抖阴社区

29. Interferensi Perasaan

237 56 4
                                        

Saat melangkah masuk ke ruang praktikum, Shreya langsung disambut oleh deretan meja laboratorium yang tertata rapi. Cahaya matahari dari jendela besar di ruangan itu menyinari seluruh sudut kelas. Namun, yang menarik perhatian Shreya bukanlah suasana ruangan atau alat-alat praktikum yang sudah disiapkan.

Secara otomatis, matanya mencari keberadaan Garda. Dan di sana, di sudut ruangan, cowok itu duduk dengan tenang, memegang ponsel di tangan. Jemarinya sibuk mengetik sesuatu, sesekali alisnya berkerut seolah sedang memikirkan hal penting.

"Selamat siang semuanya," Mira memulai, membuat suasana kelas hening. "Kami di sini atas permintaan Bu Lasmi untuk membantu jalannya praktikum hari ini, karena beliau ada rapat penting. Jadi, harap kerja sama ya."

Shreya menambahkan, "Kami cuma menggantikan sementara, jadi mohon dimaklumi kalau ada yang kurang jelas. Kalau ada pertanyaan, langsung aja tanya, oke?"

Beberapa siswa mengangguk, sementara yang lain tampak malas-malasan. Saat ada yang bertanya tentang prosedur, Ikram, yang sebelumnya bersikeras tidak mau menjelaskan, malah menjawab pertanyaan itu dengan sigap. Cowok itu memang pintar, pikir Shreya, tapi kadang ogah-ogahan.

Kelompok Garda mendapatkan praktikum interferensi cahaya dengan celah ganda. Shreya sebenarnya ingin menghindari kelompok itu. Namun, tiba-tiba suara seorang siswi dari sudut ruangan memanggilnya.

"Shreya!"

Dia menoleh ke arah suara itu, dan mendapati salah satu teman sekelompok Garda, Sasa mengangkat tangan.

"Ini nggak jalan," salah satu teman Garda mengeluh, melihat pola interferensi yang tidak muncul seperti seharusnya.

Dengan sedikit enggan, Shreya mendekat untuk memeriksa. Ia berjongkok di sisi meja, mencoba memahami masalahnya. Namun, kehadiran Garda yang berdiri tak jauh darinya membuat konsentrasinya terpecah. Gugup, pikirannya tiba-tiba blank.

"Lo yakin ngerti caranya?" tanya Garda tiba-tiba, suaranya terdengar tajam.

Shreya menoleh dengan sedikit terkejut. "Iya, tunggu sebentar. Mungkin ada yang keliru..."

"Jangan bilang lo nggak tahu," sahut Garda dengan nada menantang, membuat anggota kelompok lainnya menahan tawa kecil. "Kalau iya, gue sendiri aja yang nyari tahu."

Wajah Shreya memerah. Dia harus menyiapkan stok sabar ekstra ketika menghadapi Garda dalam mode seperti ini. Dengan sedikit gugup, dia mencoba menjelaskan langkah-langkahnya, tapi entah kenapa lidahnya terasa kelu.

"Udah, coba lo balik lagi ke teori celah ganda," kata Garda dengan nada yang terdengar seperti ultimatum. "Soalnya kalau nggak ngerti, malah bikin kacau semuanya."

Shreya menarik napas dalam-dalam. "Gue ngerti kok. Cuma tadi lagi ngecek ulang aja," balasnya, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang. "Coba lo cek ulang pemasangan alat ini," ujar Shreya sambil menunjuk komponen yang salah.

Garda mengangguk tipis, tapi ekspresinya sulit ditebak. Shreya merasa menang kecil, meski masih sedikit kesal. Cowok itu selalu berhasil membuat hidupnya seperti roller coaster—kadang menjadi alasan senyum di wajahnya, kadang menghadirkan kesedihan yang tak terduga, di lain waktu membuatnya kesal setengah mati, dan sering kali membuatnya gugup tak karuan. Semua perasaan itu berputar di pikirannya saat ia berjalan menjauh, mencoba mengatur detak jantungnya yang belum kembali normal.

Namun, saat Shreya kembali ke depan kelas untuk mengawasi praktikum, ia menyadari teman-teman Garda tengah sibuk berkeliling ke kelompok lain untuk mengintip percobaan mereka. Hanya Garda yang tetap di tempat, terlihat serius mengutak-atik perangkat praktikum.

Cowok itu sedang memindahkan perangkat laser ke posisi tertentu, tampaknya berusaha mencari sudut terbaik untuk percobaannya. Namun, tiba-tiba Shreya melihat sesuatu yang salah—sinar laser itu terpantul dan mengarah sedikit ke atas, mendekati wajah Garda.

Enchanted LettersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang