Armita dua puluh tujuh tahun hancur seketika mendengar kata-kata yang Radi keluarkan dari mulutnya.
"I cannot save you that time. I cannot save you when your car crashed." Radi menghela napas panjang, kata-katanya tercekat, seolah ada gumpalan lumpur yang tertahan di tenggorokannya. "Mit."
Mata Armita kosong, dia menatap pria itu, mata Radi berkaca-kaca. "Kenapa?"
Radi tertegun, Armita pernah mengatakan hal yang sama kepadanya saat Radi memohon ampunan wanita itu karena telah menghamili wanita lain, wanita yang juga merupakan sahabatnya sendiri. "Can you just give me the chance to save you now?"
"Bukankah sudah terlalu terlambat, Radi?" Armita teringat saat di mana Ezra menciumnya dan bayangan kilasan memori buruk itu menghantamnya. Dia berusaha menenangkan dirinya, bahwa itu mungkin saja hanya salah satu hal buruk yang terjadi pada Armita dua puluh tujuh tahun, bahwa mungkin saja itu menjadi penyebab kenapa Armita membangun dinding kokoh nan tinggi untuk melindungi dirinya. "Aku nggak tahu apa yang aku katakan ke kamu sebelumnya, tetapi sekarang ... aku nggak mau lagi berhubungan dengan kamu."
"Mita," Radi menangis. Pria yang tidak pernah dia temui sebelumnya ini menangis di depannya, terisak sementara ia sendiri diam mematung.
Kenapa kamu menangis? Pertanyaan itu tersangkut di tenggorokannya. Armita tidak sanggup bertanya, takut bila dirinya sendiri ikut rubuh mendengarkan penjelasan pria itu.
"Kenapa kamu nggak biarin seseorang menyelamatkan kamu?" Radi menuntut jawaban darinya. "Mit, udah terlalu lama kamu simpan ini seorang diri."
"Kenapa kamu nangis?" Armita akhirnya mengutarakan pertanyaan itu. "Bukan kamu yang diperkosa." Kalimat terakhirnya ia ucapkan dengan nada lirih, nyaris berbisik. Dia lupa, tubuhnya mungkin ingat. Armita tidak ingin mengingat kejadian itu lebih lanjut.
"Karena aku nggak bisa ada di situ untuk kamu!"
"Bukan salah kamu, kecuali kamu yang perkosa aku?" Armita tertawa miris, tanpa ia sadari air mata ikut turun membasahi pipinya.
"Mit." Keduanya menangis bersama-sama, bahkan Armita tidak tahu kenapa dia menangis, apakah meratapi nasibnya yang ternyata tidak membaik yang dia bayangkan ataukah teman-teman kantornya yang ternyata toxic ataukah hubungan pernikahannya yang ternyata dipenuhi oleh noda sana sini.
"I can't." Armita menarik napas dalam lalu menyemburkan kalimat itu begitu saja. "I can't meet you anymore, it means I'm disrespecting Ezra, my husband."
"Mit," Radi memohon kepadanya.
"Dan Naya juga, istri kamu."
"Bagaimana dengan orang udah memperkosa kamu?"
Armita berpikir sejenak, kepalanya terasa penuh sesak, dadanya juga begitu. Apa dia harus melupakan kejadian itu begitu saja? Menutup jejaknya dan menjalani hidupnya tanpa memori sepuluh tahun yang hilang? Ataukah dia ingin membongkarnya, mencari tahu, dengan konsekuensi hidupnya saat ini akan berantakan?
"Aku nggak tahu." Armita menggeleng, dia menjawab jujur.
"Please, biarin aku nolong kamu. Buat hal satu ini aja."
Sanggupkah dia membiarkan Radi melakukan ini demi dirinya? "Aku mau ketemu Naya."
"Mit."
"Kamu mau nolong aku kan? Aku mau ketemu Naya."
Untuk menemukan kepingan dirinya yang hilang, Armita harus mencari tahu, dimulai dari apa yang terjadi tujuh belas tahun lalu sebelum bertemu dengan Om Heru, Radi, dan Ezra. Di mulai dari orang-orang terdekatnya dahulu, Naya, Ima, dan Risma.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Missing Years | ?
Mystery / ThrillerArmita tiba-tiba terbangun di usianya yang ke dua puluh tujuh, meski memori terakhirnya berada di usianya yang ke tujuh belas tahun, sepuluh tahun yang lalu. Di usianya yang ke dua puluh tujuh, Armita seperti tidak bisa mengenali dirinya sendiri. Di...