Pak Latif, Wardah dan Syifa yang melihat wajah Ali langsung terkejut.
"Kamu kan..."
Ali hanya tersenyum melihat mereka. "Iya pak tadi orang yang bapak tanya jalan ke rumah kyai itu saya orang nya, Ali. Tadi saya baru pulang mengajar" ucapnya yang semakin membuat Latif dan Wardah semakin melongo. Bisa-bisanya ia tidak mengenali sosok Ali. Padahal mereka sudah melihat foto nya beberapa bulan lalu. Tahu begitu pasti Latif akan menawarkan tumpangan pada Ali tadi.
Ali masih dengan senyumnya, sesekali ia menahan tawa yang sebenarnya ingin ia lepaskan begitu saja.
Sementara Syifa dengan hijab hitamnya masih memasang wajah kesal. "Yeuu dasar! Kalo tujuannya sama-sama ke ndalem kyai mah kenapa ga ngomong aja tadi? Jadi biar bisa bareng! Gimana kalo kita tersesat?! Apalagi pondoknya luas begini" ucap Syifa dengan menaikkan sedikit nada bicaranya.
Dengan sigap Latif dan Wardah menoleh ke arah Syifa, lalu Wardah kembali menggubrisnya. "Hus! Kamu gak boleh bicara seperti itu" ucap Wardah.
"Loh, kan tadi nanya nya rumah kyai, bukan nanya saya mau kemana, kan?" Ucap Ali tanpa melihat wajah Syifa. Pandangannya masih melihat lain arah.
"Ya enggak usah selalu nunggu pertanyaan dulu lah, laki-laki itu harus peka sendiri!" Ucap Syifa. "Liat kesini! Aku lagi ngomong!" Ucapnya.
Kali ini, Latif yang menggubris Syifa. "Hus! Syifa diam! Dia itu Gus!" Bisiknya tapi penuh dengan penekanan
"Mana boleh saya melihat yang bukan milik saya" ucap Ali santai.
Kyai Umar hanya tersenyum melihat komunikasi keduanya. "Biarkan saja pak Latif, mungkin Syifa lagi kesal" ucapnya masih dengan senyum. "Ali, kamu ngalah sedikit kalo lagi sama perempuan"
"Iya Abah, maafkan ali"
"Maaf kyai, Gus, Syifa memang anaknya begini beda jauh dengan Riri" ucap Latif sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Iya nggak apa-apa pak Latif, lagian setiap anak kan memiliki karakter yang berbeda-beda.. , di situlah pentingnya ada ta'aruf dan khutbah sebelum menikah, agar kedua orang itu saling mengenal dahulu" ucap Kyai Umar panjang lebar.
"Gimana? Ali?" Tanya kyai umar kepada Ali tentang Perjodohan ini.
Ali terdiam sejenak, bergelut dengan pikiran dan hatinya.
Sebenarnya Ali belum ingin menikah, ia masih ingin mengejar cita-cita nya untuk mendalami ilmu agama di luar negeri, membuat pondok pesantren sendiri, hingga mempunyai banyak santri yang selalu ia ajari tiap pagi, siang, sore, dan malam hari.
Tapi apa boleh buat jika memang jodohnya sudah datang lebih dulu, mungkin dengan ini terjadi menjadi bukti bahwa Allah lebih sayang kepada Ali, Allah memberikan takdir kepada nya untuk segera menikah untuk menyempurnakan ibadah, memperbanyak pahala bersama pasangannya, dan mendapati buah hati yang insyaallah akan mengantarkannya ke surga nya nanti.
"Asal mendapatkan ridho dari Abah dan ummi, Ali mau" ucap Ali. Lagi pula selama belasan tahun ini ia tidak pernah menyimpan nama wanita lain di hatinya selain ibu dan kakak perempuan nya, jadi untuk menyetujui perjodohan ini untuk ali cukup mudah.
"Abah ingin kamu menjawabnya tanpa membawa nama Abah dan ummi" ucap Kyai Umar.
"Insyaallah Ali menerima perjodohan ini" ucap Ali yang membuat Pak Latif dan Wardah tersenyum lega. Akhirnya mereka akan tenang melepas Syifa kedalam pelukan seorang laki-laki yang tepat.
"Bagaimana dengan Syifa?" Tanya Kyai Umar.
Syifa hanya diam. Kini pikirannya yang berkecamuk itu semakin makin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dari Restu Orang Tua [END]
General FictionKisah Syifa dan Ali yang di jodohkan oleh kedua orangtua nya. Start : 7 Januari 2025 Finish : 17 Januari 2025