna saat berdebat atau pun mempersuasif para penghutang agar segera membayar hutangnya. Namun tidak sedikit yang kabur dan bersembunyi saat ditagih. Entah disengaja atau bagaimana, para penghutang akan sangat susah untuk dihubungi. Atau bahkan saat sudah bisa dihubungi, yang mengangkat adalah orang lain.

Sangat banyak kasus-kasus yang seperti itu. Apalagi perdebatan panas yang sering terdengar. Tidak salah memang, kalau tiba-tiba dept colleptor menampilkan nada suara yang mungkin sedikit tidak enak. Karena itu semua adalah bentuk dari rasa frustrasi. Tidak boleh keras, maupun terlalu lunak. Bisa dibilang, mereka hanya mencoba tegas dalam menyelesaikan tugasnya.

"Jisoo-ya, makan siang bareng?" kepalanya tertoleh ke samping dan menemukan Woori yang tengah berjalan mendekati, diikuti Seok setelahnya.

Jisoo menggelengkan kepalanya pelan. Ia tidak menyadari waktu telah berjalan dengan cepat. Tiba-tiba saja sudah waktunya jam istirahat.

"Ada beberapa berkas lagi yang harus aku baca, Eonni. Setelah ini aku juga ingin menemui Manajer Lim sebentar untuk menanyakan sesuatu."

"Memangnya kau itu sapi, Noona? Kenapa gila kerja sekali?" Jisoo melotot ke arah Seok yang seenak jidatnya menghina dirinya. Seok hanya pura-pura meringis saat menerima pelototan darinya.

"Yaa, kita beda tugas. Bukannya aku gila kerja, tapi ini deadline! Harusnya kau tahu kalau kita butuh cep-" Jisoo membekap mulutnya sendiri yang tampak sadar keceplosan mengenai tugasnya.

"Beda tugas?" tanya Woori dengan lekat menatap Jisoo.

Jisoo menggelengkan kepala cepat. "T-tentu saja, memangnya ada dept colleptor yang ditugaskan pada satu orang yang sama?" Jisoo tertawa renyah. "Iya seperti itu, Eonni."

"Itu sama saja, Jisoo. Tugas kita sama. Ayo makan siang, kamu bisa sakit kalau terlalu memforsir seperti ini," ajak Woori seraya menggandeng tangannya. Namun Jisoo masih bersikeras untuk menolak.

"Bagaimana kalau aku titip makanan saja? Sudah Eonni sama Seok aja. Lihat, anak itu sudah menampakkan muka buluk karena lapar," Jisoo mendorong pelan mereka berdua ke arah pintu keluar dari ruangan. Ia lalu melambai-lambaikan tangan. "Jangan lupa chicken dan kentang ya! Aku juga mau milkshake vanilla. Aku tunggu!"

Jisoo tersenyum menatap teman-temannya yang balas melambai ke arahnya.

***

"Maaf Manajer Lim. Saya ingin menanyakan tentang salah satu berkas yang baru selesai saya baca, apakah anda memiliki waktu?" Jisoo tampak menaruh sebuah berkas di atas meja setelah sebelumnya membungkuk sopan. Manajer Lim saat ini tampak menatapnya dengan senyum simpul.

Manajer Lim mengangguk singkat. "Tentu, apa yang ingin kau tanyakan padaku?"

"Apakah pada informasi yang tertera," tangannya tampak menunjuk sesuatu dalam berkas itu. "Memang benar tidak ditunjukkan alamat tempat tinggalnya?"

"Benarkah?" Jisoo mengangguk.

"Sepertinya hanya berkas ini saja yang tidak memiliki informasi tentang tempat tinggal, Manajer. Saya sudah membaca semua berkasnya. Dan saya juga sudah mencoba untuk menghubungi, namun seperti sebelum-sebelumnya, sama seperti tidak membantu," ujar Jisoo menjelaskan. Manajer Lim tampak mengangguk-anggukkan kepala seraya membuka lembaran kertas dalam berkas tersebut.

Manajer Lim lantas kembali menoleh ke arahnya, ia tersenyum tipis. "Baiklah, akan ku coba mencari informasi yang ingin kau dapatkan."

