抖阴社区

CHAPTER 15

519 20 0
                                        

Embusan angin malam seakan menusuk hingga ke tulang. Dahan-dahan pohon menari-nari di kegelapan malam. Suasana di perumahan terlihat sepi, tak ada satu pun kendaraan melintas. Penerangan di rumah-rumah padam satu persatu menyisakan lampu jalanan. Mereka mulai beristirahat setelah lelah bekerja.

Namun, tidak memungkiri jika pemilik rumahnya benar-benar tidur. Di rumah milik salah satu pasangan, tepat pada lantai satu dengan cahaya remang-remang, terdengar suara bercakap-cakap.

"Jika itu keputusanmu, aku akan memberi tahu Rafael," ucap Mia seraya menatap bulan yang terlihat kesepian tanpa ada bintang satu pun.

Tatapan Shareef terpaku pada air kolam di depannya. Saat ini, pasangan suami-istri itu menghabiskan waktu bersama selepas makan malam dengan mengobrol di kursi berbahan rotan yang berada di pinggir kolam renang. Sedangkan Hana dan Rafael mungkin sudah terlelap di kamar masing-masing.

"Beri tahu dia jika saya tidak melarangnya, hanya saja saya tidak ingin melihatnya menjadi kepribadian yang lebih tertutup."

Mendengar itu, Mia menolehkan pandangannya ke arah Shareef. Menyunggingkan senyuman yang hampir seperti orang ingin terkekeh. "Kenapa bukan kamu yang memberi tahunya langsung?"

Sebelum menjawab, Shareef mengembuskan napas kasar. Lantas membalas tatapan istrinya itu. "Kau lihat sendiri? Rafael seperti enggan berbicara denganku," katanya.

Mia terdiam mendengar hal itu. Seakan ucapan Shareef benar adanya. "Yeah ... semenjak kejadian di toilet sekolahnya, dia menjadi lebih tertutup. Aku juga menyadari hal itu. Sebenarnya banyak yang ingin kutanyakan kepadanya. Beberapa kali ketika dia pulang, aku menemukan hal janggal. Bungkus rokok itu ..., dia tidak ingin menceritakannya." Mia melanjutkan dengan intonasi yang terdengar pelan.

"Jika masalah di kantor sudah selesai, saya akan mencoba kembali ke sekolahnya. Sudah, ayo masuk," ajak Shareef mulai beranjak dari duduknya.

Mia ikut berdiri. Sambil berjalan di belakang suaminya itu, dia melontarkan pertanyaan. "Kamu mau apa ke sana?"

Shareef tidak menjawab langsung, dia terlebih dahulu mempersilakan istrinya masuk sebelum menutup pintu samping rumah yang terbuat dari kaca. "Saya sudah kehilangan rasa hormat kepada mereka."

Cahaya bulan menembus masuk—pembatas antara dapur dan kolam juga terbuat dari kaca—sebelum Shareef berpamitan untuk menyikat gigi, Mia lebih dulu dibuat bungkam oleh ucapannya itu. Tatapannya dibuat terpaku pada punggung lebar suaminya yang mulai menjauh. Dirinya tidak bisa menebak apa yang akan dilakukan Shareef kepada pihak sekolah.

Saat menaiki tangga menuju kamarnya. Perhatiannya tertuju pada celah pintu bawah kamar anak kembarnya, Mia melihat penerangan kamar itu belum padam.

Mia mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu kamar anak itu dan memutuskan untuk langsung masuk saja tanpa minta izin. Mungkin Rafael sudah tertidur, pikirnya.

"Bunda."

Niatnya yang hanya ingin mematikan lampu kamar, terurungkan saat mendengar Rafael memanggilnya dengan suara begitu samar.

"El?"

Tidak ada jawaban. Mia semakin melangkah ke arah kasur anak itu. Bisa saja dia butuh sesuatu. Dalam sekejap saat melihat putranya itu, Mia dibuat panik seketika mendapati wajah Rafael yang dipenuhi peluh keringat.

"Bunda, bunda." Tanpa kesadaran yang penuh, anak itu terus memanggilnya.

"Lagi? Lagi? Bangun, El. Rafael!"

Ini bukan pertama kalinya Mia mendapati Rafael dengan kondisi seperti ini. Mia hafal betul, Rafael sering kali mengingau memanggilnya jika kondisi anak itu sedang tidak baik-baik saja. Tetapi tetap saja dirinya masih dibuat panik.

The ElevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang