Boboiboy Fanfiction
© Boboiboy | Animonsta Studio
A/N: seluruh cerita ini merupakan karangan semata dan penulis tidak mengambil keuntungan dari penulisan cerita ini. Apabila ada kesamaan ide, nama tokoh atau tempat, semua itu murni ketidaksengajaan.
≫ ──── ≪•◦ ❈ ◦•≫ ──── ≪
Antara Halilintar dan Maripos, aku tak tau siapa dari antara mereka yang lebih cerewet. Tapi aku tau jika kedua orang itu benar-benar cerewet saat menyangkut kesejahteraanku atau tepatnya Taufan. Setelah aku menuliskan surat untuk meminta ijin mengikuti upacara di Kuil Dewi Angin, Halilintar bergegas datang ke Istana Mentari Terbenam dan mulai berdebat denganku. Aku benar-benar harus mengerahkan banyak usaha hanya untuk membujuknya kali ini. Kupikir masalah telah selesai ketika dia pergi, tetapi kemudian dia kembali dengan banyak pelayan. Mereka diperintahkan untuk menyiapkan semua yang aku butuhkan selama perjalanan menuju ke Kuil Dewi Angin. Bahkan entah bagaimana dia berhasil memanggil pengrajin untuk menyesuaikan kereta kuda yang aku gunakan. Katanya agar perjalananku jauh lebih nyaman dan kurang goncangan.
Sementara Maripos terus berlarian kesana kemari memastikan semua telah sesuai dengan keinginannya dan Halilintar. Akhirnya aku ditinggalkan untuk bersantai seorang diri di taman selagi kedua orang itu sibuk mengatur apapun yang mereka inginkan. Aku tau perjalanan ke Kuil Dewi Angin pasti memerlukan banyak persiapan, hanya saja aku tidak menyangka Halilintar akan turun tangan sendiri untuk menyiapkannya. Benar-benar saudara yang perhatian. Atau harus aku katakan terlalu protektif.
"Kapten Fang, apa kau mau kue?" Aku menawarkan sepotong kue pada Kapten Fang yang sedari tadi berdiri di belakangku. Ini bukan kue buatanku, kue ini dibawakan oleh Halilintar saat dia datang dan rasanya sangat enak. Aku memberi dua jempol pada pembuat kue ini!
"Saya rasa tidak seharusnya anda menawarkan kue pada saya, Yang Mulia. Terlebih kue dari Pangeran Halilintar." Suara Kapten Fang tenang dan tanpa emosi seperti biasanya.
"Ehh... ayolah. Maripos tidak ada disini, jangan kaku begitu. Duduklah denganku, yang lainnya sedang sibuk hari ini dan mereka tak akan sadar." Kataku.
Namun Kapten Fang benar-benar terlampau serius untuk seseorang yang baru berusia 18 tahun. Dia menolakku sekali lagi—dengan sopan tentu saja. Mengapa pemuda satu ini sangat sulit untuk diluluhkan? Bahkan trik memelasku sulit berhasil padanya padahal pada Halilintar dan Maripos sangat ampuh.
"Kapten Fang kau sangat kaku. Bagaimana kau bisa menemukan kekasih jika kau kaku seperti ini?" keluhku.
"Sejak awal saya tidak berniat memiliki kekasih, Yang Mulia." Kapten Fang menjawab dengan tenang.
Ugh. Dia ini akan menjadi tipikal pria yang nanti menikahi pekerjaannya. Padahal dia masih sangat muda dan memiliki wajah yang tampan. Aku yakin jika seandainya dia menjadi ksatria di Istana Utama, sudah banyak wanita yang mengantri untuk dirinya. Sayang sekali dia harus dipekerjakan di tempat ini. Eh, tapi aku senang karena dia bekerja di tempat ini. Kapten Fang sangat berdedikasi dengan pekerjaannya dan tak pernah membolos sekalipun. Dia juga melakukan pekerjaannya dengan serius, contohnya saja saat ini. Dia menolak tawaranku untuk duduk bersantai dan makan kue bersama. Taufan memang beruntung memiliki orang-orang seperti Maripos dan Kapten Fang di sisinya. Apa mungkin Halilintar yang mengatur mereka semua untuk melayani dan menjaga Taufan?
Ya, sudah pasti dia yang melakukannya. Lagi pula kata Kapten Fang semua pelayan yang awalnya bertugas di Istana Mentari Terbenam telah dipecat atau dipindahkan ke tempat lain. Pasti Halilintar khawatir mereka akan memperlakukan Taufan dengan buruk, karena itu dia mengatur agar para pelayan juga penjaga yang bekerja disini agar diisi dengan orang-orang yang kompeten dalam pekerjaan mereka dan memperlakukan Taufan dengan baik. Aku harus berterima kasih padanya. Walau dia mengaturnya untuk Taufan, aku juga ikut merasakan akibat tindakannya karena kini aku berada di tubuh sang Pangeran Kedua.

KAMU SEDANG MEMBACA
Di Bawah Langit yang Sama
Fanfiction~"Nyatanya, kita semua berada di bawah langit yang sama, bukan begitu, Taufan?"~