"Terima kasih, Manajer Lim!" Jisoo tersenyum, ia lalu membungkukkan badan sopan dan mulai keluar dari ruangan manajernya itu.

"Oh iya, apakah kau tidak makan siang, Jisoo-ssi?" tanya Manajer Lim saat dirinya sudah akan memegang ganggang pintu. Jisoo menoleh, ia menggelengkan kepala sopan.

"Masih ada yang perlu saya kerjakan."

Manajer Lim tampak menghembuskan nafas. "Tidak perlu memaksakan diri. Apa perlu makan siang bersamaku?"

"Iya?" Jisoo mendongak, dan dengan cepat menggelengkan kepala. "Tidak perlu, Manajer. Saya sudah menitipkan makan siang kepada teman-teman saya. Terima kasih atas tawaran anda."

Manajer Lim yang mendengar itu mengangguk-anggukkan kepala seolah paham. Ia lalu kembali menampilkan senyuman khasnya. "Baiklah kalau begitu, semangat menyelesaikan tugasmu."

"Baik, saya undur diri terlebih dahulu," Jisoo kembali membungkukkan badan sopan dan keluar dari ruangan. Dan saat kakinya sudah beberapa langkah berjalan, terdengar sebuah notifikasi dari dalam ponselnya yang membuat Jisoo menghentikan langkah. Ia lalu mengambil ponselnya dari dalam saku. Terdapat satu pesan singkat disana.

'Datanglah ke ruanganku, aku perlu membahas salah satu tugasmu.'















[edited]

Jadi kenapa tadi part ini aku unpub bentar. Soalnya part ini ga lengkap, ada beberapa adegan yang ilang. Dan itu bikin aku kelimpungan sekaligus stress T,T

hampir seribu kata yang ilang broh. Dan aku ngetiknya berjam-jam. Gimana ga histeris T,T

Untung beribu untung, meski ga seberapa pinter IT bisa juga balik seperti semua. Huhuhu, nyesek kalau sampai ilang.

Inget ya gais, kalau buat cerita jangan kayak aku. Buatnya langsung di wp masa-_- kalau ilang gaada duanya T,T

Simpen di mw dulu. Oke aku buat pengalaman. Pengalaman kok bolak balik tapinya T,T HAHAHA. OKE BALIK KE TOPIK.

Hai-haiii. Eh, eh.

Bukannya bakal selalu fast up date karena aku rajin post yaa. Aku lagi mood, terus ada waktu senggang, dan agak frustrasi sama tugas-tugas :')) jadinya milih ngetik cerita deh. Fiuh.

Gimana kabar kalian? Semoga baik ya.

Ada yang KBM online ga kalau boleh tau di Sekolah atau Univnya? Kalau ada semangat ya. Wkwk, jaga kesehatan okeh?

Okay, kalau suka dengan ceritaku, jangan lupa vote dan komen tentang hal-hal di cerita ini ya. Votment dari kalian penyemangat aku buat ngelanjutin cerita ini.

Jisoo

Chanyeol

Jian
Astaga imut banget ><

Woori

Seok

Manajer Lim

Make 23 maret 2020
Publikasi 25 maret 2020

Continue Reading

You'll Also Like

186K 12.1K 57
"Hidup begitu singkat untuk mencintaimu sekali, Aku berjanji akan mencarimu dikehidupan berikutnya"-Jeon Jungkook "Jika aku telah melangkahkan kakiku...
4M 202K 62
(TAHAP REVISI) Yang udah ke revisi ada tanda ✔ okee (cerita masih lengkap) *PLAGIAT DILARANG MENDEKAT! HARGAI KARYA SAYA! JANGAN ASAL COPY! WALAU I...
26K 2.8K 56
[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Mengandung konten dewasa🚫 Bagaimana jika keadaan memaksamu untuk menikah dengan seorang duda yang sudah mempunyai satu...
77.9K 11K 26
【COMPLETED】【BAHASA】 ❝ɪ ғᴜᴄᴋɪɴɢ ʜᴀᴛᴇ ʜɪs ɢʀᴇᴇɴ ʜᴏᴏᴅɪᴇ❞ Jeno menantang Jaemin untuk membuat 10 alasan kenapa Jaemin membenci dirinya. Selamat datang di...