"Saya dah janji untuk jaga dia, Yerim.."
"Macam mana pula janji awak pada saya, Jungkook.."
.
.
.
"Awak nampak diri saya yang awak kenal dulu, ada pada dia kan?"
"Saya cuma tolong dia, Yerim.."
"Dulu pun awak cuma tolong saya, Jungkook.."
.
.
.
"Awa...
Alamak! Gambar ini tidak mengikut garis panduan kandungan kami. Untuk meneruskan penerbitan, sila buang atau muat naik gambar lain.
. . .
Hampir dua hari selepas aku balik dari Kem di Busan, hampir dua hari juga aku tak berjumpa dengan Jungkook. Entah apa jadi pada Sara pun aku tak tahu tapi apa yang pasti, ada Jungkook di sisinya kini, menjaganya penuh rapi.
Mungkin memang itu plan perempuan itu tika dia sendiri bertindak berani mati menjamah kek itu sedangkan dia sendiri tahu, dia alah terhadap kacang.
Malas hendak mengambil tahu, kehidupan perlu diteruskan seperti biasa. Life goes on. Tak mati pun aku dengan anak-anak kalau Jungkook tak ada.
Aku sudah punya perancanganku sendiri. Sampai bila aku terus memendam perasaan seperti ini? Aku punya hak sebagai isteri.
Petang ini, habis saja waktu kerja, terus kereta aku bawa ke suatu destinasi. Rumah kongsi Jungkook dan Jimin dulu.
Untuk dirinya berterus-terang, aku perlukan bukti. Aku sudah muak dengan alasannya yang sering dilontarkan berulang-ulang kali.
Harapnya mereka ada di situ, mudahlah aku untuk mengumpul bukti. Walaupun sakit, tapi inilah yang terbaik untuk kami, untuk aku. Cukuplah aku memberinya peluang selama ini yang bukan hanya sekali.
Semakin dekat aku dengan destinasi yang ingin ku tuju, semakin perlahan kereta aku bawa sebelum perlahan-lahan berhenti tidak jauh dari tempat itu.
Terasa ada bebanan menghempap tubuhku, menyesakkan dadaku saat dapat aku lihat kereta Jungkook terletak elok di halaman rumah itu, bersebelahan dengan kereta milik perempuan itu yang dulunya menjadi hadiah pertama dari Jungkook buatku.
Memang ini yang aku harapkan agar menjadi bukti kukuh buatku tapi pada masa yang sama, aku tak mampu menipu diriku sendiri.
Sebenci apapun aku pada Jungkook, dia tetap suami aku..
Namun pantas perasaan itu aku tepis dari terus menguasai hati.
Dengan mata yang mula terasa panas dan membahang, telefon pintar aku keluarkan dari beg tanganku.
Walaupun jantung dirasakan hampir luruh menahan sebak, beberapa keping gambar halaman rumah itu aku ambil sebelum aku menjadi kaku saat dari skrin telefonku, dapat aku lihat Jungkook melangkah keluar dari rumah itu, diikuti perempuan itu.
Sepatutnya, inilah waktu yang sesuai untuk aku mengambil gambar mereka sebagai bukti yang paling kukuh namun aku masih kaku, terasa cukup rapuh.
Dapat aku lihat mereka berbual kosong sebelum sesekali Sara tertawa dan dapat aku lihat panahan mata Jungkook yang cukup lembut, memerhati tawa perempuan itu dengan senyuman halus terukir di bibirnya.