Lelaki yang akrab disapa Arga itu tidak bosan-bosannya melakukan hal konyol di SMA Gajah Mada. Ia usil, urakan, pembolos juga pembuat onar.
Sampai suatu ketika, Arga bertemu dengan salah satu petugas PMR yang cerewet. Keina-gadis sederhana yang berk...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Di sebuah rumah kecil, tinggalah seorang gadis bersama ibunya yang sudah hampir tua. Sapa saja gadis itu dengan nama Keina. Ayah Keina telah meninggal, saat ia duduk di bangku kelas sembilan. Walau begitu, impian beliau ingin menyekolahkan anaknya di sekolah ternama tercapai. Keina sekolah di SMA Gajah Mada, di mana sekolah tersebut memiliki fasilitas dan pendidikan yang memadai.
Namun, mengingat kondisi ekonomi yang kurang membaik, Keina harus bekerja keras membantu ibunya mencari uang, membayar sekolah juga menabung untuk masuk di salah satu Universitas terbaik.
Pukul 05.45 pagi.
Keina sibuk menyiapkan perlengkapan untuk ibu berjualan. Meja yang terletak di dalam rumah, kini telah dipindahkan ke depan teras.
"Kei, sudah biar Ibu saja yang menyiapkan semua ini, kamu siap-siaplah untuk ke sekolah," ucap sang ibu.
"Tidak apa Bu, sebentar lagi," balas Keina.
"Oh ya Bu, kerupuknya di mana?" tanya Keina saat di depan teras.
"Ada di dapur." Dengan cepat Keina melangkahkan kakinya menuju dapur, lalu kembali lagi ke depan.
Kini perlengkapan jualan ibu telah siap, Keina tersenyum. Lalu bergegas mengambil tas untuk berangkat sekolah.
"Bu, sudah jam enam. Keina berangkat sekolah, ya." Keina menyalami ibunya.
"Baiklah, hati-hati ya, Nak," balas ibu seraya mengelus kepala Keina yang tertutup jilbab putih.
Keina menaiki sepeda merah mudanya, lalu melambaikan tangan ke arah ibu.
"Bye Ibu, Assalamu'alaikum."
•••
Berbeda tempat dengan waktu yang sama, seorang lelaki kini telah tiba di sekolah lebih awal, tidak seperti biasanya.
Sekolah masih terlihat sepi, bahkan guru-guru pun belum ada yang datang, dengan santai lelaki itu memasuki kelas XI IPS 1 yang masih terlihat kosong. Lelaki itu tersenyum penuh arti.
"Mumpung sepi." Tangannya bergerak mengambil sebuah benda yang berada di dalam tasnya, benda bewarna putih itu ia taburkan di atas lantai.
Tidak hanya itu, meja dan kursi pun ia geser ke sembarang arah, tidak teratur, bahkan ada beberapa meja yang ia tumpuk menjadi satu. Papan tulis yang semulanya kosong, kini sudah penuh dengan coretan abal-abalnya.
Satu lagi, ember yang habitatnya di sudut belakang, kini hijrah ke tempat selokan. Sudah bisa dibayangkan, seperti apa bentuk kelas itu.
"Hari ini pasti akan seru," ucap lelaki itu seraya menatap sekitar kelasnya dengan senyuman jahil.
Lelaki berkulit hitam manis itu melangkahkan kaki ke luar, mengunjungi tempat andalan bersama teman-temannya.