Halilintar tahu jika dia bukanlah bagian dari keluarga ini sebab yang benar-benar dari keluarga ini adalah si adik bungsu keluarga ini. Tapi entah kenapa Halilintar selalu merasa menjadi bagian dari keluarga ini walau perlakuan mereka padanya sangat buruk.
Halilintar nyaman berada disini walau tak semua orang memperlakukannya dengan baik, mungkin Ice dikecualikan.
Mungkin ini perasaan Halilintar yang asli?
"Hei anak bodoh, jangan merusak atap rumahku lagi!!".
"Hohoho maaf Aunty, saya gak sengaja!".
Walau sudah terbiasa, Halilintar masih tetap risih dengan kelakuan Taufan, Blaze, dan Thorn yang selalu membuat orang-orang disekitarnya gundah karena kejailan mereka.
"Kenapa?" Halilintar menjawab panggilan seseorang dari telepon.
"Udah sehat?" tanya orang disebrang telepon.
"Orang sakit mana yang sembuh sehari coba? Aku belum sembuh bener tapi gak sakit-sakit banget sampai harus dibawa ke IGD,".
"Kalau gitu kamu bisa datang kesekolah hari ini? Yah, aku tau ini hari minggu tapi bukan aku yang nyuruh-".
"Kamu kan yang telepon aku, jadi kamu yang nyuruh,".
"Bukan tapi Pak Langsat itu yang nyuruh, katanya karena pertandingannya besok jadi ini hari terakhir kita latihan biar besok gak grogi pas mulai. Apalagi kamu kan kaptennya, harus bisa gendong tim biar nggak di banned sekolah!".
Halilintar berdecak, padahal tadinya ingin menghabiskan waktu dikamar lebih lama dan bersembunyi dari matahari yang seakan ingin membakarnya hidup-hidup.
"Dino, Dino, kamu masih disana kan?" Ying sebagai si penelepon bertanya.
"Aku gak mau!" tolak Halilintar tanpa pikir panjang.
"Ayolah, nanti aku ajarin matematika kalau kamu mau. Ini kan demi sekolah kita, kamu kan inti dari sekolah ini buat pertandingan saat ini, emangnya ada yang lebih jago dari kamu pas main basket?".
"Aku gak sejago dan sehebat itu Ying,".
"Aku lagi disekolah, dikasih ke Pak Langsat ya teleponnya biar kamu mampus!".
"Oke-oke aku kesana, jangan dikasih ke dia HP-nya," Halilintar yang awalnya tiduran di kasur mengubah posisinya menjadi berdiri hingga seketika membuat kepalanya pusing dengan pandangan gelap, "padahal hari minggu, biasanya orang-orang masih tidur jam segini.".
"Udah siang jangan kebo, kamu gak tau ya kalau tidur pagi-pagi itu gak baik buat kesehatan?".
"Aku baru aja bangun-".
"Kenapa tidur?!".
"Aku ngantuk, kalau sakit bawaannya ngantuk terus. Ying, udahan dulu ya teleponnya mau jalan kesana,".
Disisi lain Ying mengangguk dan setelahnya dia sadar jika Halilintar tak mungkin melihatnya, "iya, jangan lupa bawa camilan buat kita makan di sekolah, katanya kita bakalan pulang agak malaman jadi harus bawa uang sama makanan banyak biar gak kelaparan sama kehausan,".
"Sekalian kita bikin party kecil-kecilan, Taufan juga udah datang tuh baru sampai!".
"Iya, bye anak orang." Halilintar mematikan sambungan telepon lalu melemparkan ponselnya ke atas kasur.
Padahal beberapa menit lalu Halilintar masih mendengar suara Taufan dihalaman rumah yang bermain dengan Blaze dan Thorn selepas pergi keluar untuk cari angin bersama Solar, tapi sekarang sudah ada disekolah saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
1. Two Sided Life
FanfictionHalilintar, seorang pemuda dengan sifat pendiam dan cenderung introvert. Namun, dia harus mengalami sebuah kejadian naas saat kepulangannya dari sekolah. Tetapi bukannya pergi ke akhirat jiwanya malah bertransmigrasi kedalam tubuh pemuda yang memil...